10. Kenangan

565 90 3
                                    

Terimakasih, terimakasih untukmu. Karena kehadiran mu, aku mampu melewati masa kelam ku. Kau seperti cahaya yang memaksa menerobos saat aku tidak ingin menerima dunia dengan segala keegoisannya.

***

Malam ini langit begitu gelap, suara hujan seperti tentara yg siap menyerang siapa saja. Membasahi siapapun yang ingin melewatinya. Suara guntur dan kilat bagaikan cambukan. Hujan malam ini sangat deras dan lebat.

Duaarr

Duuaarr

Angkasa terbangun dari tidurnya, ia mendengar suara petir yang mampu merobek gendang telinganya. Tapi itu tidak seberapa, dia sekuat mungkin menutup telinganya, mencoba tidak mendengar suara hujan dan petir yang tengah beradu. Trauma psikis yang di derita Angkasa saat menyaksikan kedua orangtuanya tiada tepat di depan matanya. Kenangan masa kecil yang sebenarnya ingin ia kubur sedalam mungkin. Tentang kecelakaan itu, tentang hujan dan petir yang seakan mengambil paksa kedua orangtuanya.

"Mama!!" Panggil Angkasa

Angkasa ke luar dari kamarnya, dengan langkah gontai sambil tetap menutup telinganya ia berjalan membuka pintu kamar di sebelah kamarnya. Dibukanya ruangan itu, terlihat seorang pemuda yang terlelap dalam tidurnya. Sebenarnya ia tidak ingin mengganggu saudaranya. Terlebih mereka sudah sama-sama dewasa saat ini, tapi rasa takut Angkasa mengalahkan itu semua.

"Aksara" panggil Angkasa dengan suara agak bergetar.

"Aksara" panggilnya kembali sambil memukul pelan pundak pemuda itu, yang dibangunkan menoleh kepada seseorang yg sudah mengusik tidurnya.

"Angkasa? Ada apa?" Tanyanya

Duuuaaaarrr!!!

Suara petir kembali terdengar. Aksara menoleh ke arah jendela, lalu menoleh ke arah Angkasa. Dia sadar saudaranya saat ini pasti mengingat kejadian itu.

"Boleh aku tidur di kamarmu malam ini?" Tanya Angkasa. Meski tidak diijinkan, dia juga tidak akan memaksa. Karena mereka bukan lagi anak-anak yang tidur berdua dalam satu kamar.

"Kemarilah" Aksara menggeserkan tubuhnya, mempersilakan Angkasa berbaring di sampingnya.

"Kau tidak keberatan?" Tanya Angkasa

"Tidak, untuk apa? Kamu ini saudaraku"

Angkasa berbaring di samping Aksara. Suara petir masih terdengar keras, Angkasa kembali menutup telinganya. Aksara memandang saudaranya itu, dibalik tubuh Angkasa yg atletis, baginya Angkasa adalah adik yang perlu dia jaga.

Aksara menarik selimut untuk Angkasa.

"Pakai selimutmu, hujan akan segera reda. Tidurlah! Tidak perlu takut, aku di sini" Aksara menenangkan saudaranya.

"Hm" jawab Angkasa.

"Tubuhmu sudah besar, tapi kau masih adik kecilku Angkasa hehe" Aksara sedikit terkekeh melihat saudaranya.

"Ck" jawab singkat Angkasa.

"Hehe sudah ayo tidur, besok kita masih ada kuliah" Aksara menepuk pundak Angkasa hingga tanpa sadar dirinya terlelap. Aksara yang melihat saudaranya sudah terlelap, diapun ikut terlelap.

Aksara Angkasa | Renjun & Jeno ✓ [MASA REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang