[1] Carter

3K 110 1
                                    

NEW VERSION

🖤

"Brahms! Kemari kau!"

Suara teriakan perempuan— berseragam sekolah dan almamater OSIS yang menutupi tubuh mungilnya— menjadi pusat perhatian banyak murid lainnya yang siap berbaris di hari Senin yang memalaskan ini. Dengan jaket kulitnya Brahms mendekati perempuan itu santai. Sangat jelas terlihat wajah murka di balik kecantikannya yang luar biasa di usia remajanya.

Namun bagi Brahms, semurka apapun perempuan ini tetap sangat manis di matanya berkali-kali lipat.

"Sudah berapa kali kubilang jangan terlambat! Kau tidak tau aku banyak diomeli karena kau sepupuku dan aku tidak bisa mengaturmu?! Aku bukan ibumu kau tau?!" Napas perempuan yang merupakan sepupu Brahms itu tersengal-sengal.

Dan Brahms? Ia tetap tersenyum menawan. Tampak begitu tertarik sekali pada sepupunya sendiri, Claretta Alessia Rayan Carter.

"Aku tau kau bukan ibuku. Kau pacarku." godanya.

Sungguh, Clare sakit kepala! Ia tak mengerti bagaimana cara membuat anak mafia ini kapok akan sesuatu.

"Lo harus hukum dia kali ini." Kembaran Clare—Adam Alessio Rayan Carter— datang sambil memakan apelnya santai.

Adam benci Brahms terlalu dekat dengan kakaknya karena cowok itu berandalan dan memiliki darah mafia paling kental di antara mereka. Tapi Brahms lebih benci Adam menghalangi jalannya.

Dan Clare tidak pernah sekali pun menghukum Brahms meski dirinya adalah ketua OSIS. Itulah kenapa banyak siswa yang protes ketika bidadari mereka lebih membela Brahms yang tak tahu aturan, termasuk Adam.

"Lo baris sana. Ini urusan gue." jawab Clare.

Adam melempar kesal apelnya ke tong sampah sementara Clare menarik lengan jaket Adam ke sisi lapangan.

"Kau kakak kelas, Brahms, harus mencontohkan yang baik setidaknya. Sekarang berjanjilah ini terakhir kalinya kau terlambat." Clare melipat lengannya di dada, "Aku tidak mau mendengar alasan bodohmu lagi."

Lihat bukan? Clare tidak bisa menghukum orang yang satu ini.

"Kau tau ucapanmu tidak—"

"Aku akan mengabaikanmu dan mogok bicara padamu selamanya." ancam Clare. "Aku tidak main-main dengan ucapanku."

"Aku berjanji." Brahms cepat membalas, matanya memelas. "Jadi jangan abaikan aku oke?"

Tak pernah diduga oleh siapa pun seorang Brahms Rayan Carter rela berlutut pada sepupunya yang ia sukai sejak mereka tumbuh bersama. Termasuk oleh orangtua mereka sendiri. Meski banyak gadis yang menyukainya, bagi Brahms gadisnya hanya Clare.

"Gabunglah dalam barisan dan jangan membolos saat jam pelajaran."

Brahms mengangguk, "Aku akan ke kelasmu jam istirahat nanti."

"Tidak, biar aku yang ke kelasmu."

"Ada masalah?"

Clare mendengus kesal, "Kau masalahnya. Apa kau tau semua teman sekelasku protes karena kau datang dengan wajah menyeramkan?"

"Itu karena mereka mengganggumu. Aku tidak suka." geramnya.

Cewek itu memutar bola matanya malas, "Kita bicara lagi nanti ya? Upacara akan dimulai."

"Tidak sebelum kau tersenyum."

Mau tak mau Clare tersenyum manis, membuat Brahms gemas sendiri oleh kecantikan Clare yang nomor satu dihati. Lebay sekali.

Rutinitas Brahms tidak pernah tanpa Clare. Ketika ia melanjutkan masa SHS-nya di Los Angeles yang mengharuskannya melakukan perpisahan dengan Clare, ia tetap tak lepas mengawasi gadisnya.

Begitu marah Brahms kala berita Clare dibully oleh kakak kelas sampai ke telinga. Pertama kalinya ia membunuh seseorang walau sebenarnya pelaku perundungan itu ada dua orang. Sampai sekarang ia belum menemukan satu orang lagi yang menjadi targetnya untuk dihabisi.

Brahms tau Clare pindah ke San Francisco melanjutkan studinya tapi ia tidak pernah menemuinya sama sekali. Harapannya satu; ia ingin Clare yang menemuinya lebih dulu.

Hingga mereka benar-benar dipertemukan kembali. Clare datang ke kotanya, menemuinya di bar dalam keadaan membawa koper. Dan dalam keadaan hamil. Tapi Brahms tidak marah sama sekali. Ia justru berkata, "Tidak apa, Sayang. Aku mencintaimu itu artinya aku menerimamu dalam keadaan apapun."

Sangat manis. Tetap sama manis seperti dulu.

Pertama kali juga Brahms bisa melihat gadisnya tertidur dan terbangun sesuka hati di atas ranjangnya dengan wajah mengantuk yang cantik. Dulu Brahms tidak pernah diizinkan masuk oleh Adam ke kamar sang kakak. Tapi ia tak pernah peduli orangtua dan adik Clare menentang hubungan mereka. Perasaannya pada cewek itu tidak bisa disangkal.

Bahkan di saat ia mencintainya begitu besar, ia menunggu Si Berengsek alias Leo Agler Aldevaro—kekasih Clare— bertanggung jawab. Brahms selalu menahan diri untuk tidak menyentuh gadisnya hingga tepat tiga minggu Clare tinggal bersama, ia memberanikan diri mencium bibirnya, menjadikan Clare ciuman pertama untuknya.

Clare menangis saat detik-detik ia melepasnya pergi, namun Brahms juga menangis. Sejujurnya ia tidak pernah rela dan sudi melepas Clare pada kekasihnya yang awalnya tidak bertanggung jawab itu. Tapi hatinya lebih sakit jika Clare dan bayinya menjalani hidup penuh bahaya dengannya. Karena ia mafia.

***

Suara jeritan minta pengampunan memenuhi ruang bawah tanah dari sebuah mansion yang tak kalah besar seperti milik keluarga Aldevaro. Seorang cowok yang selalu memakai jaket kulit hitam sebagai ciri khas keluarga mafianya, mulai membidik pistol di hadapan empat musuhnya sekarang.

Brahms Rayan Carter.

Marrga yang sama seperti sepupunya tetapi berbeda ajaran. Sejak kecil hingga ia berumur 24 tahun sekarang, hanya ucapan ayah dan ibunya yang terngiang-ngiang untuk menjadi jalan hidup.

Bunuh orang yang pantas dibunuh dengan cara rapi jika tidak ingin terbunuh dengan cara konyol.

Begitulah kata mereka. Brahms mengerti yang dimaksud adalah demi melindungi orang yang mereka sayang. Itu cara mereka bertahan hidup. Jika tidak diikuti sejak awal, hal ini yang akan sering terjadi. Sudah begitu besar proteksi khusus keluarga Carter, ibunya justru tertembak dalam perjalanan menuju rumah sendirian. Sebuah bentuk peringatan karena perusahaan mereka berkembang pesat serta karena keturunan mereka laki-laki dan terus hidup. Yang berarti perusahaan besar selanjutnya akan dipimpin oleh Brahms sepenuhnya dan itu berbahaya bagi para saingan mereka di luar sana.

Memohon sebanyak apapun tidak mengurangi dendam Brahms apalagi menghilangkan dendamnya. Siapa yang bisa menahan amarah mafia ini? Oke, sepupu cantiknya memang jawaban. Hanya cewek itu yang mampu membuatnya tidak berdaya untuk menghukum mati orang-orang di luar sana dan menangis saat meninggalkannya. Gadisku.

Tapi kembali pada kenyataan bahwa yang ditembak adalah sang ibu, sorot mata hijau ke abuan itu menajam lagi. Dengan cepat Brahms menembak leher tiga orang yang merupakan tangan kanan saingannya hingga terkapar bersimbah darah mengenai kaos putih dan jaket kulitnya.

Sementara Bos mereka bergetar ketakutan, Brahms berjongkok santai. "It will be fun if you run and I chase you."

Orang yang menjadi target membelalak terkejut.

"I'm bored." lanjutnya dingin.

Apa katanya? Bosan? BOSAN?!

"Come.on." tekan Brahms dengan suara rendah.

Mau tak mau targetnya berlari sekuat tenaga mencari jalan keluar. Belum sempat membuka pintu, tubuh itu jatuh disertai lubang di kepalanya.

Sialan, ia menyesal salah memilih lawan.

Brahms memang sangat tampan di kalangan mafia muda. Sekali lagi, sangat tampan. Bahkan tanpa perlu usaha pun banyak perempuan yang rela melebarkan paha mereka meski Brahms tidak tertarik. Tapi tetap saja di balik mahakarya Tuhan yang indah, darah dingin dari kombinasi dua mafia—Lily Valeria Rayan Carter dan Jayden Cateyano— mengalir kental di keturunan mereka satu-satunya.

🖤

Suddenly TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang