#Lembar6: Marigold

585 96 5
                                    

Hari ini Jehan sudah masuk sekolah setelah sehari kemarin libur karena jarinya pusing. Gadis cantik itu duduk dikursinya. Achan belum datang, paling paling gadis itu datangnya lima menit sebelum bel berbunyi. Memang seperti itu kebiasaan Acha yang sangat Jehan hapal. Sementara ia, selalu datang lebih awal agar bisa menikmati sunyinya kelas sebelum di isi oleh perusuhnya kelas.

Jehan mengeluarkan novelnya, melanjutkan acara membaca buku keduanya yang sudah berjalan setengah. Karena semalam meliburkan diri, ia jadi punya waktu lebih untuk membaca bukunya hingga tamat. Setelah kacamatanya terpasang dengan nyaman, ia mulai membaca rangkaian kata pada kertas berjilid itu.

Disaat fokus fokusnya membaca, tiba tiba ada seseorang dari depan pintu memanggili dirinya. Lantas Jehan menoleh dan mendapati Raka yang memintanya untuk mendekat. Dengan malas, gadis berkaca mata itu menutup buku dan menghampiri sahabat karibnya.

"Kenapa?" tanya Jehan saat ia sudah sampai dihadapan Raka.

"Udah sembuh?" tanya pemuda itu.

Jehan tak membalas, ia hanya menghela napas dan mengangguk sekali.

"Beneran udah sembuh?" tanya Raka sekali lagi.

"Udaahh, Rakaaa" balas Jehan sedikit memanjangkan nada kalimatnya.

"Yaudah, bagus deh. Gue ke kelas ya?" ujar pemuda itu kemudian menepuk lembut puncak kepala Jehan dua kali.

Jehan yang melihat hal itu mengerut keheranan. Raka datang kekelasnya cuma buat nanyain itu? Kurang kerjaan sekali tuan Baskara ini ternyata.

Jehan berbalik, hendak kembali ke kursinya. Namun sebuah seruan menghentikan langkah gadis itu.

"Hoi!" Jehan berbalik dan mendapati Acha sedang melambai dan berlari ke arahnya.

"Ke Mami, kuy" ajak Acha sembari merangkul bahunya.

"Masih pagi, Cha. Nggak mau ah" tolak gadis itu melepaskan rangkulan sahabatnya.

"Yeu, mageran" seru Acha meletakkan tas nya kemudian kembali berjalan keluar.

Di depan pintu, ia bertemu dengan Cakra yang baru saja sampai. Gadis manis ini langsung menghadang langkah lelaki itu dengan kedua tangannya.

"Awali lah pagi mu dengan?" tanya Acha pada Cakra yang terdiam karena jalannya dihadang.

"Tahu isi Mbak Adin" jawab Cakra dengan cengiran khas nya.

"Pinter, ayo kita berangkat" balas Acha kemudian merangkul bahu Cakra. Pemuda yang bahkan belum sempat menaruh tasnya itu pun ikut. Iyalah, mana bisa nolak kalau diajak ke kantin. Tujuannya beli tahu isi Mbak Adin pula, apa tidak semangat Cakra. Tapi percaya atau tidak, alasan sesungguhnya ke kantin bukanlah tahu isi, tapi buat godain Mbak Adin. Maklum, anaknya Mami kantin emang cantinya nggak pake takaran. Sampai Cakra pun ke pincut dibuatnya.

Sesampai dikantin, keduanya langsung mengambil tahu isi dan gorengan lainnya. Tidak lupa dengan Cakra yang melontarkan banyak gombalan gombalan menyebalkan untuk Mbak Adin.

"Mbak, tau nggak bedanya tahu isi sama hati Cakra?" tanya pemuda itu saat hendak membayar makanannya.

"Apaan?" tanya Adin penasaran. Anak gadis Mami kantin itu memang sering meladeni Cakra yang doyan ngegombali dirinya dengan berbagai macam rayuan menggelikan. Kata Mbak Adin, sebagai hiburan. Lumayan, bisa naikin mood yang hancur.

"Kalau tahu isi, isinya sayuran. Kalau hati Cakra, isinya Mbak Adin. Ahayde!" seru Cakra kemudian menyerahkan selembar uang lima ribu kepada Adin.
Perempuan yang dirayu oleh Cakra itu hanya tertawa manis semanis madu sembari geleng kepala melihat Cakra yang sengklek ini. Ada ada saja memang manusia belum cukup umur ini. Masih bocil udah godain orang dewasa.

Querencia✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang