BAB 03

251 35 0
                                    

"Kamu sudah sembuh? Apa kamu terluka lagi? Kamu baik-baik saja kan?" ucapku kawathir, namun orang yang kukhawathirkan hanya tersenyum.

"Kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku, apa kamu masih sakit??" tanyaku kembali.

"Tidak" katanya, 1 kata yang keluar darinya membuatku lega.

Mata emasnya menatapku dengan lembut, dia hanya memakai kemeja warna putih, jubahnya warna hitam panjang, celana warna hitam, serta sepatu pantofel warna hitam pula, sepertinya dia menyukai warna hitam, aku harus menanyakan namanya.

"Namamu siapa?"

"Vian" aku baru menyadari kalau telinganya tidak runcing, mungkinkah dia manusia? Ah kurasa tidak mungkin, manusia tidak mempunyai hak untuk masuk sembarangan ke Bangsa Elf. Apa jangan-jangan dia salah satu prajurit Bangsa Langit? Kurasa itu yang paling cocok, menjadi prajurit di usia muda sangat mengerikan.

"Namaku, Janneth Luvetius, apakah kamu tetap seperti itu dan tidak masuk lalu duduk meminum teh? Kamu sudah makan?" Tanyaku mempersilahkan Vian duduk di hadapanku.

"Belum" dia menjawab pertanyaan keduaku.

Dia ini, sangat irit berbicara.

"Ini makanlah, aku masih kenyang" Aku membuka penutup makanan yang menutupi piring berisikan nasi omelet dan memberikannya kepada Vian.

Vian tanpa berkomentar mengambil piring itu dan langsung melahapnya dengan tergesa-gesa.

"Pelan-pelan aku tidak akan merebutnya darimu, kamu prajurit Istana Langit?"

"Iya"

"Apakah kamu boleh tetap disini? Bukankah ada yang mencarimu nanti?"

"Tidak ada yang akan mencariku" rasanya mendengar jawabannya itu membuatku sedih, kurasa kondisinya sama denganku. Benar, aku membutuhkan teman.

"Baiklah mulai saat ini kamu akan punya satu yang akan mencarimu" Jawabku riang

"Aku, bukankah kita adalah teman?" aku tersenyum lebar, menyadari bahwa aku memiliki teman pertama.

"hmn" dia mengangguk mantap. "Kamu juga, akan ada 1 yang akan mencarimu" jawabnya membuat mataku berkaca-kaca

"Terima kasih Vian" jawabku sambil tersenyum.

Sejak saat itu, tiap malam jam 9 malam Vian akan datang menemuiku menembus kamarku, terkadang vian membawakan buku untuk bacaan, bahkan kita berlatih sihir bersama, saat ini aku bisa mengeluarkan sihir tingkat menengah. Anak-anak seusiaku mungkin belum dapat mengeluarkan sihirnya, namun aku berbeda.

Dikarenakan Vian dari bangsa Langit yang memiliki kemampuan sihir lebih hebat ketimbang bangsa yang lain, Vian sering mengajariku berbagai jenis sihir, mulai dari membuat ruangan kedap suara, membobol kunci, melakukan teleportasi, mengubah penampilan wajah, dan bahkan Vian mengajariku ilmu berpedang. Para pelayan dan penjaga tidak akan mendengar suara apapun yang ada di kamarku karena Vian menggunakan sihirnya untuk membuat kamarku kedap suara.

Dalam dunia ini ada 4 Bangsa yaitu, Bangsa Langit, Bangsa Elf, Bangsa Manusia dan Bangsa Iblis. Seluruh bangsa memiliki kekuatan sihir dan kemampuan yang berbeda.

Meskipun manusia merupakan bangsa dengan tingkat sihir terlemah, namun jumlah manusia setara dengan 2 bangsa lainnya.

Bangsa Elf memiliki kemampuan sihir suci ke 2 setelah bangsa Langit, bangsa Elf memiliki kemampuan hebat dalam hal menyembuhkan, memanah dan pertahanan.

Bangsa Langit memiliki sihir suci paling kuat, ditambah lagi bangsa Langit bisa menguasai semua jenis senjata, maka dari itu Bangsa Langit disebut sebagai pemimpin dunia.

Sementara itu bangsa Iblis memiliki sihir hitam untuk mengendalikan para monster, namun terkadang monster lepas kenadali dan menyerang para penduduk, maka dari itu kerja sama dari ke 4 Bangsa sangat penting untuk menjaga ketentraman dunia

"Anneth ada yang ingin aku katakan..." Kata Vian tiba-tiba saat kami sedang asyik membuat jurnal bersama. "...Aku tidak akan mengunjungimu lagi, aku... aku belum cukup kuat untuk melindungimu, kumohon maafkan aku Anneth" katanya sambil menahan tangisnya.

1 tahun yang kami lalui sangat menyenangkan, dan kami sepakat membuat jurnal agar menjadi kenang-kenangan saat kita berpisah nanti. Memikirkannya hanya membuatku sedih, Vian adalah sahabat pertamaku, aku terlalu nyaman dengannya dan tidak ingin berpisah, namun memangnya aku ini siapa? Tanpa sadar air mataku turun, selama 1 tahun ini memang aku jarang menangis, bahkan hampir tidak pernah, itu semua karena kehadiran Vian.

"Wah Vian, kamu sudah lancar berbicara ya, ini rekor untuk kamu karena mengatakan banyak kata" Aku mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Kumohon jangan menangis" Kata Vian menghapus air mataku dengan tangannya.

"Tidak Vian, kumohon, kumohon jangan pergi, aku akan berprilaku baik dan tidak kasar lagi padamu, jadi kumohon" kataku frustasi memegang bajunya sambil menunduk, air mataku keluar dengan derasnya. Dadaku sangat sesak, sakit sekali.

"Aku juga ingin selalu bersamamu setiap harinya, bahkan setiap detiknya" saat aku mendongak melihat Vian, Vian juga menangis. Itu pertama kalinya aku melihat Vian menangis.

"Tapi kenapa Vian? Kenapa?"

"Aku... aku... Aku tidak bisa mengatakannya, tapi aku yakin, aku akan bertemu lagi denganmu, karena aku akan mencarimu, dan kamu akan mencariku, bukankah itu janji yang kita buat bersama pertama kalinya?" Vian benar, otakku memutar kembali kejadian kedua kalinya Vian mengunjungiku.

"Kamu benar Vian, setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Ah bodohnya aku, padahal aku sudah pernah membayangkan ini" aku mengelap air mataku dengan paksa dan memunculkan senyum terbaikku.

"Pakailah ini, Anneth. Aku akan bisa bertemu denganmu, kalau kamu menggunakan ini, itu adalah jimat yang selalu melindungimu, ini tidak akan bisa dilepas secara paksa, hanya kamu saja yang bisa melepasnya" Vian memasangkan sebuah kalung, mata kalung itu bewarna emas bening seperti mata Vian.

"Vian kamu selalu memberiku banyak hal, aku masih belum bisa memberimu perhiasan seperti ini, hanya gelang buatan tangan ini yang bisa aku berikan" aku sudah menyiapkan gelang buatan ini, gelang ini kubuat dengan menggunakan manik manik yang ada di kalungku.

"Sangat indah"

"Janji ya, jangan lupakan aku! Awas saja kalau kamu melupakanku hmmp" aku mengulurkan jari kelingkingku, dan disambut dengan jari kelingkingnya, setelah itu menempelkan jempol kami dengan anggapan itu adalah stempel.

"Kamu juga" Aku tersenyum lebar, 1 tahun ini aku sangat bersyukur Tuhan mengirimkan Vian sebagai sahabatku, aku sangat bahagia waktu Vian mengatakan bahwa dia akan mencariku karena aku adalah temannya. "Sampai jumpa Annethku yang tersayang" suara lembut itu perlahan menghilang berserta sosoknya.

Aku yang awalnya sudah bisa tersenyum, namun setelah sosok itu menghilang aku menangis sejadi-jadinya. Sosok yang selalu menghiburku dan mempercayaiku disaat semua orang menuduhku melakukan hal-hal keji. Sosok itu sudah sangat kurindukan meskipun hanya selang beberapa menit dia pergi.

Perpisahan, tetaplah perpisahan, selalu menimbulkan luka, aku hanya bisa berharap untuk bertemu kembali dengannya, namun...

Malam itu, bulan nampak begitu besar. Cahaya bulan perlahan padam seolah menghilangkan cahaya kebahagianku. Malam itu, sosok sahabat pertamaku Vian, tidak pernah muncul kembali entah seberapa lama aku menanti dan seberapa banyak harapanku untuk bertemu dengannya lagi.

-Bersambung-

Maaf kalau alurnya cepet ╥﹏╥, tapi di bab 4 akan mulai sudut pandang dari Vian. Mulai dari dia bertemu dengan Janneth sampai dia berpisah dengan Janneth.

-BS

Golden SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang