BAB 20

216 41 18
                                    


"Kiel, apakah dia masih belum bangun?"

"Belum Tuan"

Suara samar itu mengembalikan kesadaranku, aku membuka mataku dan melihat langit-langit sebuah ruangan. Aku meraba sekitarku, aku bisa merasakan bahwa saat ini aku sedang berbaring di atas kasur yang lembut dan empuk.

Benar! Ayah! Ibu! Apa yang terjadi pada mereka? Aku mencoba bangun dari posisiku dan berjalan dengan cepat untuk meraih kenop pintu, dan membukanya. Aku mendapati Kiel yang sedang berbincang dengan seorang kakek.

"Lena, kau sudah sadar" Kiel langsung mencengkram kedua sisi bahuku, aku tahu dia sangat khawatir, tapi ada sesuatu yang lebih penting.

"Ayah? Ibu? Mereka dimana?!" aku panik, berharap bahwa mereka baik baik saja, atau semoga mereka hanya tergores saja, kumohon...

"Bi... Bibi... Paman" Kiel menundukkan dan menggeleng lemah kepalanya, aku bisa merasakan bahwa tubuhnya bergetar karena menangis. Aku mencerna setiap perilaku Kiel...

"Ti... tidak mungkin" saat aku paham, kakiku tiba-tiba melemas, aku bahkan kesusahan untuk berdiri. Mendadak kenangan bersama Ayah dan Ibu terlintas di pikiranku, dadaku sangat sakit, air mata sudah membasahi pipiku. Aku hanya bisa menangis dan menangis, berulangkali Kiel memanggilku, namun otakku seakan akan berhenti untuk memproses sesuatu selain Ayah dan Ibu.

Ini semua karena aku, ini semua karena aku yang terlalu lemah, aku tidak bisa melindungi mereka, bukankah orang yang memiliki tanggung jawab besar juga harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang besar? Tapi aku... aku hanya pecudang yang sombong menerima semua yang diperintahkan. Aku menepuk dadaku berulangkali, menangis dengan meraung-raung, tapi rasa sakit ini tak kunjung hilang...

---
Kiel sudah menceritakan semuanya, pasukan monster raksasa itu berhasil memusnahkan penduduk Bangsa Netral sehingga tidak ada penduduk yang tersisa kecuali kami berdua, ketika bala bantuan datang, semuanya sudah terlambat. Para monster itu sudah hilang dan pria itu juga sudah pergi langsung saat pasukan monster itu berhasil keluar dari portal. Ayah dan Ibu sudah dimakamkan tadi pagi saat aku sedang tidak sadarkan diri, ini semua salahku, aku terlalu lemah, andai saja… andai saja aku kuat.
Ayah… Ibu…. Bahkan Adikku yang belum lahir, aku sudah melakukan hal jahat kepada mereka.

Matahari sudah tenggelam, aku hanya duduk memeluk lutut di atas tempat tidur, berdiam diri merenungkan kesalahanku, air mataku bahkan tidak mau berhenti, rasa sesak dadaku juga tidak mereda.

Aku teringat akan bayi-bayi Phoenix yang baru saja menetas. Aku membuka ruang dimensi, tempat aku menyimpan bayi-bayi Phoenix, lalu mengeluarkan mereka, cuitan bayi-bayi Phoenix berhasil memenuhi kamar tidur ini.

Untung saja aku sudah membeli berbagai jenis pakan burung, mulai dari serangga hingga biji-bijian, semoga mereka suka salah satunya.

Aku memberi mereka makan dalam diam, mereka memakan semua yang aku berikan.

Sepertinya mereka mengerti apa yang kurasakan, karena saat ini mereka bahkan makan tanpa bersuara. Andai saja… andai saja aku tidak bertemu kalian, apakah Ibu dan Ayahku masih hidup?

Aku menutupi wajahku dengan kedua telapak tanganku dan mulai menangis lagi.

----
Sudah berhari-hari aku seperti ini, merenung di kamar sendirian, bahkan makanan yang diberikan padaku sama sekali tidak kusentuh, aku tidak layak berbahagia. Aku sudah menjadi penyebab dari melayangnya ratusan nyawa.

“Kumohon makanlah meskipun sedikit” Sejak kesadaranku Kembali, Kiel akan merengek seperti ini ketika melihat makanan yang diberikan padaku tidak berkurang sedikitpun. Aku tidak menanggapi Kiel dan hanya menatap kosong jendela, aku bahkan tidak pantas untuk hidup, untuk apa aku dilahirkan, mereka berdua adalah penyelamatku, namun karena aku… karena aku mereka meninggal.

Golden SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang