Jay Park, seorang pewaris sekaligus pemegang saham tertinggi dibeberapa perusahaan besar di Korea Selatan itu baru saja memasuki sebuah gedung pencakar langit-perusahaan miliknya.
Ia tampak begitu tampan dan gagah dengan kemeja putih yang dibalut oleh jas kerja kantornya.
Bahkan rasanya semesta tak bisa membantah akan hal itu. Terkesan hiperbolis memang, namun itulah kenyataannya.
Kini ia tengah menggiring kedua langkah kakinya memasuki sebuah kotak besi yang baru saja terbuka lantas menekan digit tombol yang tertera guna mencapai ruangan kerja pribadi miliknya. Lantai 30.
Perjalanan menuju kelantai terakhir sekaligus teratas gedung perusahaannya ini memang cukup mengambil banyak waktu. Sebagai seorang yang selalu perfeksionis, Jay bahkan tak pernah melepaskan pandangannya pada sebuah tab dalam genggaman tangannya.
Sesekali jemarinya itu akan bergulir melihat artikel maupun grafik berderet tentang saham perusahaan miliknya. Saking fokusnya menatap benda canggih dalam genggamannya itu, ia bahkan tak menyadari jika pintu lift baru saja terbuka dan sesosok pemuda dengan pantofel hitamnya berjalan memasuki kotak besi itu.
Sebetulnya Jay menyadari hal itu, hanya saja ia terlalu abai dan lebih memilih untuk bergeser sedikit, memberikan ruang diantara dirinya dan si pemuda ber-pantofel hitam tadi.
Omong omong itu karena dirinya memang memiliki tabiat yang terlalu malas untuk sekedar berbasa basi. Terutama dengan orang lain.Setelahnya pintu besi itupun kembali tertutup.
"Ehm..". Si pemuda ber-pantofel hitam itu tampak berdehem kecil. Namun tak jua dapat membuyarkan fokus utama sang Presdir dari layar persegi itu.
" Sepertinya anda sangat sibuk, Sajangnim..".
Jay hanya mengangguk kecil lantas berucap, "ya..".
Dengan nada yang terdengar begitu malas menanggapi. Namun sedetik kemudian, tubuhnya seketika menegang. Iapun bergeming setelah mendengar suara yang teramat begitu familiar ditelinganya.
Perlahan iapun mengalihkan atensinya dan hal pertama yang ia dapati adalah sosok pemuda bersurai kelam dengan senyuman teramat manis yang ditujukan padanya.
"Kau..".
Suaranya terasa begitu tercekat ditenggorokkan tatkala si pemuda manis itu menatapnya kian intens. "Bagaimana bisa kau disini.. Jungwon?".
Si manis belum sempat menjawab pertanyaannya dikarenakan pintu lift yang sudah lebih dulu terbuka.
"Ah.. Maaf Sajangnim, sepertinya kita tak punya cukup waktu untuk mengobrol. Aku harus segera pergi. Jika memang ada sesuatu yang perlu kita bicarakan, aku pastikan kita akan bertemu lagi. Aku permisi". Ucapnya sebelum keluar dari kotak besi tersebut.
**
Jay tampak mengusak surainya dengan begitu frustasi sembari menyandarkan punggungnya dengan kasar pada kursi kerjanya begitu mengingat lagi kejadian tak terduga yaitu pertemuannya dengan si manis. Iapun memijat pelipisnya yang terasa sedikit berdenyut pening.
Tak lama setelahnya, pintu ruangan kerja miliknya pun terbuka. Menampakkan sesosok pemuda dengan balutan jas formalnya berdiri di ambang pintu.
"Sajangnim, kau memanggilku?". Ucap pemuda berperawakan tegap itu dengan suara hoarse khasnya.
Jay lantas mendongakkan pandangannya begitu mendapati pemuda yang bertugas untuk melakukan perekruitmenan terhadap tenaga kerja di perusahaannya itu telah berdiri tepat dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
lacuna | jaywon
Acakstatus : complete / end. [ summary ] "Jika memang kau masih mencintaiku. Kalau begitu, mari kita selingkuh!" " A-apa..".