8 | That's Not Fair!

22.3K 1.2K 13
                                    

🌹🌹🌹

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌹🌹🌹

Sepeninggal Ivyone, Rene kembali menatap langit-langit di luar jendela.

Duduk dan bersandar di kursi yang berada tepat di depan jendela kamar yang menjulang itu. Ditambah ruangan yang begitu temaram, menyelimuti gelapnya jiwa dan hati Rene.

Pandangan dan tatapan Rene begitu sendu dan menahan begitu banyak nanah di dalamnya.

Krieet ...!

Suara pintu terbuka dengan pelan namun begitu jelas. Kali ini tidak ada dobrakan yang terdengar atau teriakan dan sarkasme. Meskipun begitu, Rene yakin, siapa yang sedang datang kali ini.

Rezef, suaminya!

Mendapati itu, Rene sama sekali tidak menolehkan pandangannya. Dia juga tidak berdiri atau bertatap muka dengan Rezef, meski hanya untuk sekedar menyapanya.

Rene hanya membatu di tempat dengan pikirannya sendiri.

"Bukankah aku sudah memperingatimu dengan keras soal ini?! jangan sekalinya kau membuat Ivyone, wanitaku, sedih ataupun menangis!" ucapnya penuh penekanan, meski tidak melengking tinggi.

"Apa yang kau lakukan terhadapnya?!" imbuhnya penuh geraman amarah.

Rene menghela napasnya dengan berat. Ia sudah tahu akan terjadi seperti ini. Kalau dirinya pasti yang akan menjadi tersangka.

"Aku tidak melakukan apapun, Rezef." Suara Rene yang rendah dan terdengar sedikit lemah. "Dia yang mendatangiku sendiri ke sini dan tiba-tiba menangis begitu saja. Tanpa sebab."

"Ck! Apa kau percaya kalau kau tidak bertindak kurang ajar terhadapnya?" sarkas Rezef. "Hei, jangan kau pikir wanita jahat dan jalang sepertimu itu, aku mempercayai kalau kau tidak bertindak kejam terhadap orang lain!"

Mendengar itu tentu saja sakit di ulung hati Rene semakin menganga. Meskipun ia sudah sering mendengar kata-kata itu, tetap saja itu sangat menyakitkan.

Sedari dulu, sejak ia kecil, Rene selalu mendapati julukan iblis betina yang kejam. Seorang villainess yang penuh dosa dan kotor.

Jika orang lain yang mengatakan itu, Rene tak peduli. Karena mungkin memang benar adanya. Tetapi, meskipun itu benar adanya, jika ia mendengar kata sarkas seperti itu dari mulut suaminya. Mulut sang pangeran dan ksatria malamnya, dari pria yang dia cintai.

Itu ... masih saja terasa menyayat meski ia juga sering dihina oleh Rezef—suami dan cintanya.

"Aku tahu kamu tidak akan percaya denganku. Jadi terserah kamu mau lakukan apa." Rene masih enggan untuk menatap dan menoleh ke arah Rezef.

Hal itu pun semakin memicu amarah Rezef, karena ego dan harga dirinya seolah sedang diruntuhkan. Tidak ada yang cukup berani untuk memalingkan wajahnya jika sedang berhadapan dengan seorang Rezef.

Tentu jika mereka masih ingin hidup. Tetapi Rene melakukan itu.

"Brengsek!" pekik Rezef dimana dia langsung menarik lengan Rene dan menekannya dengan amat sangat.

"Apa kau berani menampikkan wajahmu saat berbicara denganku?! Apa kau bosan untuk hidup, huh?!" teriak Rezef.

Rene hanya sedikit meringis akibat cengkraman kasar dari suaminya itu. Dia menatap Rezef tanpa gentar. Hanya sebuah tatapan yang kosong dan penuh kelelahan.

"Asal kau tahu, Jalang!" tekannya lagi. "Ivyone ... wanita yang aku cintai sedang mengandung anakku! Dan bayi itu kelak akan menjadi satu-satunya anak yang akan mewarisi darah Featherington. Hanya dari rahim wanita yang au cintai lah yang akan menjadi anakku!"

Rene meringis tatkala cengkraman Rezef semakin erat dan kencang.

"Maka dari itu—" desis Rezef tajam. "—kau yang saat ini sebagai nyonya Featherington, bukankah seharusnya kau menjalankan tugasmu dengan baik? Menyiapkan segala macam kenyamanan bagi wanita yang sedang mengandung calon penerus Featherington! Jadi bersikaplah baik dan layani dia dengan baik juga, apa kau paham?!"

Tatapan yang penuh kebencian itu tersorot dengan sangat jelas di pelupuk mata Rezef.

Jangan ditanya bagaimana perasaan Rene kali ini. Sungguh sakitnya bukan main! Bukankah saat ini ... Rene juga sedang mengandung?

Anak yang tidak bersalah di dalam perutnya itu juga merupakan darah dagingnya sendiri—darah daging Rezef. Apa dia yang sekecil kacang polong itu, sudah mengemban dosa karena terbentuk di rahim seorang wanita seperti dirinya?

Apakah itu adil?

Really, that's not fair!

"Baik," jawab Rene tanpa memalingkan wajahnya dari tatapan Rezef.

Saat ini, Rene benar-benar menahan semua rasa sakit di relung hatinya. Dia sudah cukup lelah untuk menerima semua rasa sakit itu.

Semenjak lahir sampai sekarang, tidak ada kebahagiaan sama sekali di hidup seorang Rene.

Mungkin Dewa memang membenci Rene, hingga Dia dengan tega menuliskan skenario yang menyesakkan ini. Sungguh Rene sudah lelah.

Lelah akan semuanya.

Mendengar jawaban Rene yang pasrah dan bersuara rendah itu, pun membuat Rezef semakin geram. Namun tidak ada alasan baginya untuk bertindak semakin kasar kali ini.

Tatapan Rene yang kosong dan sendu, membuat Rezef melonggarkan cengkramannya dan melepaskan Rene begitu saja.

Tanpa banyak kata dan membuang waktu lagi, Rezef berlalu dan pergi meninggalkan Rene sendiri. Tanpa sedikitpun ia menoleh kebelakang. Tanpa perasaan dan rasa empati!

Kini tinggallah Rene yang sedang berdiri di tepi ruangan yang begitu gelap, di depan cahaya matahari yang menerjang masuk melalui jendela yang menjulang.

Berdiri menatap kosong ke arah pintu yang tertutup.

Tak ada air mata meski hatinya sudah sangat sakit. Karena kini muara air mata itu sudah mengering.

Beberapa jam kemudian.

Dimana kini mentari yang tadinya berada di tahta tertinggi, sudah mulai turun dan akan mengistirahatkan dirinya.

Belum ada semburat jingga di langit-langit, namun Rene memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Tentu dia masih memakai baju khas ala Rene yang sangat dia suka.

Biru langit malam yang terlihat cukup misterius. Warna gelap adalah kesukaannya. Kali ini warna navy menjadi balutan dress pilihan Rene.

Ini adalah pertama kalinya Rene berjalan-jalan keluar setelah dua bulan terakhir.

Rene terpaksa keluar kamar dan pergi ke taman, tentu untuk menemui Ivyone. Kekasih suaminya yang sedang mengandung darah daging Rezef. Sama seperti dirinya. Namun bedanya, hamilnya Ivyone disambut oleh sukacita seluruh orang yang ada di mansion ini, termasuk Rezef

Sedangkan dirinya?

Tidak ada yang tahu apakah Rene hamil atau tidak. Pun kalau tahu, tidak akan ada orang yang mengucapkan selamat kepada Rene. Itu sudah pasti.

Mungkin yang ada adalah doa kematian yang dilayangkan untuk Rene.

"Rene ...!" sapa Ivyone dengan senyuman yang begitu cerah dan mengembang.

Apakah semudah itu, baginya untuk tersenyum tanpa beban dan rasa sakit seperti itu?

Sungguh, Rene iri melihanya. Karena ... Rene tidak bisa tersenyum seperti itu.

Bukannya tidak bisa, tetapi tidak diizinkan.




___________________________________________

Regards,
Lady Akhelois
THE VILLAINESS'S SECOND LIFE©2021
All rights reserved.

The Villainess's Second Life [UNDER REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang