"Mau main ke timezone gak?" tawar Guanlin ceria dengan mata menelisik area sekitarnya. Mau cari resto yang gak begitu penuh.
"Gak dulu deh, aku udah janji gak boleh pulang kemaleman soalnya."
Guanlin mengangguk pelan, langkahnya segera mendekat pada salah satu tempat makan yang di rasa sepi. Entah kenapa Guanlin milih resto makanan Jepang. Ke timezone sebelum makan itu ibarat ritual mereka.
"Kamu gak apa-apa?" tanya Guanlin menatap wajah Siyeon yang tidak secerah biasanya. Guanlin agak khawatir dong, biasanya Siyeon cerewet banget, ini tiba-tiba diem.
"Aku agak gak enak badan sih, tapi gak apa-apa kok." kata Siyeon jujur kemudian memasuki restoran kesukaannya.
"Aku ada persediaan obat di mobil. Mau aku bawain?" tawar Guanlin menghentikan langkahnya. Tapi, Siyeon menggeleng pelan dan menolak. "Nanti aja di mobil gak apa-apa."
Jarak dari restoran ke tempat parkir lumayan jauh. Siyeon cuman ngerasa gak enak aja, walau perutnya ngerasa mual.
"Btw, kalo di aula itu biasanya kapasitasnya sampe berapa ya?" tanya Siyeon penasaran setelah memesan makanan.
"Hmm, sebenernya bisa sampe lebih dari sepuluh ribu, cuman kan yang dipake kurang dari itu. Makanya rencana kemaren niatnya outdoor biar muat lebih banyak orang, cuman cuaca kayaknya kurang mendukung." jelas Guanlin buat Siyeon mengangguk paham.
"Buat bazzar—"
"Yeon, lebih baik kita gak bahas event dulu gak sih?" potong Guanlin dengan tatapan yang sontak membuat Siyeon terdiam.
"Maaf." gumam cewek itu pelan. Siyeon mendadak bingung mau ngobrolin tentang apa. Padahal banyak permasalahan yang harusnya sekarang dibahas.
"Aku berangkat sekitar awal tahun, sekitar abis ngurus krs, makanya aku berani ambil posisi ketua pelaksana. Aku mau cerita tapi timing-nya belum tepat terus." Siyeon hanya termenung seraya menyimak.
"Tahun depan—hmm... mungkin tepatnya beberapa bulan lagi kita bakal LDR, kurang lebih sekitar satu semester. Kemaren kan kamu bilang gak masalah buat LDR-an...."
Guanlin menggantung kata-katanya. Bibirnya menipis, seraya memandang sembarang arah dengan raut yang tampak berpikir.
"Aku gak yakin ini timing yang bagus buat bilang sekarang, tapi aku harus karena aku bener-bener sayang sama kamu." Tatapan cowok itu kembali menatapnya yang sedari tadi terdiam. Terdiam dengan perasaan yang gak karuan.
"Sebenernya sah-sah aja ya kan kalo aku langsung ke rumah dan ijin langsung ke papa kamu? Tapi, aku takut kamu gak nyaman makanya aku spoiler aja dulu."
Tubuh Siyeon mendadak kaku, bahkan sekedar untuk tersenyum untuk menanggapi omongan Guanlin yang kini sedang tersenyum lebar pun sulit.
"Oh ya, mama sama papa ngajak dinner bareng. Mereka pengen ketemu sama kamu."
Harusnya Siyeon jadi cewek paling bahagia saat ini. Yang ngelamar ini cowok idaman semua orang. Dijamin 99.9% hidupnya gak bakal kekurangan materi, belum lagi sikapnya dewasa, sifatnya yang sopan, dan tuturnya yang lembut nan tegas. Guanlin definisi full package.
"Aku pikir-pikir dulu soal niatan kamu itu, boleh?" tanya Siyeon yang langsung diangguki oleh Guanlin.
Dari sini Siyeon belajar, bahwa yang terbaik tidak selalu tepat. Yang terbaik belum tentu pas atau sesuai.
"Sure. Semua keputusan ada di tangan kamu."
_____
Bunyi suara yang menunjukan kode pass terbuka berdenting pada pukul setengah sembilan malam. Kedatangan Siyeon disambut oleh Jeno yang sedang mengerjakan tugas di atas karpet bersama televisi menyala beserta beberapa bungkus snack dan kaleng-kaleng bir berteberan di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] A Blessing In Disguise (completed)
Fanfictionfrom "friend" to 부부 (bubu). ㅡft. lee jeno x park siyeon ⚠🔞 ⚠non-baku