Dengan wajah yang kusut, langkah yang malas, dan tubuh yang masih lemas ia berjalan keluar mencari Ris yang tadinya tak dapat ia temukan di dalam bunkernya, jika instingnya benar maka Ris sedang berada di atap di mana Aleena membawanya saat itu, langitnya berwarna putih bersih yang membuat seluruh benteng terpias warna bersih yang terang tanpa angin besar yang meniup seperti biasa.
Matanya menatap ke arah atap dan benar saja seperti apa yang dia perkiraan, matanya menangkap sedikit kepala dan rambut coklat Ris di atas sedang duduk entah merenung apa.
Senyuman tersirat di wajah Aleena ketika sampai di atas ia mendapati Ris sedang mengagumi warna langit biru yang sangat indah dan jarang terjadi ketika seluruh awan menjadi bentuk bagaikan ombak.
“Sepertinya ini sudah menjadi spot terbaikmu,” ucap Aleena membuyarkan lamunan Ris, kepalanya menoleh ke arah Aleena di belakang dan tersenyum lebar dengan binar-binar di matanya.
“Aku tidak tahu mau ke mana lagi,” balasnya terkekeh pelan masih tersenyum malu.
“Akupun begitu, tak ada satu tempat lain yang ingin kukunjungi,” ucap Aleena mendapat lirikan kecil dari Ris.
“Apa yang kau fikirkan?” tanya Ris begitu prihatin.
Aleena terdiam sejenak, memilah kata apa yang benar-benar mencerminkan perasaannya kala kegundahan yang meranakan dirinya. “Kebebasan,” nadanya berat dan serak yang merdu.
"Kebebasan apa?" Ris masih bingung. "Bukankah menjadi yang diselamatkan adalah kebebasan dari pahitnya dunia luar?"
Aleena menjadi tergagap. "H-hanya saja, kita harus melakukan sesuatu di sini." Ia menjadi bingung juga.
“Apa kau bosan di sini?” tanya Ris kembali menatap Aleena, keningnya mengerut kecil seraya heran dengan jawabannya tadi.
“Ini adalah rumah,” gumam Aleena.
Ris menggeser kepalanya dan matanya membesar. “Sepertinya ada yang mencarimu,” tutur Ris ketika ia menatap ke arah bawah, seorang lelaki berdiri di bawah menatap tempat kedua wanita itu, menengadahkan kepalanya menatap mereka dengan tatapan senang.
Aleena mengintip ke arah bawah, tangannya ia tekan menahan tubuhnya yang condong ke depan dan melihat sosok lelaki kemarin dari ujung atap.
“Bolehkah aku ke atas?” pekiknya, suaranya masih sama berat dan serak seperti ingatan pendengaran Aleena yang sedang membalas tersenyum manis dan mengangguk mengizinkannya.
Pria itu mulai hilang dan menuju arah bangunan mereka, dari arah tangga mulai terdengar suara langkah kaki yang besar. “Hi semua, apa aku mengganggu kalian di sini?” gubrisnya sesaat sampai di atas, keempat bola mata hanya menatap lelaki itu yang sedikit terengah-engah sampai di atas.
“Tidak sama sekali,” balas ramah Aleena sambil tersenyum.
“Sebaiknya aku kembali, aku ingin membersihkan tubuhku,” tutur Ris di sela-sela diamnya mereka berdua, ia tahu pasti untuk tidak mengganggu mereka di atas sana dan memberikan sedikit waktu untuk Aleena mengobrol dengan lelaki itu.
“Aku tidak pernah tahu namamu,” tuturnya ramah, tatapannya tidak pernah lepas dari mata hijau Aleena.
“Aleena Sharlon,” singkat Aleena.
“Aleena. Aku Yura Korbin,” balasnya tanpa ada jabatan tangan.
“Yura. Salam kenal,” Aleena tersenyum kecil.
“Di sini sangat indah” tuturnya, matanya menjelajah seisi langit dan menerawang sepanjang hutan di depan mereka.
“Aku tahu, aku selalu di sini”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fortless
ActionThe Fort, sebuah benteng tua termegah yang pernah ditemukan ini terbuat dari besi tebal mengelilingi, menjadi satu-satunya tempat teraman di kota. Telah ada sejak puluhan abad silam dan kembali menjadi tempat tinggal semua orang untuk berlindung. K...