.
.Siapa yang bilang di sekolah ternama seperti SMA Gemilang tidak akan ada segerombolan perundung? Nyatanya, di setiap sekolah pasti ada. Berlaku juga pada sekolah besar. Walaupun sudah diberi peringatan, tetap saja ada para perundung.
Sekolah seperti akan biasa saja jika tidak ada mereka. Lenyap keributan sehari, tentunya tidak seru, 'kan? Hal itu sudah menjadi makanan sehari-hari bagi para murid.
Sepeti sekarang, keributan di kantin kembali terjadi lagi pagi ini. Penyebabnya adalah seorang siswi dari kelas Bahasa yang tidak sengaja menumpahkan minumannya sehingga mengenai seragam Jessica.
Gadis itu nampak murka, suaranya melengking ke mana-mana. Penghuni kebun binatang tidak ada yang terlewatkan saat ia mengumpat.
Banyak pasang mata yang memandang siswi tersebut dengan iba. Rasa ingin menolong harus terkubur jauh-jauh agar tidak berurusan dengan Jessica.
"M–maaf, kakiku dicekal oleh Felly." Gadis itu mencoba membela diri.
"Loh, kok kamu nuduh? Kamu aja yang jalan nggak lihat-lihat dulu," balas Felly.
Gadis satu ini memang menggunakan bahasa sopan. Wajahnya pun terkesan polos. Namun, orang sok polos ternyata lebih berbahaya. Mereka mampu memutar balikkan fakta.
"Nggak mau tahu, ganti seragam mahal gue!" bentak Jessica, urat-urat lehernya bahkan bermunculan.
"T–tap, tapi."
"Tapi, apa? Lo nggak punya duit? Dasar miskin!" cerca gadis itu.
"Udah, Jess." Felly mengusap punggung sahabatnya itu. Ia kemudian berjalan menghampiri objek bully, "Ayo, berdiri." Tangan gadis itu terulur.
Namun, saat tangan gadis yang mereka rundung akan menggapai tanangannya, ia berkata, "Nggak mau, ya? Ya, udah, deh." Ia menarik kembali tangannya.
"Yuk, Jess, Bi. Kita makan aja, aku udah lapar." Felly berbalik, merangkul keduanya menuju meja yang mereka sering duduki.
"Cih, sok polos," gumam Tia yang kebetulan ada di kantin.
Gadis tomboi ini sebenarnya tidak suka dengan perundungan. Namun, ia tidak terlalu peduli pada lingkungannya. Asalkan jangan sampai orang terdekatnya saja yang menjadi korban, ia tidak akan bertindak. Sebaliknya, ia akan sangat murka jika orang terdekatnya diganggu.
***
Seharusnya, Keysha mendengar Alvis dan pulang bersamanya. Ia menyesal tidak mendengarkan perkataan lelaki itu. Akibat kotak pensil kesayangannya yang tertinggal di laci meja, ia kini harus berhadapan dengan orang-orang yang kemarin merundungnya.
Oh, tolonglah. Ini baru hari keduanya bersekolah. Mengapa masalah tidak pernah absen untuk datang menghampiri? Dosa apa yang ia buat di kehidupan sebelumnya?
"Hallo, Ca!" sapa Felly.
Gadis bertas ungu tersebut memandang heran ke arahnya. Ada apa ini? Kenapa salah seorang di antara mereka bersikap lembut padanya?
"Kalian mau apa?" tanyanya takut. Ia ingin pulang sekarang.
"Cuman mau kasih sedikit pelajaran, kok. Mau, 'kan?" jawab Jessica sambil tersenyum.
Perasaan Keysha menjadi tidak karuan setelah melihat senyum menyeramkan barusan. Ia menelan ludah gugup.
Pelajaran? Pejaran apa? Kimia? Fisika? Matematika? Apapun itu, ia berharap bukan salah satu yang ada dipikirannya.Gadis itu mengangguk lugu membuat Jessica tersenyum puas. Felly segera menggandeng tangan gadis itu, membawanya pada kelas mereka.
Kelas Bahasa 2.
KAMU SEDANG MEMBACA
Path of Destiny
Fanfiction[JANGAN LUPA FOLLOW YA, GAES!] ↪ft. 00L Kisah klasik gadis polos bertemu dengan lelaki jakung super menyebalkan