Inspektur Adi mempersilakan seorang tersangka yang diketahui bernama Aden itu untuk masuk ke ruangan. Aden berjalan menuju kursi interogasi dengan langkah kaku dan tegang. Aku masih duduk di kursi yang sama sejak interogasi dimulai tadi sembari melipat tanganku di depan. Aden sudah berada di hadapan kami dengan wajah serius dan sedikit sorot mata ketakutan. Seperti biasa Inspektur Adi sudah mempersiapkan buku saku dan pena kecilnya.
"Aradhana Aden Putra, 17 tahun, siswa?" tanya Inspektur Rian memulai interogasi.
"Benar," jawab Aden singkat.
"Dimana Anda pada saat hari kejadian?" tanya Inspektur Rian.
"Saya sangat sibuk hari itu. Benar-benar sibuk untuk mempersiapkan acara hari ulang tahun sekolah. Sangat melelahkan kesana kemari sejak pagi hingga malam. Pagi hari mulai pukul setengah delapan, saya mengurus susunan acara yang berkaitan dengan kehadiran kepala sekolah. Namun berhubung Pak Rio sedang ada tamu dinas dan tidak bisa diganggu, maka saya meminta pertimbangan dengan Pak Arka selaku wakil kepala sekolah. Saya berada di ruang Pak Arka cukup lama karena banyak susunan acara yang perlu direvisi, jadi sekitar pukul sepuluh pagi saya baru selesai berurusan dengan Pak Arka," cerita Aden.
"Setelah itu apa yang Anda lakukan?" tanya Inspektur Rian lagi.
"Saya menyerahkan berkas susunan acara yang telah direvisi kepada Clara, karena dia sekretaris acara ini, di ruang organisasi. Setelah itu saya bergegas menuju ruang kesenian untuk berlatih musik yang akan dipentaskan pada pembukaan acara hari ulang tahun sekolah. Meski sebelumnya saya telah menyampaikan maaf dan izin ke Bu Diana jika semisal saya terlambat datang karena mengurus acara, tetapi saya tidak ingin melewatkan latihan itu," kata Aden.
"Kenapa?" tanyaku penasaran.
"Karena lagu itu cukup sulit bagi kami, dan kami hanya memiliki waktu yang terbatas untuk berlatih. Sebelumnya kami memang sudah berlatih sejak jauh hari demi acara tahunan sekolah ini, namun tiba-tiba pada hari Kamis lalu, Pak Rio datang untuk melihat latihan dan meminta kami untuk membawakan satu lagu yang beliau inginkan," kata Aden.
"Lagu apa itu?" tanya Inspektur Rian.
"Fruhlingsstimmen," jawabku lirih.
"Astaga, lagu klasik itu?" tanya Inspektur Rian.
"Iya," jawab Aden sambil menganggukkan kepalanya.
"Lagu itu akan dibawakan saat acara pembukaan hari ulang tahun sekolah Sabtu mendatang, atas permintaan pribadi dari Pak Rio. Meski pengajar kesenian kami, Bu Diana, tahu bahwa lagu itu bukanlah lagu yang mudah, tetapi beliau tetap menerima permintaan itu. Dan kami hanya memiliki waktu singkat untuk berlatih," kata Aden.
"Setelah dari berlatih musik, kemana Anda pergi?" tanya Inspektur Rian.
"Latihan musik selesai pada pukul dua dan dilanjutkan lagi setelah acara makan malam. Setelah dari ruang kesenian, saya kembali ke ruang organisasi untuk menanyakan kesiapan acara. Tetapi sebelum ke ruang itu, saya mampir ke kantin sekolah untuk makan siang sebentar. Sekitar pukul tiga sore saya pergi ke ruang organisasi dan tidak ada seorangpun disana, mungkin panitia acara sudah selesai berdiskusi dan mereka sedang beristirahat saat itu. Jadi saya memutuskan untuk pergi ke ruang kepala sekolah memastikan apakah Pak Rio sudah selesai dengan tamu dinasnya atau belum," kata Aden.
"Dan ternyata?" tanyaku.
"Pak Rio masih menemui tamu dinasnya, jadi saya memutuskan untuk pergi ke asrama dan beristirahat sampai jam makan malam," jawabku.
"Apakah Anda bertemu dengan Pak Rio pada hari itu?" tanya Inspektur Rian.
"Saya melihat beliau saat acara makan malam, tetapi karena beliau sedang mengobrol serius dengan beberapa guru, jadi saya mengurungkan niat untuk menyapanya," jawab Aden.
KAMU SEDANG MEMBACA
Murder of the Principal [END]
Mystery / ThrillerSMA Rafflesia, suatu sekolah asrama swasta elit di kota itu tengah gempar tatkala kepala sekolahnya ditemukan tewas secara mengenaskan di koridor sekolah. Velisa Andriani, detektif remaja berusia 18 tahun, berusaha menyelidiki penyebab dan siapa pel...