#Lembar34: Tumbuh Tidak Sempurna

195 36 19
                                    

Kegiatan sekolah hari ini adalah ekstrakurikuler. Seluruh siswa dan siswi Narayana memakai pakaian olahraga tanpa terkecuali. Sejak pagi, semua orang sibuk dengan kegiatan dan pembimbing masing-masing. Seperti anak paduan suara yang sudah berkumpul di ruang musik sejak tadi pagi. Juga anak basket yang meski ngaret tetap menjalankan aktivitas yang sudah ditetapkan.

Namun selain mereka yang sibuk mondar-mandir mengejar kegiatannya, ada juga manusia yang duduk-duduk santuy seakan tak butuh nilai tambahan dari kegiatan lain selain belajar. Contohnya, Dyta dan Raka. Dua manusia yang kesehariannya buncin dan menebar cinta di mana saja itu tengah duduk di kursi koridor sembari memantau anak ekskul olahraga pemanasan. Bukannya mau sombong atau lari dari kegiatan, Dyta yang bertanggung jawab sebagai pembimbing anggota Paskibra baru saja selesai memberi arahan istirahat untuk anggota yang baru bergabung. Sedangkan Raka yang dijuluki sebagai kapten futsal itu sudah memberi arahan pada teman-temannya untuk latihan saja seperti biasa. Karena ia pun sebenarnya malas untuk mengganti baju olahraganya dengan seragam futsal.

"Jadi, Jehan kenapa kemarin?" tanya Dyta tiba-tiba.

Raka yang juga sedang memerhatikan sahabatnya yang sedang bermain bulu tangkis jadi menoleh. Ia juga tidak tau pasti apa yang terjadi pada Jehan hari itu hingga tidak sadarkan diri dalam waktu yang lama. Ibun tidak mau memberi tau dan hanya menjawab bahwa itu hanya sindrom Jehan yang dipicu oleh tubuhnya yang kelelahan.

"Kecapekan aja," jawabnya kembali menatap Jehan yang tertawa lebar karena tidak berhasil menangkis Kok yang terbang ke arahnya.

Dyta mengangguk saja. Jehan hanya kelelahan, namun itu berhasil membuat Raka gelisah luar biasa. Dyta memang jarang sakit, namun rasanya Raka tak memperlakukannya seperti Jehana. Ya, Raka memang orang yang lemah lembut serta penyayang, namun jika dibandingkan, apa yang Dyta terima berbeda dengan yang Raka berikan untuk Jehana. Entah perasaannya saja, atau memang begitu adanya. Yang Jelas, selama dua tahun ini, ia belum juga berhasil menerka isi hati Raka.

"Aduh aku sakit, Cung," katanya kemudian menyandarkan kepala pada bahu Raka.

"Hah? Mana? Apa yang sakit?" balas pemuda itu langsung menangkup pipi Dyta. Ia juga menyentuh kening gadisnya untuk memastikan apa suhu tubuh Dyta normal atau tidak.

Namun Dyta malah tertawa. Membuat Raka jadi menatap sebal ke arah kekasihnya yang kembali menyandarkan kepala pada bahu Raka. Ia hanya bercanda untuk melihat seberapa khawatir Raka jika mendengar ia yang sakit. Dan itu berhasil, setidaknya Raka masih peduli akan kesehatan Dyta meski rasanya tetap saja beda dengan Raka yang mengkhawatirkan Jehan sepanjang waktu.

• ° •


"Terus lo tau nggak sih apa yang lebih lucu?" tanya Acha menjeda tawanya dan tawa Jehan.

"Apa?" balas gadis itu antusias.

"Ternyata dia fanboy!! Fandomnya Reveluv! Sumpah gue kayak menemukan teman sehati sejiwa!!"

"Hahahaha berarti emang cocok nggak sih, Cha? Semoga jadi aja sih, soalnya lo kan terlalu larut dalam kenangan mantan!!"

"Ish! Lo tuh kalau berdoa nggak usah sambil ngeledek bisa?"

Jehana makin terbahak kencang karenanya. Keriuhan lalu-lalang parkiran sekolah tidak mengganggu cerita dua gadis ini sejak tadi. Bahkan cerita itu semakin panjang saat Acha menceritakan kenalannya dari aplikasi dating app yang baru ia coba kemarin. Kondisi Jehan perlahan membaik, suasana hatinya pun tak seburuk saat di rumah sakit. Ia kembali beraktivitas seperti biasa, sambil menunggu hasil tesnya keluar.

"Ayo," interupsi Gibran yang sudah berhasil mengeluarkan motornya.

Jehan mengangguk kemudian berpamitan pada Acha. Namun saat hendak naik ke motor, getaran pada ponsel menghentikan langkahnya.

Querencia✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang