"Kak, ayo berangkat!" seru Gibran dari luar yang sudah siap dengan helm dan vespanya.
"Iya iya, sabar!" jawab Jehan berjalan keluar sembari memasang helmya.
"Udah?"
"Udah"
Vespa kesayangan Gibran berjalan melewati jalanan yang cukup padat diisi oleh kendaraan beroda dua maupun empat. Jehan sudah masuk sekolah setelah tiga hari meliburkan diri. Ini juga kalau Jehan tidak memaksa Ibun untuk membiarkannya masuk, mungkin ia masih libur dan merasa bosan di rumah.
Singkatnya, Lexi sudah terparkir rapi di antara motor siswa yang lainnya. Setelah memberikan helm kepada sang Adik, Jehan merapikan sedikit rambutnya yang sengaja ia ikat. Setelah rapi, Jehan dan Gibran jalan beriringan menuju kelas. Disela sela berjalan, seseorang memanggil Jehan dari belakang. Membuat kakak beradik itu kompak menoleh.
Terlihat di sana ada Raka dan Dyta yang juga jalan berdampingan.
"Udah baikan?" tanya Raka saat ia sudah sampai di hadapan sahabatnya.
"Udah" jawab Jehan seadanya.
Gibran melirik Dyta yang tidak menampilkan ekspresi apapun. Ia hanya menatap datar ke arah Jehan dan Raka secara bergantian.
"Jangan pergi sendiri. Sama Acha terus ya. Jangan ke rooftop dulu. Di kelas aja, oke?" ingat Raka menimbulkan sedikit rasa cemburu pada benak Dyta.
Sementara Jehan hanya memutar bola matanya, "gue nggak anak kecil, ya Raka" ujar Jehan kemudian berbalik sembari menarik adiknya untuk lantut berjalan.
"Gibran, jagain Jeje ya!" seru Raka saat kakak beradik itu pergi meninggalkannya dan Dyta.
"Sip!!" balas Gibran sembari mengacungkan ibu jarinya pada Raka.
"Itu pacarnya Mas Raka serem amat" bisik Gibran setelahnya.
"Emang" jawab Jehan hampir tertawa.
"Serius deh, kak. Dia kaya mau nerkam lo idup idup gitu" sambung Gibran bergidik ngeri.
Jehan hanya berdecih sebagai jawaban. Tidak heran kalau adiknya sampai ketakutan gitu, karena setiap Dyta bertemu dengan Jehan, mata gadis itu selalu menyiratkan dendam. Entah masalah apa yang Dyta punya kepada Jehan. Tapi sulung Ibun itu tidak pernah menghiraukan perempuan bermata sipit yang menjabat sebagai pacar Raka tersebut.
"Lo nggak pernah ada masalah gitu sama dia?" tanya Gibran penasaran.
"Pernah. Waktu itu dia ngelabrak gue karena terlalu dekat sama Raka. Ya nggak sampai bentak bentak segala sih, cuma dia langsung ke inti dan nggak pake basa basi. Makanya sekarang kalau ada dia, gue nggak mau lama lama sama Raka. Ntar panjang urusannya" jelas Jehan kemudian berhenti karena ia sudah sampai di depan kelasnya.
"Bagus deh, gue takut tau lo diapain apain sama dia, kak. Matanya tajem banget. Serem" balas Gibran.
Jehan terkekeh singkat melihat adiknya yang terlalu jujur terhadap pacar Raka. Gitu gitu kan dia berhasil mencuri perhatian Raka bahkan mengambil semua rasa sayang yang Raka miliki.
"Yaudah, gue ke kelas. Kalau ada apa apa, bilang" ujar Gibran kemudian berlaku pergi dari kelas kakaknya.
"Hm..." balas Jehan kemudian masuk dan mendudukkan dirinya di kursi. Ia juga mengeluarkan airpods nya untuk mendengarkan musik.
Disaat tengah tenang tenangnya mendengar musik, sebuah seruan melengking menusuk indera pendengarannya yang bahkan sudah tersumpal itu.
"JEJE!!!" seru orang itu histeris kemudian memeluk Jehan dari sampaing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia✔
Fanfic(n) a place where one feels safe, a place from which one's strength of character is drawn. Kau rumah ternyaman. Tempat ku berpulang dan berbagi kerinduan. Tetaplah hangat sebagaimana kau memberi pelukan. ©sshyena, 2020