Hari ini adalah hari yang paling dinantikan oleh kebanyakan siswa-siswi SMA Prasasti. Yap, kegiatan Camping dengan tema 'Mengenal Alam Lebih Dekat' dilaksanakan pada hari ini. Sudah banyak siswa-siswi yang berkumpul di depan gedung sekolah untuk menunggu Bus.
Kegiatan ini dilaksanakan satu tahun sekali. Dan tidak diwajibkan untuk ikut. Hanya saja karena kegiatan ini lebih asik dari pada yang dibayangkan, jadi banyak orang yang berminat.
Mungkin itu hal menarik bagi kebanyakan orang, tapi tidak untuk Anga. Dia sangat mengutuk kegiatan ini. Kenapa? Ya karena Anga akan benar-benar menjadi babu. Anga malas untuk mengikuti kegiatan ini, tapi ia juga tidak mau nilainya di OSIS jadi minus.
Di depan gedung sekolahnya Anga berdiri. Dia melirik ke sekitar, di mana semua murid diantar oleh orang tuanya. Sedangkan ia sendiri datang ke sini hanya naik ojeg karena Marva tak menjemputnya.
Anga iri pada mereka. Bahkan sangat iri, sampai terbesit pertanyaan yang simpel di kepalanya, kapan ia akan merasakan rasanya diantar oleh orang tua saat acara camping seperti ini?
Kebanyakan orang tua yang mengantar akan berkata seperti ini sebelum meninggalkan anaknya. "Hati-hati ya, Nak. Kamu harus pulang lagi pokoknya. Telepon Mama kalo terjadi sesuatu."
Kalo Anga boro-boro kayak gitu. Sepertinya kalo dia tidak pulang pun atau misalkan tersesat di hutan, pasti tidak akan ada yang khawatir. Anga tidak berperan penting untuk siapapun, dari dulu sampai sekarang. Itu'lah kenapa dia terbiasa dengan hidupnya yang seperti ini.
Mata Anga tak sengaja melirik Rea yang baru saja keluar dari mobil. Disusul oleh pria paruh baya yang sepertinya adalah ayahnya.
Pria paruh baya itu memeluk Rea kemudian mencium keningnya. Dapat Anga dengar saat ayahnya berkata seperti ini. "Hati-hati di sana ya, sayang? Kabari Papa kalo terjadi sesuatu sama kamu. Pokoknya kamu jangan terluka sedikit'pun. Papa juga sudah mengirim pesan pada Langit supaya bisa jaga kamu."
"Iya, Pa," jawab Rea patuh.
Anga tersenyum simpul melihat pemandangan itu. Kapan ayahnya akan memperlakukan Anga seperti itu? Namun, ia tak mau berharap terlalu tinggi. Rasanya sangat mustahil mengingat betapa bencinya Surya pada Anga.
Setelah mobil ayahnya pergi, Rea menoleh pada Anga dan melambaikan tangannya. Ia menghampiri Anga dengan berlari kecil.
"Lo dari tadi di sini?" tanya Rea.
Anga mengangguk. "Iya. Lo gak berangkat bareng Langit?"
"Engga. Dia nyuruh gue pergi duluan bareng Papa," jawab Rea, "Oh iya, lo duduk bareng gue, ya?"
Anga lagi-lagi mengangguk. Kebetulan dia belum mempunyai teman duduk di dalam bus.
Tiba-tiba beberapa orang siswi menghampiri Rea. Mereka mengobrol dengan Rea begitu asiknya hingga Anga merasa diabaikan. Ia menggeser agak jauhan karena kurang nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARVANGA
Teen Fiction-highest rank- #1 in thriller 18-02-22 #1 in friendship 08-06-22 *** Berawal dari surat cinta yang harus Anga sampaikan dari temannya untuk Marva. Namun sayangnya, kesialan sedang nyaman dalam jiwa Anga. Dia terpaksa harus menjadi pacar Marva, si pl...