20. Awal dari pengorbanan

1K 104 13
                                    

Jika aku diijinkan untuk meminta, maka aku akan meminta untuk menukarkan ragaku untuk mu

***

Bulan semakin tinggi, bintang semakin terang, hawa sudah mulai dingin. Kesunyian malam seakan memberikan sebuah peringatan akan hal yang tidak bisa dibayangkan. Mobil Aksara terparkir di depan salah Rumah Sakit swasta di Jakarta, dengan tergesa-gesa pemuda itu membuka pintu belakang, di rangkulnya Angkasa di pundaknya, dibantu Haikal dan Jeva, sedangkan bunda berlari meminta bantuan ke dalam.

"Tante?" Sapa seorang dokter muda.

"Dion?" sapa Bunda dengan wajah pucat.

"Kenapa Tante?" Pertanyaannya belum sempat terjawab dokter muda itu melihat tiga orang pemuda yang terlihat kesulitan memapah seorang pemuda yang sudah tidak sadarkan diri.

"Angkasa?!" Sebutnya "Suster bawakan kereta pasien sekarang!" Pintanya kepada beberapa perawatan. Perawat itu berlari dan kembali membawa kereta pasien.

"Baringkan Angkasa di sini Sa!" Titahnya. Tubuh Angkasa di dorong menuju UGD untuk mendapatkan penanganan.

Bunda, Aksara, Haikal dan Jeva diminta untuk menunggu di luar ruangan, dokter muda bernama Dion terlihat sedang mengecek kondisi Angkasa. Seketika dokter itu mengerutkan dahinya, dipasangkan alat infus di tangan Angkasa. Beberapa setelah pemeriksaan, Dion keluar dari ruangan.

"Mas gimana Angkasa?" Tanya Aksara dengan mata penuh kekhawatiran, sedangkan Bunda sudah terduduk di temani Haikal yang mencoba menenangkan.

"Aksara, Angkasa sudah berapa kali seperti ini?" Tanya dokter muda itu menyakinkan praduganya.

"Ini pertama kalinya Mas" jelas Aksara

"Atau ada gejala dia merasa sakit di area dadanya, terutama dada sebelah kiri?" Aksara berpikir sejenak, memang benar Angkasa akhir-akhir ini sering merasa sakit dan memijat dada kirinya.

"Iya Mas, pernah"

"Sering?"

"Sering Mas" sanggah Jeva "Angkasa sering begitu sebelum pertandingan basket Mas, saya sering melihat Angkasa merintih dan memegang dada sebelah kirinya, saya sudah minta dia untuk periksa mas tapi Angkasanya menolak" tambah Jeva.

"Dion, memangnya Angkasa kenapa?" Tanya Bunda dengan wajah penuh kekhawatiran.

"Ini hanya praduga Dion saja Tante, lebih akuratnya besok ijin untuk memeriksa Angkasa lebih detail Tante, besok Angkasa Dion CT-Scane"

"Harus? Sakit Angkasa gak parah kan?"

"Tante.." dokter muda itu menggenggam tangan Bunda "Doakan semoga Angkasa tidak apa-apa Tante, Dion hanya memastikan, dan semoga praduga Dion salah. Untuk sementara Angkasa di rawat di sini dulu ya Tante" Bunda hanya bisa pasrah dan berharap semoga tidak terjadi apa-apa kepada putranya.

Angkasa sudah dipindahkan ke ruang pasien, di ruangan ini hanya di isi dua pasien. Angkasa dan seorang laki-laki paruh baya, laki-laki itu di dampingi sang istri. Bunda mengusap kening wajah putranya yang terbaring, berdoa semoga semuanya baik-baik saja. Aksara yang berdiri di samping hanya menatap saudaranya tanpa berpaling, pemuda manis itu mencoba tenang, karena jika dia juga gelisah maka Bunda akan semakin bingung.

"Bunda ini Roti sama air, Bunda makan ya. Bunda belum makan malamnya" pinta Jeva yang memberikan sebuah roti dan sebotol air.

"Terimakasih Jeva, tapi Bunda gak lapar" pandangan bunda tetap mengarah kepada Angkasa.

"Bun, Bunda makan ya. Kalau Angkasa tahu Bunda gak makan karena mikirin Angkasa, Aksara bisa kena omel. Bunda makan ya meski sedikit" pinta Aksara, dan akhirnya Bunda mengiyakan.

Aksara Angkasa | Renjun & Jeno ✓ [MASA REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang