Sudah dua minggu Sakura dan teman-temannya menjalani kegiatan KKN di desa tersebut. Pagi itu, mereka bersiap untuk membantu warga desa menanam palawija di kebun. Mereka mengenakan topi lebar, sepatu bot, dan membawa peralatan pertanian yang telah dipersiapkan.
Ketika mereka tiba di kebun, Hiragi sebagai ketua kelompok berbicara dengan Pak Umemiya, seorang petani berpengalaman di desa itu. Pak Umemiya sangat antusias memperkenalkan berbagai jenis tanaman yang akan mereka tanam hari itu. Dengan senyum lebar dan semangat, ia menjelaskan pentingnya palawija bagi perekonomian desa.
"Ini adalah jagung dan kacang-kacangan, tanaman yang sangat penting bagi kami. Kalian akan membantu kami menanamnya hari ini," kata Pak Umemiya sambil menunjukkan biji-biji yang akan mereka tanam.
Hiragi membagi tugas kepada setiap anggota kelompok. Sakura bersama Sou dan beberapa teman lainnya bertugas menggemburkan tanah, sementara yang lain menyiapkan bedengan dan menanam benih.
Sakura dan Sou mulai menggemburkan tanah dengan cangkul. Matahari pagi yang hangat membuat pekerjaan mereka terasa lebih ringan. Mereka bekerja sambil sesekali bercanda, membuat suasana menjadi ceria.
"Ini pertama kalinya aku mencangkul," kata Sou sambil tertawa kecil. "Ternyata lumayan melelahkan juga."
Sakura mengangguk sambil tersenyum. "Tapi ini pengalaman yang berharga. Kita benar-benar merasakan kehidupan petani."
Setelah tanah digemburkan dan bedengan dibuat, mereka mulai menanam benih palawija. Sakura, ditemani oleh Pak Umemiya, menanam jagung. Pak Umemiya menunjukkan cara menanam yang benar, memastikan jarak antar benih cukup agar tanaman bisa tumbuh dengan baik.
"Masukkan benih ke dalam lubang ini, lalu tutup dengan tanah secara perlahan," kata Pak Umemiya sambil memberikan contoh.
Sakura mengikutinya dengan teliti. "Seperti ini, Pak?"
Pak Umemiya tersenyum dan mengangguk. "Ya, tepat sekali. Kamu cepat belajar, Sakura."
Pak Umemiya kemudian memperkenalkan beberapa teknik yang digunakan untuk memastikan tanaman tumbuh dengan baik, termasuk cara menjaga kelembaban tanah dan mengendalikan hama.
Setelah semua benih ditanam, mereka mulai menyiram tanah. Sakura dan teman-temannya menggunakan ember dan alat penyiram untuk memastikan benih mendapatkan cukup air. Mereka juga membantu memberikan pupuk organik untuk nutrisi tanaman.
Selama kegiatan, Sakura dan teman-temannya banyak belajar dari para petani. Pak Umemiya sangat antusias berbagi pengetahuan tentang tanaman palawija dan teknik pertanian yang mereka gunakan. Ada rasa kagum terhadap dedikasi dan kerja keras para petani yang menjaga kehidupan desa ini.
"Ternyata menjadi petani itu butuh banyak kesabaran dan kerja keras," kata Sakura kepada Nirei saat mereka istirahat sejenak.
Nirei mengangguk. "Benar. Kita jadi lebih menghargai makanan yang kita makan setiap hari."
Pak Umemiya juga bercerita tentang bagaimana setiap jenis tanaman memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda, membuat Sakura semakin tertarik dan bersemangat untuk belajar lebih banyak.
Menjelang siang, pekerjaan mereka hampir selesai. Sakura merasa puas melihat kebun yang sekarang penuh dengan benih-benih palawija yang siap tumbuh. Hiragi mengumpulkan semua anggota kelompok untuk evaluasi singkat.
"Kita telah melakukan pekerjaan yang bagus hari ini," kata Hiragi. "Terima kasih atas kerja keras kalian semua."
Pak Umemiya juga mengucapkan terima kasih. "Bantuan kalian sangat berarti bagi kami. Kalian membawa semangat baru ke desa ini."
Sakura tersenyum lebar. "Terima kasih, Pak Umemiya. Kami senang bisa membantu dan belajar banyak dari kalian."
Dengan perasaan puas dan hati yang hangat, Sakura dan teman-temannya kembali ke rumah mereka, siap untuk tantangan berikutnya. Kegiatan menanam palawija ini bukan hanya menjadi pengalaman berharga, tetapi juga mempererat hubungan mereka dengan warga desa. Hari itu menjadi salah satu momen tak terlupakan dalam perjalanan KKN mereka.
***
Saat senja mulai menyelimuti desa, mereka semua bersiap-siap untuk membersihkan diri sebelum makan malam. Rumah yang mereka tempati hanya memiliki satu kamar mandi, dan setelah seharian bekerja di kebun, semua anggota kelompok ingin segera mandi. Antrean di depan kamar mandi mulai terbentuk, dan ketegangan pun tak terelakkan.
"Aku duluan! Aku yang paling kotor karena tadi mencangkul di bagian yang paling berlumpur," kata Nirei sambil berdiri di depan pintu kamar mandi.
"Tunggu dulu, Nirei! Aku juga butuh mandi cepat-cepat karena ada luka kecil yang perlu dibersihkan," balas Sakura sambil menunjukkan tangannya yang sedikit tergores.
Hiragi, yang biasanya tenang, juga mulai kehilangan kesabarannya. "Semua mau cepat-cepat, tapi kita harus antri dengan tertib. Aku sudah menunggu sejak tadi."
Suasana semakin memanas ketika beberapa anggota lain ikut bergabung dalam perdebatan. Mereka semua saling bersikeras ingin segera masuk ke kamar mandi. Suara mereka semakin keras, dan ketegangan pun terasa semakin meningkat.
"Kenapa tidak kita buat jadwal saja? Setiap orang mandi maksimal lima menit," usul Sakura, mencoba mencari solusi.
Namun, usul tersebut justru memicu lebih banyak argumen. "Lima menit? Itu terlalu singkat! Aku butuh lebih lama untuk membersihkan diri," protes yang lain.
Sakura akhirnya memutuskan untuk mengalah. Dia menunggu dengan sabar di teras rumah sementara teman-temannya mandi. Menikmati udara segar dan cahaya senja yang memancar di langit sore. Dalam keheningan itu, Sakura dikejutkan oleh kedatangan Togame dari belakangnya.
"Dek, kenapa masih di luar?" tanya Togame yang sudah berdiri di samping Sakura. "Nunggu giliran mandi Mas."
"Oh jadi keributan tadi itu rebutan kamar mandi?" Togame terkekeh membuat Sakura bersemu malu. Ia malu karena teman-temannya meributkan hal sepele dan ketahuan oleh keluarga kepala desa.
"Sepertinya mereka masih lama Dek, kamu bisa menggunakan kamar mandi di rumah saya. Dengan begitu, tidak perlu berebut lagi." Togame menawarkan sebuah ide yang membuat Sakura berbinar. Tanpa pikir panjang, Sakura masuk ke dalam mengambil peralatan mandinya menuju rumah Togame. Awalnya ia menolak, tapi Togame tetap memaksa. Lagipun, Sakura sudah tidak tahan dengan bau tanah di tubuhnya.
Sakura merasa sedikit canggung saat dia diminta untuk mandi di rumah Togame. Meskipun demikian, dengan hormat dia menerima tawaran tersebut karena mengetahui bahwa ini adalah tindakan ramah dari kepala desa untuk membantu mereka dalam kegiatan KKN.
Setelah tiba di rumah Togame, Sakura sedikit deg-degan. Ia menyapu pandangan ke rumah Togame yang tidak jauh berbeda dari rumah yang ditempati bersama temannya. Bedanya, rumah ini lebih besar dan memiliki dua lantai. Tidak ada tanda-tanda keluarga Togame di rumah itu. Bahkan kedua adiknya juga tidak ada.
Sakura terlonjak kaget ketika dipanggil Togame. Ia mengikuti langkah Togame ke sebuah ruangan di lantai dua. Siapapun yang datang kesana pasti sudah tahu bahwa itu adalah kamar Togame.
"Tak perlu canggung Dek, tidak ada orang di rumah ini. Jadi kamu tidak perlu malu." Setelah mengatakan itu, Togame keluar kamar ke ruang TV. Buru-buru Sakura menyelesaikan mandinya. Sakura selesai mandi di rumah Togame dengan rasa syukur karena bisa membersihkan diri setelah seharian beraktivitas di kebun. Setelah keluar dari kamar mandi, dia merasa segar dan lebih rileks. Sakura mengenakan pakaian nya dan ia kembali kaget karena kehadiran Togame.
"Oh maaf, aku mau mengambil buku, ku kira kamu belum selesai mandinya."
Sakura tidak bisa menahan malu di wajahnya. Ia segera mengucapkan terima kasih lalu segera berkumpul dengan teman-temannya. Sial, terlalu lama bersama si kepala desa ternyata sangat tidak aman bagi jantung Sakura.
"Sial, perasaan ini lagi!"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Aku, Kamu dan Desa [✔️]
Hayran Kurgu⚠️YAOI⚠️ - Karakter milik Satoru Nii-sensei - Out of Character - BL/bxb/yaoi - Fanfiction - R13+ Summary: Togame mengingat setiap momen indah yang mereka habiskan bersama dan merindukan kehadirannya setiap detik. Setiap malam, Togame menghabiskan...