BAB 02

284 35 0
                                    

-Janneth Luvetius-

Hukuman kurungan ternyata tidak semengerikan itu bagiku, setiap harinya pelayan membawakan makanan dan teh yang hangat, tidak lupa pelayan memberikan manisan.

Namun yang membuat hukuman itu mengerikan adalah hal-hal yang ku dengar dari dibalik pintu kamarku, tidak sesekali pelayan mengutukku, ataupun berbincang mengenai Natta yang ketakutan karena aku, ataupun pengawal yang sedang membicarakan rumor dari luar tentangku.

Memang benar aku adalah anak berusia 10 tahun, namun kecerdasanku melebihi usia rata-rata, sehingga aku paham betul arti percakapan dibalik pintu itu. Mereka menyebutku "Bocah Iblis"

"Hei hei kau sudah dengar kan?" kata seorang pelayan.

"Dengar tentang apa?" timpal pelayan yang lain.

"Putri Renatta sangat histeris lagi pagi hari ini"

"Ya jelas, siapa yang tidak ketakutan setelah melihat kejadian 3 hari yang lalu! Aku bahkan merinding waktu itu!"

"Sial, waktu bocah iblis itu menuduh Putri Renatta yang ingin membunuh Raja dan Ratu, entah kenapa seperti ada aura hitam yang mengerikan keluar"

"Wah aku kira aku saja yang merasakannya!"

"Aku sih yakin kalau dia pasti bocah iblis, dibandingkan Putri Renatta yang ceria, bukan kah gelar itu lebih cocok untuk Putri Janneth yang pendiam"

"Benar sekali, aku juga yakin. Ughh andai saja dia bukan putri Raja, dia pasti akan aku bunuh!"

"Ssstttt!! Jangan keras-keras nanti dia bisa dengar! Ayo kita pergi ke dapur, sebentar lagi makan malam"

Aku yang mendengarkannya hanya bisa menangis dan menangis, tentu saja dalam diam, setelah melihat ekspresi Mama dan Papa, aku tidak bisa terlihat lemah, aku harus kuat. Sayangnya aku tidak bisa melakukannya saat ini, bukankah aku hanya bocah berusia 10 tahun, hatiku sangat sakit. Tidak ada yang percaya padaku, meskipun aku berkata jujur.

Siapapun, apakah benar-benar tidak ada yang mempercayaiku?

Bruakk, tiba-tiba ada seseorang yang menerobos masuk ke kamarku, ketika jendela kamarku terbuka.

Aku melihat tubuh kecil seorang anak laki-laki, dia terlihat terluka, namun aku tidak tahu dia terluka dibagian mana, karena tidak ada satupun darah yang keluar, dia hanya sedang menggigil, saat kusentuh wajahnya hanya panas yang kurasakan, dia sedang demam, namun aku tidak bisa membiarkan orang lain tahu, karena dia pasti akan dipenjara!

"Siapa disana?!" teriak penjaga yang sedang menjaga pintu kamarku.

"Maaf Anneth hanya terjatuh dari tempat tidur, tapi untungnya tidak terluka" kataku sedemikian rupa agar pengawal tidak masuk kedalam dan mengecek kamarku

"Baik Putri Anneth"

"Cih apanya yang untung, bukankah lebih untung kalau dia mati karena jatuh hahhahaha"

"benar, aku juga berharap kalau dia mati saja" aku masih bisa mendengarkannya meskipun mereka sedang bisik-bisik.

Meskipun sudah sangat sering aku masih belum terbiasa untuk mendengarkan ucapan jahat orang lain, namun aku juga tidak boleh terpuruk terus.

Sebenarnya, di kamarku ada kamar rahasia, dan bukan hanya kamarku saja, namun kamar Natta, Marcel, dan kamar Mama-papa juga punya kamar rahasia. Aku berencana memasukan anak laki-laki itu ke kamar rahasiaku, namun...

"Jangan, jangan tinggalkan aku, kumohon" anak laki-laki itu menarik ujung rokku saat aku berjalan ke arah pintu ke kamar rahasia, rasa iba memenuhi hatiku, aku tidak bisa membiarkan dia ke kamar rahasia sendirian, hanya hari ini saja, dia kupapah menuju kasurku, tubuhnya bergetar, kurasa demamnya semakin tinggi.

Saat ini dia memegangi perutnya, tunggu dulu, bukankah ini tanda keracunan? Dia harus segera minum teh hijau, untungnya tadi pagi pelayan membawakan teh kesukaanku yaitu teh hijau. Aku segera menyeduh teh hijau dan meminumkannya ke anak laki-laki itu.

Bajunya basah karena keringat, aku harus melepaskan bajunya dan menggantinya dengan baju yang kering, namun tidak ada baju pria di dalam lemariku, yang ada hanya gaun saja.

Tunggu, bukankah kakak pernah melemparku dengan bajunya saat dia bertengkar denganku, kalau tidak salah seharusnya di belakang lemariku ada bajunya. Saat ini kakak sedang melakukan kunjungan ke rumah kakek untuk berlatih karena sebentar lagi tahun ajaran baru dimulai, kakakku yang akan menjadi murid baru harus melakukan latihan persiapan, dan akan kembali tahun depan.

Untung saja bajunya masih bersih dan tidak bau. Aku segera membuka pakaian atasnya, namun aku dikejutkan dengan hal yang tidak biasa, banyak bekas luka di badannya, ada bekas luka pedang dan cambuk.

Ini bukan urusanku, sekarang yang terpenting adalah merawatnya, aku mengambil handuk kecil yang ada di lemari dan menyiram handuk kecil itu dengan air minum, setelah itu menempelkan handuk basah itu ke dahinya.

Ketika aku duduk di kursi samping tempat tidur, tangannya dengan cepat meraih pergelangan tanganku.

"Ayah ma... maaf, a... aku... gagal" dia mencengkramku dengan erat sehingga aku kesakitan. Aku berusaha melepaskan tangannya, namun apa daya tenaganya sangat besar meskipun dia sedang sakit.

Dia harus ditenangkan, tapi bagaimana caranya? Aku teringat sebuah lagu yang selalu Papa nyanyikan ketika aku takut saat masih kecil.

Aku menyanyikan lagu itu, lagu dengan judul "Eternal Love", lagu yang diciptakan Papa saat melamar Mama.

Sekarang cengkraman tangannya melonggar bahkan ekspresinya semakin lebih baik, kurasa demamnya sudah turun, tidak terasa sudah jam 5 pagi, aku sangat mengantuk, sampai-sampai aku tertidur.

"Tuan Putri, mengapa anda tidur di kursi samping tempat tidur?" tanya seorang pelayan, aku tersentak kaget saat mendengarkan suara pelayan, bagaimana aku bisa lupa bahwa pelayan akan membawakan makanan dan keperluanku saat pagi hari!

Aku mencari sosok anak laki-laki kemarin, takut apabila anak laki-laki kemarin tertangkap, dan ternyata anak laki-laki kemarin sudah menghilang, aneh. Kumohon, semoga tidak terjadi apa-apa padanya.

"Tidak kenapa kenapa, aku hanya tertidur"

"Baik Tuan Putri, untuk kebutuhan baik makanan maupun minuman sudah kami sediakan, kami akan permisi terlebih dahulu"

"Terima kasih" setelah aku mengucapan kata-kata itu, pelayan tersebut membungkuk lalu meninggalkan kamarku.

"Pasti dia baik-baik saja, kumohon, kumohon" gumamku pasrah, berusaha mencoba untuk perpikiran positif namun rasa cemas sudah memenuhiku. Aku membuka jendelaku, melihat sekeliling untuk mencarinya, namun sosok anak laki-laki berambut hitam itu sudah hilang.

Aku mendengar suara ramai di luar pintu ketika meminum teh hijauku. Ada apa ya?

"Wah gila, bagaimana bisa Monster Ular yang seharusnya ada di Kerajaan Langit bisa ada di hutan dekat Istana Elf!" Kata seorang pelayan.

"Terus gimana sekarang?" tanya pelayan lain

"Untung saja ada putra Kaisar Langit, dan momster itu sudah dikalahkan, kalau tidak, mungkin kita semua akan mati"

"Ini aneh sekali, bagaimana bisa monster langit bisa turun ke Kerajaan Elf? Seperti ada yang memanggilnya ke bawah, dan juga ini terlalu kebetulan bukan? Sepertinya monster itu dipanggil oleh si Bocah Iblis!"

Ahh begini lagi, selamat tinggal kehidupan ceriaku. Waktu itu, alasan mengapa aku dihukum, semuanya gara-gara iblis itu, dia sengaja masuk dalam keluarga ini sebagai Natta dan berusaha menjebakku lalu menyingkirkan kedua orangtuaku. Meskipun aku berkata jujur, tidak ada yang percaya padaku, satupun tidak ada. Tanpa sadar air mataku mengalir deras.

"Kamu kenapa?" Suara itu, bukan kah itu suara anak laki-laki kemarin? Aku langsung menghapus air mataku, dan menghampiri anak laki laki yang sedang duduk di jendelaku yang terbuka.

-Bersambung-

Golden SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang