"Kak Jeje!" si pemilik nama menoleh ke sumber suara. Dengan nampan berisi dua cheese burger, kentang goreng dan minuman soda, ia melihat adiknya melambai-lambai demi mengambil atensi sang Kakak. Bukan hanya Gibran, tapi seseorang juga melambai memberi tanda untuk ikut bergabung bersama mereka. Jehana ragu, menyaksikan kemesraan orang yang ia suka bersama sang pacar, atau kabur dan pura-pura tidak melihat?
Ah, terlambat sudah, sepasang netra itu sudah saling kontak. Membuat jalan keluar kabur akan berakhir sia-sia. Jadilah, ia ikut duduk bersama mereka dan menurunkan ego hatinya.
"Nih," Jehan menyerahkan cheese burger itu kepada adiknya. Ia juga duduk di sebelah Gibran, dan posisinya tepat berada di depan Dyta. Ah semesta, nampaknya kau memang suka membuat batin gadis ini tersiksa.
"Kalau nggak cheese burger, Thai tea, nggak sehat banget asupan lo," celetuk seorang pemuda yang Jehan hindari tatapannya.
"Nggak usah cerewet masalah asupan gue. Lo bukan Ibun!" jawab Jehan agak ngegas tapi tak menatap Raka.
"Memang bukan, tapi antek-anteknya. Mau apa lo?" balas laki-laki itu ikut ngegas.
"Mau lenyapin lo dari bumi!" akhirnya netra itu menoleh juga. Tapi dengan pandangan yang sama sekali tidak bersahabat.
Pemuda Baskara itu tertawa. menggoda Jehana memang pekerjaan paling menyenangkan sedunia. Melihat tatapan mata dan wajah judesnya. Juga umpatan-umpatan kecil yang tak berani ia katakan jika ada Abi, namun Raka selalu memancingnya. Memang keduanya tidak bisa lepas dari kata berantem. Tapi juga tidak bisa dipungkiri bahwa mereka juga cukup serasi untuk menjadi pasangan. Bahkan untuk orang yang pertama kali melihat, akan menganggap mereka pacaran.
Raka mengambil gelas yang berisi soda lalu meminumnya. Setelah beberapa tegukan, ia kembalikan gelas itu ke tempat semula.
"Cung, kamu tadi minum yang ini?" tanya Dyta menatap gelas soda yang tadi diminum Raka.
"Iyaa, kenapa?" heran si pemuda.
"Itu punyaku...," rajuknya melihat soda yang ia punya sudah tinggal setengah.
Raka tertawa melihatnya. Burger yang dimakan Dyta masih banyak, sementara minumnya sudah kandas karena ulahnya.
"Ya udah nih, dibalikin," Raka menuang soda miliknya pada gelas soda Dyta. Membuat Gibran yang menyaksikan itu agak bergidik.
"Ih, Mas Raka cringe!" serunya dengan bahu yang otomatis naik bergitu saja saat mengucapkan kata cringe.
"Iri lo bocil!" serunya malah tertawa.
Sementara si penyimpan rasa, hanya diam saja menikmati burgernya. Cheese burger yang selalu jadi pembangkit moodnya kini berubah rasa jadi cemburu yang meronta-ronta. Harusnya ia yang seperti itu bersama Raka. Harusnya ia yang mendapat segala perlakuan manis Raka. Harusnya ia lebih berani untuk jujur tentang perasaannya.
"Iri juga lo jombs?" celetuk Raka menatap sahabatnya dengan wajah menyebalkan luar biasa.
Jehan melihatnya, kemudian memutar bola mata malas dan kembali memakan makanannya.
"Makanya cari pacar, betah amat terjebak sama kenangan mantan," sambung laki-laki itu meledeki Jehan.
"Suka-suka gue lah! Gue mau sendiri, kenapa? Masalah?!" gas Jehan tak terima.
"Masalah, karena sahabat gue yang pendek, bantet, pesek ini masih jomblo, jadi kasian Gibran musti nganterin lo ke mana-mana" ujar Raka lagi sembari menarik hidung sahabatnya.
"Rakaaa!!" seru Jehan dan Raka melepaskannya.
Dari sisi yang berbeda, ia menatap tak suka. Iya, dia memang sudah biasa dengan betapa manisnya kedekatan Raka dan Jehana, tapi kalau dilihat-lihat lagi sangat meragukan jika mereka hanya sebatas teman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia✔
Fanfiction(n) a place where one feels safe, a place from which one's strength of character is drawn. Kau rumah ternyaman. Tempat ku berpulang dan berbagi kerinduan. Tetaplah hangat sebagaimana kau memberi pelukan. ©sshyena, 2020