Aku meletakkan botol minumanku setelah Inspektur Adi memanggil seseorang untuk masuk ke ruangan. Wanita semampai itu berjalan menuju kursi kemudian duduk di hadapan kami.
"Baik, apakah Anda sudah siap?" tanya Inspektur Rian. Wanita itu mengangguk kecil. Inspektur Adi mempersiapkan pena dan buku sakunya.
"Diana Anggraini, 35 tahun, di sekolah ini sebagai pengajar kesenian. Benar?" tanya Inspektur Rian.
"Tepat," jawab wanita yang bernama Bu Diana itu.
"Dimana Anda pada saat hari kejadian?" tanya Inspektur Rian.
"Saya melatih paduan suara dan tim orkestra untuk acara pembukaan hari ulang tahun sekolah sejak pagi hingga siang sekitar pukul dua di ruang kesenian. Lalu kami istirahat hingga acara makan malam selesai. Kemudian kami melanjutkan latihan lagi dari selesai makan malam sekitar pukul setengah delapan hingga pukul sepuluh malam," jawab Bu Diana panjang.
"Apa yang Anda lakukan dari pukul dua siang hingga acara makan malam?" tanyaku setelah sekian lama tidak mengajukan pertanyaan. Bu Diana terlihat terkejut melihatku. Mungkin karena aku masih terlihat muda tetapi ikut mengurus kasus pembunuhan serius.
"Hmm... Coba saya ingat kembali," jawab Bu Diana sambil mengingat-ingat.
"Oh! Saya memeriksa beberapa alat musik di ruang kesenian sebab banyak siswa yang mengeluh karena alat musiknya rusak. Tapi setelah saya periksa ternyata alat-alat musik itu tidak rusak, melainkan hanya kotor dan banyak berdebu saja, maka saya dan dibantu beberapa orang siswa membersihkan alat-alat musik itu hingga sore," jawab Bu Diana.
"Jam berapa Anda selesai membersihkan alat-alat musik itu?" tanya Inspektur Rian.
"Sekitar pukul lima sore. Maaf saya tidak tahu waktu pastinya karena saya buru-buru kembali ke ruangan saya untuk mandi dan bersiap diri menjelang acara makan malam," jawab Bu Diana.
"Lalu setelah acara makan malam selesai, Anda dan tim orkestra serta paduan suara masih berlatih lagi?" tanya Inspektur Rian.
"Benar. Karena lagu yang kami bawakan cukup sulit sehingga harus banyak berlatih, apalagi acara pembukaan hari ulang tahun sekolah hampir dekat, kami harus memaksimalkan penampilan," jawab Bu Diana.
"Latihan itu selesai pada pukul sepuluh malam?" tanyaku.
"Ya. Karena batas waktu kegiatan untuk para siswa adalah pukul sepuluh malam, jadi latihan harus selesai pada pukul sepuluh juga," jawab Bu Diana.
"Apa yang Anda lakukan setelah melatih paduan suara dan tim orkestra?" tanya Inspektur Rian.
"Tentu saya kembali ke ruangan saya untuk beristirahat setelah melewati hari yang melelahkan," jawab Bu Diana.
"Apakah hari itu Anda bertemu dengan Pak Rio?" tanya Inspektur Rian.
"Iya, kami bertemu saat acara makan malam. Beliau bertanya kepada saya tentang latihan musik untuk acara pembukaan hari ulang tahun sekolah dan beliau sangat senang mendengarnya karena para siswa-siswi cepat memahami materi latihan," jawab Bu Diana.
"Dan ternyata hari itu adalah hari terakhir saya bertemu beliau," sambung Bu Diana menunjukkan raut sedih.
"Apakah selama ini Pak Rio pernah memiliki masalah dengan seseorang?" tanya Inspektur Rian.
"Setahu saya tidak. Beliau adalah orang yang sangat baik hati dan pemaaf. Saya rasa beliau tidak pernah memiliki masalah dengan orang lain," jawab Bu Diana.
"Apakah Anda tahu siapa yang menemukan jasad Pak Rio di koridor?" tanya Inspektur Rian.
"Aden, bukan? Saya mendengar dari gosip yang beredar di kalangan para guru. Tapi saya belum bisa mempercayai jika itu masih berupa gosip," jawab Bu Diana.
"Apakah Anda mengenal Aden?" tanya Inspektur Rian.
"Dia termasuk salah satu murid kebanggan saya karena sangat berbakat dalam bermain piano. Dia juga dekat dengan beberapa guru juga dekat dengan mendiang Pak Rio," jawab Bu Diana.
"Apa Anda ingat pukul berapa tepatnya Anda meninggalkan ruang kesenian?" tanyaku.
"Sebenarnya tidak pada pukul sepuluh persis karena kami harus membereskan peralatan musik juga. Jadi kemungkinan kami baru meninggalkan ruang kesenian sekitar pukul sepuluh lewat lima belas menit. Para siswa-siswi kembali ke asrama mereka masing-masing dan saya pun kembali ke kamar pribadi melewati ruang..." cerita Bu Diana terputus.
"Astaga!" kata Bu Diana setengah teriak terkejut. Matanya sedikit melotot seperti ketakutan.
"Ada apa?" tanya Inspektur Rian bingung.
"Tidak, tidak. Saya tidak apa-apa," jawab Bu Diana gusar.
"Tolong Anda jangan berbohong, Bu Diana," kata Inspektur Rian.
"Baiklah, baik. Tapi kalian harus berjanji untuk tidak menceritakan kepada siapa-siapa," kata Bu Diana panik.
"Tentu, kami menjaga semua rahasia," kata Inspektur Adi ikut menimpali.
"Saya malu untuk mengatakan hal ini tapi saya mengakui bahwa saya adalah seorang penakut. Saya kembali dari ruang kesenian menuju kamar dan memutuskan melewati koridor ruang kepala sekolah yang memang itu adalah jalan paling terang dibandingkan jalan koridor lain," kata Bu Diana.
"Tentu Anda melewati ruang kepala sekolah," kataku sedikit tertarik dengan cerita lain Bu Diana.
"Iya. Dan saya mendengar suara berisik dari arah ruangan itu," kata Bu Diana dengan sorot mata ketakutan.
"Ruang apa yang Anda maksud?" tanya Inspektur Rian.
"Saya tidak tahu apakah ruang kepala sekolah atau ruang wakil kepala sekolah atau ruang yang lainnya. Yang jelas ketika melewati koridor itu, saya mendengar suara berisik," jawab Bu Diana.
"Suara berisik seperti apa?" tanyaku penasaran.
"Entahlah, tidak begitu jelas, seperti orang yang sedang berdebat. Hampir seperti suara Pak Rio, tapi menurut saya itu tidak mungkin karena pada jam itu tentunya beliau sudah beristirahat di kamarnya," jawab Bu Diana takut.
"Saya tidak tahu apa yang saya dengar, saya takut," kata Bu Diana sambil menunduk.
"Selain kami apakah ada yang mengetahui hal ini?" tanya Inspektur Rian.
"Tidak ada. Karena saya tahu orang-orang pasti akan berpikir bahwa saya sedang mengkhayal dan tidak mempercayai saya," jawab Bu Diana.
"Baiklah Bu Diana, pertanyaan kami sudah selesai. Cerita Anda tadi menjadi rahasia kami juga. Jika ada yang ingin kami tanyakan, kami akan menghubungi Anda lagi. Apabila Anda menemukan bukti atau kecurigaan kepada seseorang, jangan takut untuk mengabari kami. Terima kasih atas waktunya," kata Inspektur Rian sambil berdiri.
"Bu Diana, jika saya boleh tahu, lagu apa yang akan kalian tampilkan di acara pembukaan hari ulang tahun sekolah nanti?" tanyaku tertarik.
"Fruhlingsstimmen karya Johann Strauss II. Lagu ini atas permintaan mendiang Pak Rio dua hari sebelum beliau meninggal. Padahal sebelumnya kami telah mempersiapkan lagu klasik lain," jawab Bu Diana.
"Oh begitu, baiklah terima kasih, Bu," kataku.
Bu Diana menyalami kami kemudian meninggalkan ruang interogasi itu. Aku memejamkan mata dan memikirkan kembali cerita-cerita janggal Bu Diana. Terbayang pula nada-nada dari musik instrumental Fruhlingsstimmen di benakku.
"Akhirnya kau bekerja juga, Nak," kata Inspektur Rian sedikit meledek.
"Menyebalkan," kataku dengan menatap malas.
"Oke kita lanjut interogasi yang berikutnya, ya," ajak Inspektur Adi.
Ini yang kutunggu, batinku.
------------------
Hai! Udah sampe bagian 4 aja nih. Jangan lupa comment dan vote ya. Terima kasih udah baca cerita aku. See you!
KAMU SEDANG MEMBACA
Murder of the Principal [END]
Mystery / ThrillerSMA Rafflesia, suatu sekolah asrama swasta elit di kota itu tengah gempar tatkala kepala sekolahnya ditemukan tewas secara mengenaskan di koridor sekolah. Velisa Andriani, detektif remaja berusia 18 tahun, berusaha menyelidiki penyebab dan siapa pel...