[5] See Her Again

992 70 0
                                    

NEW VERSION

🖤

Harus berapa lama ia berpura-pura tidur? Itu pertanyaan yang terulang dalam pikiran Clare saat ini. Pasalnya Brahms tak melepas pelukan dan justru mengeratkan. Sekarang siapa yang pernah menyuruhnya kembali pada Leo? Siapa yang bersikap tidak rindu? Siapa yang menjadi cengeng? Siapa yang tersiksa? Semua itu Brahms Rayan Carter! Tapi, Oh Tuhan—lihatlah bagaimana mafia itu menciumi wajah Clare seperti orang kerasukan!

Tak merasa ada gerakan lagi, Clare menyipitkan sebelah matanya untuk mengecek. Ia tersentak kaget karena wajahnya dan Brahms hanya terpaut dua centimeter.

Brahms menyeringai seram, "Jangan main-main denganku, Sayang." Mafia itu berganti posisi menjadi berada di atas Clare.

Belum sempat Clare menentang, Brahms dengan berani menyatukan bibir mereka tanpa ampun. Bahkan kedua tangan Clare dicekal agar berada di bawah kuasanya. Meskipun Clare tergoda dan jantungnya tetap berdetak kencang, ia ini sudah bersuami! Apa Brahms tidak paham sama sekali? Sejenak Clare lupa cowok itu tidak mau paham, bukan tidak paham.

Ini sama saja seperti ia yang dicaci maki banyak orang karena menerima ciuman Brahms tapi sekaligus didukung oleh mereka. Ugh, menyebalkan sekali situasi ini.

Terpaksa Clare menendang paha Brahms agar ciuman terlepas, kemudian keadaan berbalik karena ia mendorong Brahms dan duduk di perutnya. "Kau yang jangan main-main denganku, Brahms."

Goddamn, Brahms lupa gadisnya keturunan Carter juga. Dalam arti dominan di ranjang. Gilanya ia menikmati posisi ini. Clare tampak seksi berkali-kali lipat di matanya. Gadisnya memang terlalu memabukkan bagi Brahms.

"Kau pikir aku bisa seenaknya kau cium?" Clare mengangkat dagu Brahms menggunakan telunjuknya. "Kau pikir aku tidak emosi saat kau meninggalkan kami?"

Seumur hidup dirinya bersepupu dengan Clare, belum pernah melihat gadisnya semarah itu. "Aku suka saat kau marah. Kau terlihat sangat cantik. Tapi marah besar seperti itu padaku tidak baik, Sayang."

"Berhenti panggil aku sayang."

"Baiklah, honey—"

"Brahms!"

Brahms mengeluarkan tawa renyahnya, membuat Clare terpaku sepersekian detik. Ia bangkit sehingga Clare sekarang ada dipangkuannya. "Bagaimana bayi kecil daddy?"

Kepala Clare rasanya mau pecah! Ia pusing karena bisa-bisanya masih berdebar-debar akibat mafia brengsek ini. "Tidak baik-baik saja! Puas?!"

"Tidak boleh berteriak, mommy. Kau mau bayi kecil kita jadi pembangkang?"

"Kalau itu terjadi berarti itu karenamu."

"Syukurlah jika ini bayiku juga. Sepertinya aku pandai transfer sperma padamu selain black card."

Clare hendak menampar pipi Brahms namun dengan sigap ia mencekalnya lagi, "Kau benar-benar tidak tahu malu, Brahms."

"Sebegitu marahnya kalian berdua padaku?" Brahms mengusap air mata Clare, "Maafkan aku. Aku tidak punya pilihan lain. Aku seperti ini karena tidak mau kau dan bayi kecil kita terluka karena hidupku."

"Bisakah kau memikirkan dirimu sendiri, Brahms?"

Brahms menenggelamkan kepalanya diceruk leher Clare, "Aku bisa mati jika nanti kau dan bayi kita yang menjadi taruhan karena ulahku."

"Pada akhirnya bayiku akan sama sepertimu, Brahms. Dia memiliki darah yang sama."

"Aku tau. Tapi itu lebih baik daripada hidup bersamaku yang gila."

Suddenly TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang