BAB 18

161 26 2
                                    


Hari demi hari sudah berlalu, tidak terasa sudah 1 tahun aku tinggal bersama ayah dan ibuku, ingatanku tetap sama dan tidak ada ingatan baru tentang masa laluku.

Tentang benda dan artefak sihir sudah kupelajari hampir sepenuhnya dan kumanfaatkan dengan baik, contohnya seperti jubah transparan itu atau kacamata serba tahu, lalu dengan menggunakan sihir penyamaran aku sudah menjadi orang terkenal di Ibu Kota sebagai pria misterius penyedia benda sihir berkualitas yang antik, bahkan aku sudah memiliki beberapa bawahan berbakat untuk melaksanakan lelang. Tentu saja hal ini tanpa sepengetahuan keluarga angkatku, ya bisa dibilang aku takut ketahuan karena bisa-bisa Ibu dan Ayahku sedih karena merasa tidak mampu memenuhi kebutuhanku, memang benar Ayah dan Ibuku terkenal, tapi mereka sangat tulus dalam menolong seseorang, sehingga mereka jarang untuk meminta bayaran. Karena sifat kedua orang tuaku itu, aku menjadi terinspirasi mendonasikan 10% dari pendapatanku untuk panti asuhan setempat.

Bahkan tahun ini aku berencana membuka sekolah khusus wanita, tapi ya begitulah banyak hambatan, menurut perkiraanku, usiaku adalah 13 tahun saat ini, masih terlalu muda, jadi aku hanya merencanakan di tahun ini dan mengaplikasikannya di tahun-tahun berikutnya.

Tentang kedua telur Phoenix itu, sepertinya mereka akan segera menetas, buktinya mereka sering bergerak sendiri, keluargaku masih belum mengetahuinya.

"Hei kamu jangan melamun saja, kamu itu masih sangat lemah" Ha? Lemah? Dia bahkan sering kalah berduel denganku, andai saja aku mengeluarkan sihir Klan Phoenix, mungkin aku akan jauh lebih unggul berkali-kali lipat ketimbang diriku sekarang, tapi sayangnya aku tidak berniat untuk memamerkan kekuatan baruku, ya karena janji yang sudah kubuat dengan Ratu Phoenix, Lyn.

"Iya iyaa" aku hanya bisa menghela napas pasrah.

"Ayo sudah sore hari, sudah saatnya kalian menyelesaikan latihan" Ayah berteriak dari arah dapur, sebenarnya ada Ibuku yang mendampingi kami berduel, tapi Ibuku saat ini tertidur pulas di bawah pohon rindang, biasanya Ibuku dengan semangat menyiksa kami, tapi hari ini Ibuku terlihat pucat, apakah Ibuku sedang sakit?

Aku dan Kiel bergegas menuju tempat Ibuku.

"Ibu... ibu... Ayah sudah memanggil untuk makan" Ibuku merasa terusik akhirnya bangun.

"Cih hari ini Bibi sedang berakting jadi pemalas yaa?" sepertinya bukan hanya aku saja yang merasa kalau hari ini Ibu sangat aneh, tidak seperti biasanya.

"Hei Kiel, jangan seperti itu pada Ibu tercintaku!" Aku memeluk Ibuku yang sedang mengumpulkan nyawanya sambil mengusap matanya.

"Hoaaammmm, sudah sore yaa, Ibu juga sayang Lena, hei Kiel apakah kamu habis makan cabai? Ucapanmu sangat pedas hahaha"

"Perkataanku memang yang sebenarnya! Bibi, sebenarnya Bibi kenapa? Apa Bibi sedang sakit? Sampai-sampai lemas seperti orang yang tidak pernah makan!"

"Wah Kiel tumben kamu mengkhawatirkan Bibi, Bibi tidak apa-apa, hanya saja Bibi ingin tidur seharian" Aku menatap Ibuku heran, bagaimana Ibuku mengetahui Kiel sedang mengkhawatirkannya padahal Kiel dari tadi hanya membentak Ibuku saja!

"Ibu pegang tanganku, ayo kita pulang" Aku menggunakan sihir teleportasi yang telah kupelajari dengan mudah, aku juga tidak tahu kenapa, tali seolah-olah aku sudah pernah menguasai sihir pelarian, jadi kalau dihitung ada 4 yang bisa menggunakan sihir pelarian, Kiel tidak termasuk, karena Kiel tidak ingin mempelajarinya, aku juga tidak tahu alasannya.

Kami berdua tiba dirumah dengan sekejap mata, meninggalkan Kiel yang sedang berlarian menuju rumah. Rasakan itu! Siapa suruh membentak-bentak Ibuku!

"Wah kalian berdua sudah sampai, mana Kiel? Kok tidak bersama-sama?" Ayah menyambut kami dengan senyuman hangat.

"Ayahhh...." aku memeluk Ayah dengan manja, mengendus-ngendus apa yang sedang dimasak Ayahku. ".... Ayah masak apaa? Baunya sangat enak" aku bersemangat, bagaimana tidak? Selain keahlian medisnya yang sangat hebat, Ayahku juga sangat mahir dalam memasak.

Golden SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang