|14| Ungkapan Galang

1.9K 146 8
                                    

Dipendam sesak, diungkapkan sakit.
---

Gadis itu berjalan seraya membawa sebuket bunga. Ia tersenyum kemudian berjongkok, meletakkan sebuket bunga itu di dekat batu nisan sembari mengusapi dengan penuh cinta.

Ia merindukam seseorang yang amat dicintainya. Sebulir air mata menetes di pipinya. Ia terisak, memeluk gundukan tanah yang agak basah. Melampiaskan rasa rindu yang menggebu di hati. Mulut gadis terus menyebut nama sang bunda, wanita hebat di dunia yang pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya.

"Assalamualaikum bunda," lirih Zaya menangis.

"Bunda baik-baik aja kan?" ucap Zaya lagi masih meneteskan air mata.

Gadis itu bertambah terisak. Rindu, itu yang dirasakan. Ia memeluk erat gundukan tanah seraya berkhayal ia sedang memeluk wanita hebatnya.

"Zaya kangeeeennnn banget sama bunda. Maaf ya bunda, Zaya jarang ke sini," katanya seraya memaksakan senyum.

"Bunda tau gak? Kemarin ada yang nakal sama Zaya," adunya kepada sang bunda.

"Zaya takut," gumamnya kecil.

Ia melepaskan pelukan pada gundukan tanah  makam sang bunda. Merapikan rambutnya yang berantakan karena angin yang cukup kencang. Ia siap bercerita lagi.

"Galang gak mau nolongin Zaya," adunya lagi dengan nada sedih, tapi sedetik kemudian ia tersenyum, "Justru Gatra yang mau nolongin Zaya."

Ia mengusap pipi yang bersimbah air mata, mencium sekilas batu nisan dan berdoa sebelum ia pergi. Zaya tersenyum, melambaikan tangannya ke arah makam.

"Assalamualaikum bunda, Zaya pulang dulu ya, Maafin Zaya nggak bisa lama-lama di sini."

Gadis itu meninggalkan pemakaman, berjalan menyusuri jalan memcari angkutan umum. Ia mendesah pelan, sialan! Uang habis. Dengan terpaksa dirinya berjalan untuk sampai ke rumah.

Kakinya melangkah melewati gang kecil yang sepi. Ia berdecak kasar, pilihan melewati jalan pintas itu salah. Ia meneguk ludah saat di ujung jalan terdapat 4 lelaki brandal. Zaya menghela nafasnya kasar, tidak mungkin dirinya berbalik meninggalkan gang. Ini sudah cukup jauh ia berjalan.

Ia menahan nafasnya sejenak saat melewati segerombolan lelaki. Siulan-siulan terdengar di telinganya. Salah satu lelaki dengan rambut bercat merah bangkit, menghampiri Zaya dengan seringaiannya.

"Hai cantik," sapa lelaki itu, kira-kira umurnya 20 tahunan.

Zaya memundurkan tubuh, menghantam pagar besi milik rumah warga. Ketakutan itu mencuat dalam dirinya. Hatinya berdoa dalam hati, berharap ada seseorang penyelamat.

Tangan dingin lelaki itu mencengkram erat pergelangan tangannya. Memajukan wajah menatap Zaya seperti mangsa.

"Main yuk?" ajak lelaki itu tertawa keras.

Teman-temannya juga ikut tertawa keras. Zaya menggeleng, berdo'a dalam hati. Ia tahu apa yang diinginkan lelaki bejat di depan wajahnya.

Tangan lelaki itu membelai kulit, turun perlahan sampai di bibir Zaya yang ranum. Lelaki itu membasahi bibirnya bersiap menerjang mangsa.

Pangeran EskuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang