Part 2

127 21 3
                                    



Kini, Keysha sudah berada di meja makan. Benar kata Alvis, orang-orang menunggunya untuk sarapan. Hinggap rasa bersalah pada dirinya.

"M–maafkan, aku. Kalian jadi terlambat sarapan karenaku."

"Tidak masalah, lagi pul—"

"Ya, ini semua gara-gara lo."

Perkataan Kirana—Mama terpotong oleh ucapan Alvis. Gadis itu hanya mampu menundukan kepalaku takut.

"Sudah. Ayo, makan."

Ia mendongak setelah mendengar perintah Baron—Papa.  Mengambil sendok dan melahap suapan pertama, lalu mengalihkan pandangan ke wajah kakaknya.

Ternyata dia juga memandangnya dengan  mata melotot tajam. Seketika ia tersedak. Sedangkan lelaki itu terseyum puas. Apakah ia sengaja?

Kirana menuangkan air ke gelas, lalu menyodorkan kepada Keysha. Tenggorokannya lega setelah meneguk air hingga tertinggal setengah.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Mama khawatir.

Tidak apa-apa adalah jawaban gadis itu atas pertanyaannya.

"Lebay," kata Alvis setelah meliriknya sinis.

Gadis itu yakin, pasti lelaki itu sengaja melototinya.

Mereka kembali makan dengan keadaan yang cukup tenang. Hanya dentingan sendok dan piring yang terdengar. Beberapa menit kemudian, mereka telah selesai makan.

Tapi, tidak ada yang beranjak dari meja makan karena Baron ingin membicarakan sesuatu.

"Jadi, mulai minggu depan, Keysha akan bersekolah bersamamu, Alvis," kata Papa.

Alvis baru saja akan melayangkan protesnya, tetapi Papa lebih dulu menyela dengan mengatakan kalau ia tidak menerima penolakan. Wajah lelaki itu terlihat pasrah sekali. Keysha hampir tertawa jika tidak sadar akan situasi.

Setelah mendengar penjelasan dari Papa mengenai Keysha yang akan bersekolah bersama Alvis, mereka sudah boleh meninggalkan meja makan.

Gadis itu memilih ke kamar, ia berjalan sambil membayangkan betapa bagusnya sekolah kakak barunya. Pasti banyak anak-anak populer. Ia harap, ia bisa menyesuaikan diri dan tidak di-bully. Ia sudah tidak sabar!

Hari ini, ia pikir akan menjadi hari terburuk. Ternyata Tuhan punya rencana lain, ia hampir putus asa ketika hadiah sweet seventeen dari keluarga lamanya adalah pengusiran.

Namun, ia rasa, ini baru hadiah sesungguhnya, diberi keluarga yang penuh dengan kasih sayang. Ya, walaupun satu anggota kurang menyukainya. Entah bagaimana kelanjutan jalan takdir membawanya.

Ia mendudukkan diri di depan cermin rias begitu sampai di kamar. Wajahnya tampak cerah kali ini. Matanya yang besar tampak memancarkan binar, pipi yang agak berisi bersemu, bibir tipis merah cerry membuat lengkungan senyun yang indah.

Ia terlalu bahagia saat ini. Semoga bahagia ini tidak untuk sesaat dan bahagia ini bukanlah mimpi belaka.

***

Path of Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang