Ku ucapkan terima kasih kepada semesta karena telah mengijinkan ku bertemu dengan mu
Ketegangan masih terasa di kantin. Dua pemuda yang masih berkutat menjadi tontonan bagi mahasiswa yg awalnya hendak ingin melepas penat. Mereka termangu hanya mampu meringis.
Bugh
Angkasa mencengkeram kerah baju pemuda yang kini dibibirnya telah ada bercak darah. Mereka saling menatap, tatapan saling benci.
"Lo boleh hina gue, tapi ngak buat almarhum nyokap gue!!" Pemuda yang ada di cengkraman Angkasa hanya memberikan senyuman masam.
"Kenapa? Bukannya itu fakta? Nyokap lo itu cuma perempuan murahan hah!!"
"BANGSAT!!"
Bugh
Sekali lagi Angkasa melayangkan pukulannya, pemuda itu yang awalnya tidak melawan, kini memberikan balasan. Ia menghantam wajah tampan Angkasa, sampai tubuh Angkasa terhuyung ke belakang.
"Sa, udah Sa. Percuma lo ladenin orang modelan kek Lukman!" Jeva kembali menenangkan sahabatnya itu. Tapi amarah Angkasa sudah memuncak. Dia kembali menghajar pemuda yang ada di depannya tanpa ampun, mereka terus saling memukul.
"ANGKASA!!!" Teriakan seseorang mampu menghentikan pukulan Angkasa. Semua mahasiswa yang ada di sana menoleh kepada pemilik suara. Dia Aksara.
Aksara mendekati dua pemuda yang babak belur itu, diikuti Haikal yang mengekori di belakang. Ditariknya lengan Angkasa menjauh dari pemuda yang telah meringkuk.
"Berhenti!!" Angkasa mundur mengikuti tarikan sang Kakak. Sedangkan dua pemuda yang ada di belakang mereka hanya mengamati.
"Ini awalnya gimana sih Jev? Kok bisa sampe bonyok begitu mereka?" Tanya Haikal pada Jeva
"Aduh, ntar deh gua ceritain."
"Oke."
Angkasa hanya menunduk semenjak Aksara menghampirinya. Dia enggan menoleh kepada sang Kakak.
"Cukup ajang kekuatannya, kita ke ruang kesehatan sekarang," ajak Aksara kepada saudaranya itu.
"Heh, anak wanita jalang!! Urusan kita belum selesai!!"
Bugh
Satu hantaman melayang tepat di tembok samping wajah pemuda itu. Semua mata tidak percaya akan hal itu. Bukan Angkasa yang memberi pukulan, melainkan Aksara.
"Sekali lo sebut adik gue seperti itu, akan gue robek mulut lo," bisik Aksara dan mampu membungkam pemuda itu. Haikal dan Jeva tidak percaya, mulut mereka menganga bukan karena takjub, tapi karena heran. Mereka heran laki-laki selembut dan setenang Aksara mampu melakukan hal itu. Angkasa hanya mematung melihat tindakan yang dilakukan kakaknya.
Aksara melepaskan pukulannya dari tembok, dia menghantam begitu keras, sehingga mampu membuat tembok itu retak. Tangannya berdarah, darah segar mengalir di sela-sela jarinya. Ia melewati Angkasa.
"Ikut aku sekarang!" Tanpa bantahan Angkasa mengikuti kakaknya berjalan, tidak lupa Jeva dan Haikal yang ikut mengekor.
Selama berjalan, Angkasa terus menunduk. Rambutnya menutupi wajahnya yang babak belur. Diliriknya tangan sang kakak, darah segar masih mengalir, sesekali menetes. Angkasa meringis, dia yakin tangan Aksara pasti sakit. Ia semakin menunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Angkasa | Renjun & Jeno ✓ [MASA REVISI]
Fiksi Remaja[ Difollow dulu yuk kak :) ] Ketika semesta mempertemukan dua darah yang seharusnya tidak saling bertemu, hingga membagi lukanya "Jika Angkasa merupakan lembaran hitam legam yg kelam, maka Aksara akan menuliskan sebuah kisah dengan tinta keemasannya...