Bagian 17 - Diskusi

2.2K 349 1
                                    

Kami telah tiba di kantor polisi. Aku dan Inspektur Adi masuk duluan sedangkan Inspektur Rian harus memarkirkan mobil terlebih dahulu. Aku ingin segera bertemu dengan Detektif Tio untuk mendiskusikan apa yang aku temukan tadi.

"Hai, kalian sudah datang," sapa Detektif Tio saat aku dan Inspektur Adi masuk ke dalam ruang kerjanya.

"Sudah," jawab Inspektur Adi singkat.

"Apa yang sedang kau lakukan, Detektif?" tanyaku.

"Memeriksa barang bukti lagi, tapi bukan milik Bu Ima," jawab Detektif Tio.

"Pisau itu," kataku sambil mengganti sarung tangan.

"Tepat. Benar-benar tidak ada sidik jari yang bisa diperiksa ya," kata Detektif Tio.

"Kami sudah memeriksa benda itu beberapa hari lalu, dan hasilnya tetap nihil," kata Inspektur Adi.

"Dimana biasanya kita bisa menemukan sebuah pisau? Tentu di dapur bukan. Pelaku pembunuh Pak Rio mungkin ingin menjebak Bu Ima selaku juru masak, maka ia membunuhnya dengan pisau," kataku.

"Itu bisa menjadi sebuah motif. Jika ia memang murni ingin membunuh, maksudku tidak dengan menjebak orang lain, tentu ia akan membunuh dengan cara yang mudah mungkin seperti mencekik," kata Detektif Tio sambil mempraktekkan gaya mencekik.

"Bisa juga jika ia ingin membunuh dengan cara yang sangat praktis, ia bisa menggunakan pistol. Meskipun akan meninggalkan banyak bukti," kataku.

"Jadi apa yang kalian temukan tadi?" tanya Detektif Tio.

"Kertas partitur lagu," jawab Inspektur Adi sambil minum air mineral dari gelasnya.

"Apa? Coba sini aku lihat," kata Detektif Tio. Aku menyerahkan partitur lagu itu pada Detektif Tio.

"Aku menemukan partitur ini di bawah tempat tidur Bu Ima. Kami juga membawa koleksi kaset dan DVD musik milik Bu Ima, mungkin akan berguna nanti. Karena penasaran, aku dan Inspektur Adi menanyakan langsung partitur ini pada Bu Diana, pengajar musik di sekolah itu. Dan apa jawaban dari Bu Diana? Tebak lagu apakah itu, Detektif?" kataku.

"Aku tidak tahu," kata Detektif Tio sambil membalik lembar partitur itu.

"Fruhlingsstimmen," kata Inspektur Adi.

"Lagu yang sama dengan permintaan Pak Rio pada tim orkestra dua hari sebelum dibunuh," kataku.

"Maksudmu pembunuhan Pak Rio berkaitan dengan Bu Ima?" tanya Detektif Tio.

"Kurang lebih, Detektif," kataku sambil duduk di kursi yang ada di ruangan itu.

"Bisa jadi Bu Ima yang membunuh Pak Rio, kemudian ia sengaja bunuh diri dengan racun sianida itu," kata Inspektur Rian tiba-tiba datang.

"Aku telah meletakkan semua kaset dan DVD itu bersama barang bukti yang lain. Sangat melelahkan membawa dua kardus besar itu," kata Inspektur Rian mengeluh.

"Aku rasa aku tidak sepemikiran denganmu, Inspektur," kata Detektif Tio.

"Aku pun," kataku sambil menunduk.

"Dengar, bahkan kedua detektif itu tidak sependapat denganmu," kata Inspektur Adi meledek Inspektur Rian.

"Oke aku akan keluar saja dan menikmati roti isi di mejaku," kata Inspektur Rian sambil keluar.

"Apakah dia benar-benar marah?" tanya Detektif Tio.

"Tidak, tidak mungkin," jawab Inspektur Adi terkekeh sambil keluar mengikuti Inspektur Rian. Tinggal aku dan Detektif Tio di ruangan itu.

"Detektif, aku memikirkan sesuatu yang menurutku ini berkaitan. Seseorang berniat membunuh Bu Ima karena mungkin Bu Ima mengetahui siapa pelaku pembunuhan Pak Rio. Kemudian pelaku pembunuh Pak Rio ini mengirim surat-surat ancaman kepada Bu Ima agar ia tetap tutup mulut," kataku serius.

"Jadi maksudmu pembunuh Pak Rio dengan pembunuh Bu Ima adalah orang yang sama?" tanya Detektif Tio.

"Tepat. Dalam waktu berdekatan, ia bisa membunuh dua orang sekaligus," kataku.

"Sebenarnya aku juga memikirkan hal yang sama, Detektif Muda," kata Detektif Tio.

"Not lagu ini sama dengan lagu permintaan Pak Rio sebelum dibunuh. Mungkin Pak Rio tahu bahwa nyawanya sedang terancam sehingga ia menyerahkan not lagu itu pada Bu Ima. Tapi apa alasannya?" kata Detektif Tio.

"Atau Bu Ima adalah orang yang menemukan kertas partitur itu di meja Pak Rio," kataku.

"Maksudmu Bu Ima sempat masuk ke ruangan kepala sekolah sebelum polisi tiba?" tanya Detektif Tio.

"Benar. Sepertinya Bu Ima melakukan seperti yang kita lakukan. Ia berusaha menyelidiki kasus pembunuhan Pak Rio secara diam-diam, kemudian ia berhasil menemukan kertas partitur lagu itu di meja ruang kepala sekolah. Ia membawanya ke paviliun itu dan mengamankannya di bawah tempat tidur. Sepertinya pelaku pembunuh Pak Rio mengetahui hal ini dan ia ketakutan jika kedoknya terbongkar. Tidak tanggung-tanggung, ia juga membunuh Bu Ima. Dengan seperti itu, tidak ada lagi yang akan membongkar kejahatannya, kecuali kita," kataku panjang lebar.

"Pemikiran yang jenius, Nak. Lalu jika memang Bu Ima mengetahui siapa pelaku pembunuh Pak Rio, mengapa ia tidak melaporkannya pada polisi?" tanya Detektif Tio.

"Karena ia ingin mengumpulkan barang bukti, Detektif. Contohnya partitur lagu ini. Bu Ima berpikir bahwa lagu Fruhlingsstimmen yang diminta Pak Rio adalah suatu petunjuk, jadi ia membawa not lagu ini bersamanya," jawabku.

"Petunjuk?" tanya Detektif Tio.

Deg! Jantungku terasa berhenti sejenak setelah mendengar pertanyaan dari Detektif Tio.

"Petunjuk!" kataku setengah berteriak. Membuat Inspektur Rian dan Inspektur Adi yang mendengarnya merasa terkejut, kemudian menghampiri kami.

"Apa kalian menemukan petunjuk?" tanya Inspektur Rian.

"Detektif Muda sepertinya menemukan sesuatu," kata Detektif Tio.

"Apa itu?" tanya Inspektur Adi.

___________________________________________

Nggak kerasa udah sampe bagian 17 ya. Terima kasih udah baca cerita aku. Jangan lupa komen dan votenya yaa. See you!

Murder of the Principal [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang