[2] One Night Stand

1.7K 83 1
                                    

NEW VERSION

🖤

Salah satu kepercayaan Brahms yang merupakan sahabat SHS Clare yang bernama Rissa menatap layar TV menayangkan wawancara dadakan secara langsung dari dua sahabatnya, Leo dan Clare. Bisa ia lihat mereka sibuk tapi harus menjawab banyak pertanyaan wartawan sebelum mereka berani mengikuti hingga mansion. Para bodyguard pun secepatnya melindungi Bos mereka, termasuk Leo yang bergerak merangkul calon istrinya yang tengah hamil.

Menurut Rissa wawancara itu berbahaya, dalam arti rawan dijadikan bahan tempat penembakan yang biasa dilakukan oleh saingan dari orang kalangan atas seperti Leo atau Bosnya, Brahms Rayan Carter.

Berbicara soal Bosnya, sebenarnya ia membawa suaminya ke mana? Ini sudah tengah malam Rissa menunggu mereka di penthouse Brahms. Selain itu, apa yang harus ia lakukan jika Brahms tahu berita ini? Astaga, memikirkannya saja mata Rissa berkaca-kaca.

Rissa bahagia dua sahabatnya akan menikah lusa, tapi Brahms juga sudah bukan orang asing dan takkan jadi orang asing hingga kapan pun bagi ia dan Adrian suaminya, mengingat mereka dan keturunan mereka nanti tidak bisa terlepas dengan ikatan ini.

"Sedang melamunkan apa?"

Rissa tersentak. Sial, ia tidak sadar oleh kedatangan Brahms.

Brahms menghapus air mata Rissa dengan jarinya. Sebenarnya Brahms lebih terasa seperti sahabat ketimbang bos. "Maaf tapi suamimu akan pulang besok malam. Aku menyuruhnya mengurus tempat favoritku. Jadi aku minta kau tinggal di sini sementara agar kau aman."

Sudah biasa. Rissa sudah beradaptasi pada rutinitas Bos mafia yang tampan ini. Terlebih lagi ia tahu ini ada kaitannya dengan kasus ibu Brahms yang tertembak cukup parah hingga disembunyikan di Rusia yang merupakan negara kelahiran ayah Bosnya, Jayden.

Rissa mengangguk mengerti. Baru saja Rissa membuka mulut hendak membicarakan Clare, Brahms tersenyum tipis. "Aku sudah tahu."

"Maaf, Brahms."

"Kenapa kau yang meminta maaf? Lagipula itu keputusan mereka, aku hanya akan mengganggu jika melarang."

Rissa kembali menangis, ia memeluk leher Brahms erat. "Maaf karena gue gak bisa berbuat apa-apa sama lo."

"I'm okay, Rissa. Jangan khawatir. Aku hanya perlu sedikit bersenang-senang." Brahms mengelus rambut coklat cewek itu, "Dan kau jangan menangis. Terlalu banyak menangis tidak baik untuk bayi diperutmu."

"Apa lo mau gue temenin?"

Brahms tertawa pelan atas tawaran Riss, "Tidak mungkin. Kita akan berakhir di ranjang jika pergi bersama."

"Benar juga," kekeh Rissa.

"Kalau begitu aku berangkat."

"Tunggu." Rissa mencegah Brahms yang hampir melangkah. Ia memandang penampilan Bosnya yang sangat berantakan, "Ganti dulu baju lo. Gue gak mau Bos gue tiba-tiba kena kasus."

Brahms menunduk sedikit memperhatikan pakaiannya. Ya, ia lupa masih ada bekas darah yang sudah mengering. Dengan santai ia berganti baju kemudian mendekap Rissa sebentar, berkata akan kembali.

***

Suara musik dan lampu yang kelap-kelip mendadak terhenti saat Brahms masuk. Semua pengunjung yang sudah mabuk parah dipaksa keluar oleh lima bodyguard mafia itu. Brahms butuh ketenangan kali ini. Memposisikan diri duduk, Brahms memegang segelas minuman beralkohol yang sudah inisiatif disediakan bartender itu. Karena mereka tahu siapa pemilik bar besar ini.

"You have to get out of here or we will force you."

Kepala Brahms menoleh pada bodyguard-nya yang tengah menarik tangan seorang perempuan.

Suddenly TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang