Nguing... Nguing... Nguing...
Suara sirene mobil polisi terdengar sangat lantang hingga memekakkan telinga orang yang berada di sekitarnya. Beberapa petugas polisi turun dari mobil dan segera menyegel tempat kejadian perkara. Suasana pagi hari sangat sibuk di SMA Rafflesia; sekolah asrama swasta terkenal di kota ini, lantaran kepala sekolahnya baru saja ditemukan meninggal secara tragis pada pukul empat pagi tadi. Beberapa siswa bergerombol dan berbincang-bincang dengan seru, sepertinya tengah asyik membicarakan tentang bagaimana meninggalnya kepala sekolah mereka. Apalagi di hari-hari menjelang peringatan hari ulang tahun sekolah.
Merasa jenuh di dalam mobil karena tak segera dipanggil, akupun memutuskan untuk turun dan mendekati lokasi kejadian yakni koridor sekolah. Sekumpulan siswa laki-laki yang sedang menongkrong di dekat pintu masuk sekolah melihatku dengan tatapan mengejek seakan hendak mengatakan "Ngapain lo disini?", tetapi ada satu dari mereka yang menatapku dengan sopan dan menganggukkan kepalanya. Akupun menganggukkan kepalaku ke arahnya, tanda bahwa aku merespon sapaannya. Tak sengaja saat lewat, aku mendengar percakapan diantara mereka.
"Eh, siapa sih itu? Kok lo kayak kenal dia" tanya salah satu siswa itu.
"Gue nggak kenal dia tuh, tapi kalo dilihat dari gaya berpakaiannya yang berjas panjang formal dan cara dia memandang dengan tajam, udah bisa ditebak kalo dia seorang detektif. Wajar aja kan ada detektif di tengah situasi begini," jawab siswa yang mengangguk kepadaku tadi.
Aku tetap berjalan dengan langkah biasa menuju lokasi kejadian. Seorang guru menyambutku dengan hangat saat aku sudah tiba disana.
"Halo detektif, saya Tomi, kepala bagian sarana prasarana sekolah ini. Saya yang menyewa Anda untuk menyelidiki kasus kematian kepala sekolah kami," kata Pak Tomi sambil menjabat tanganku.
"Selamat pagi, Pak Tomi. Semaksimal mungkin saya akan menyelidiki dan memecahkan kasus ini," kataku.
Karena terlalu serius tentang kasus kematian kepala sekolah SMA Rafflesia, hingga aku lupa memperkenalkan diri. Velisa Andriani namaku. Seorang detektif atau investigator yang bisa dibilang cukup belia karena aku baru saja hendak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Meski begitu, aku telah membantu menyelesaikan beberapa kasus bersama petugas polisi. Di kalangan klien dan polisi, aku akrab disapa Detektif Velisa.
"Apakah rekonstruksinya sudah bisa dimulai?" tanyaku.
"Tentu," jawab Inspektur Rian.
Reka ulang kejadian berlangsung sangat dramatis. Mendiang kepala sekolah SMA Rafflesia, Pak Rio, tewas mengenaskan dengan cara ditikam dengan pisau tajam dari arah belakang. Rekaman kamera pengawas pada saat kejadian mendadak lenyap begitu saja. Masih ada sisa bercak darah yang mengering di lantai koridor sekolah itu. Hasil forensik menyebutkan waktu kematian Pak Rio adalah enam jam sebelum diautopsi. Maka wajar saja jika darah di lantai sampai mengering.
"Kami memiliki beberapa nama yang penting untuk proses interogasi," ucap Inspektur Rian kepadaku setengah berbisik.
Aku melihat daftar nama yang tertulis di buku saku milik Inspektur Rian. Hampir semua nama tersangka berposisi sebagai guru di sekolah ini. Tertulis juga nama Pak Tomi di daftar. Kecuali satu nama, cukup aneh bila dimasukkan ke daftar tersangka pembunuhan. Karena ia hanya seorang siswa.
_____________________________________________
Halo! Ini bagian pertama dari cerita ini ya hehehe. Terima kasih bagi yang udah baca cerita aku. Jangan lupa komen dan votenya xixixi. See you! <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Murder of the Principal [END]
Mystery / ThrillerSMA Rafflesia, suatu sekolah asrama swasta elit di kota itu tengah gempar tatkala kepala sekolahnya ditemukan tewas secara mengenaskan di koridor sekolah. Velisa Andriani, detektif remaja berusia 18 tahun, berusaha menyelidiki penyebab dan siapa pel...