13. Sebuah Pengakuan

608 92 1
                                    




Hari ini adalah hari yang sangat sibuk, bagaimana tidak, tiga hari lagi sudah acara anniversary prodi desain grafis akan dilaksanakan. Semua pengurus sangat sibuk, mereka sedang mendekor aula yang akan digunakan untuk tempat acara. Setiap tim melaksanakan tugasnya masing-masing, menata kursi penonton, menata panggung, mencoba lighting, menyocokkan waktu acara.

Gadis berambut pendek sedang mendekor panggung. Dia memasang beberapa hiasan, tubuhnya ditumpu menggunakan kursi plastik, agar tangannya sampai ke tempat pernak pernik ini ditempelkan. Gadis itu kesulitan, kakinya agak dijinjitkan.

"Kenapa tinggi banget sih!" Gerutunya.

"Hati-hati Van, nanti loe jatuh" kata salah satu rekannya

"Tenang aja gak bakal kok"

Brak!!

Benar saja, kursi tempat kakinya bertumpu tiba-tiba oleng, membuat tubuhnya terjatuh, gadis itu jatuh dengan lengan yang mencoba menahan tubuhnya.

"Vana!!!" Teriak rekan-rekan di dekatnya.

"Iisshh" serunya.

"Van, loe gak papa?" Tanya seorang gadis

"Gak papa lecet doang nih"

"Awas!" Seorang pemuda memecah kerumunan itu. Haikal kini menggendong Vana di pundaknya. Gadis itu di gendok paksa tanpa ijinnya.

Keduanya menuju ke ruang himpunan, meninggalkan yang lainnya.

"Ada apa?" Aksara yang baru selesai mengecek ruang audio datang, karena dari kaca sekat ia mengecek audio yang tepat berhadapan dengan panggung namun ada di sisi atas melihat rekan-rekan berkerumun.

"Itu Sa, si Vana barusan jatuh. Habis dekorin panggung" jelas seseorang

"Terus sekarang Vana di mana?"

"Udah di bawa Haikal Sa"

"Syukurlah, sekarang lanjutin lagi. Nanti sore kita gladi kotor, besok pagi gladi bersih"

"Baik Sa!"

Aksara menoleh sebentar ke arah pintu keluar aula, seakan-akan melihat bekas siluet kedua sahabatnya. Semoga saja Vana tidak apa-apa, lagipula sudah ada Haikal.

Haikal dan Vana saat ini sedang di dalam ruang himpunan, didudukkannya Vana di salah satu kursi rapat.

"Gue gak papa kali Kal, santai aja"

"Loe diem di sini, gue cari kotak P3K dulu di lemari" Haikal meninggalkan Vana. Gadis itu tersenyum.

"Loe gak berubah Kal" bisiknya pelan.

Ditangan Haikal saat ini sudah ada kotak P3K. Dibukanya kotak yang berisi tentang beberapa obat luka.

"Mana tangan loe yang lecet tadi?!" Tanya Haikal. Gadis itu menunjukkan siku tangannya yang agak lecet akibat gesekan dengan panggung.

Haikal sangat telaten membersihkan luka Vana, sedari tadi mata Haikal merasa enggan menatap gadis di depannya itu. Sedangkan sang gadis setia memandang pemuda berkulit sawo matang itu.

"Ngak usah ngeliatin gue kayak gitu kali, gue tahu gue ganteng"

"Cckk. Pede banget loe!"

"Lain kali hati-hati"

"Thanks Kal"

"Hmm"

Keduanya masih terdiam. Sejak masih menjadi mahasiswa baru, Vana sudah mengagumi Haikal, sifat Haikal yang mudah bergaul, humoris, ceria dan humble sudah memikat pandangan Vana. Beruntungnya dia tidak menyangka akan satu prodi dan satu kelas dengan Haikal, bahkan satu organisasi dengan pemuda yang ia kagumi.

Aksara Angkasa | Renjun & Jeno ✓ [MASA REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang