|9| The night

2.5K 174 10
                                    

Jangan peduli omongan orang tentang kita, biasanya mereka kurang intropeksi dan sadar diri.
---

Gemercik air membasahi bumi, suara petir saling bersahut-sahutan. Suara hembusan angin yang cukup kencang menambah kebisingan malam ini.

"Jadi gak ya?" tanya seorang gadis yang tengah memilin-milin bajunya. Dia gelisah sendiri.

Bangkit dari duduknya, Zaya berjalan menuju balkon kamar. Menatap langit yang sangat gelap.

"Hujannnya deres," ucapnya menghembuskan nafas pasrah.

Ting

Zaya berjalan mendekat ke ranjang, mengambil ponselnya yang tiba-tiba ada suara notifikasi.

0823*******
[Gue jemput]

Zaya mengernyit, siapa nomor tak dikenal ini? Ahh, Zaya tahu pasti Gatra. Sudah gila kah lelaki itu?

"Ini kan hujan, gila banget!" dumel Zaya menghentakkan kakinya.

Zaya membalas pesan itu sambil merasa kesal.

Zaya
[Hujannya deres Tra, gak dibatalin aja?]

Gatra
[Gak]

Zaya merutukinya, kenapa tak memandang situasi sekali. Yakali ngeloyor gitu aja. Lagi pula gimana Zaya meminta izin kepada Bram?

Memikirkannya membuat Zaya memijat pangkal hidungnya. Zaya mengambil sling bag yang tergantung di balik pintu, memasukan ponsel dan dompetnya.

Zaya turun dari tangga berjalan menuju ke dapur, biasanya kalau hujan Bram suka berada di dapur memakan mie atau sekedar minum teh hangat.

Tepat!

Bram sedang duduk dan makan mie dengan nikmat. Zaya tersenyum kecil, mengingat bundanya dulu suka sekali mengomel dengan Bram karena suka sekali dengan mie.

"Ayah," panggil Zaya sambil duduk di samping Bram.

Bram menghadap ke samping kemudian mengangkat satu alisnya masih dengan menyantap mie.

"Kenapa?" jawab Bram sesaat setelah menelan mie-nya.

"Zaya mau minta izin boleh gak?" ujarnya sedikit gemetar. Jujur saja, Zaya sangat rindu dengan Bram lelaki yang dibangga-banggakannya sampai saat ini. Walaupun satu rumah tetapi bagi Zaya dia merasa jauh dengan ayahnya.

"Kemana?" tanya Bram tak acuh.

Zaya menelan salivanya, memandang flat shoesnya yang ia kenakan.

"Ke pesta ulang tahun temen Zaya yah," jawabnya grogi.

"Sama siapa?" tanya Bram lagi, detail.

"Sama temen," ucapnya menunduk sambil meremas bajunya.

"Oke." Abimana bangkit, meletakkan mangkuknya ke wastafel dan pergi meninggalkannya.

Zaya termenung, meneteskan air matanya tiba-tiba. Ia tersenyum getir, kenapa ayahnya berubah? Kenapa ayahnya sangat tak peduli dengannya?

Pangeran EskuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang