|22| Rumah pohon

1.5K 114 6
                                    

lidahmu lebih tajam dari pedang
---

Angin sore berhembus menerpa wajah gadis yang sedang meneteskan air mata. Mencengkram kuat bajunya, sesak di dada tak kunjung pulih. Ia menatap langit jingga dengan air mata bercucuran. Sakit hati itu benar-benar membekas di hatinya.

"Masih dipikirin?" tanya Gatra tiba-tiba membuat Zaya langsung menghapus air matanya.

"Gak usah dipikirin," ucapnya seraya duduk di samping Zaya.

Gadis itu menatap Gatra bingung, bagaimana lelaki itu tau bahwa dirinya ada di sini? Padahal taman ini jarang dikunjungi oleh orang-orang. Hanya ia dan Galang yang sering menghabiskan waktunya di sini.

"gak usah nangis Zay, Galang emang brengsek," katanya mengusap pipi Zaya lembut.

"Lo kok ada di sini?" tanya Zaya menatap wajah tampan Gatra.

"Idk, gue tiba-tiba pengen ke sini."

Zaya mengernyit, apa katanya? Berarti dia pernah ke sini sebelumnya.

"Kenapa?" tanya Gatra.

"Berarti lo pernah ke sini?"

"Iya lah, lo liat rumah pohon itu?" kata Gatra sambil menunjuk rumah pohon yang masih terawat.

"Iya tau."

"Itu rumah pohon milik gue, Aaron sama Jeff. Dulu gue sama mereka sering kesini, tapi sekarang jarang. Akhirnya gue yang ngerawat rumah pohonnya sendirian," papar Gatra.

Zaya mengangguk paham, menatap rumah pohon bercat putih itu. Ia tersenyum, pasti di dalamnya bagus. Ia jadi ingin masuk ke dalam.

"Gue pengin masuk Tra, bisa kan?" tanya Zaya.

"Bisa, ayo."

Gatra menggandeng Zaya menuju rumah pohon itu. Zaya menaikinya dengan hati-hati dibantu oleh Gatra.

"Bagus banget Tra," takjub Zaya seraya menggelengkan kepala berkali-berkali.

"Keren banget tau," pujinya lagi.

Gatra tersenyum manis, mengusap puncak kepala Zaya sayang.

"Kalau lo mau ke sini, gue kasih kuncinya ke lo."

Zaya menatap Gatra, lelaki yang selama ini ia kenal bringas dan dingin ternyata sangat hangat bila kita mengenalnya lebih jauh. Mungkin sifat dingin dan bengis hanya topeng saja.

"Kita rawat sama-sama yuk Tra. Kasian kalau ngerawat sendiri," tawar Zaya dengan senyum lebar.

"Boleh, setiap minggu sore gue bersih-bersih sendiri. Kalau lo mau bantu tinggal dateng aja."

Zaya mengangguk antusias. Matanya menatap setiap sudut ruangan dengan takjub, sangat minimalis dan terjaga.

Matanya terpaku pada salah satu foto, ia berjalan mendekat ke arah nakas kemudian menatap foto itu lama.

"Ini kak Dara ya?" tanya Zaya.

"Iya, umur 10 tahun dan gue umur 7 tahun," jelas Gatra.

Pangeran EskuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang