AWAL KATA

26.8K 672 9
                                    

Hai semuanya!

Perkenalkan aku sebagai Hasbillar, penulis cerita RamaYana ini.

Sebagai penulis baru yang berkecimpung di dunia kepenulisan, sangat dibutuhkan dukungan dari semua pihak terutama dari kalian sebagai pembaca cerita ini. Silakan vote dan comment karena itu akan sangat membantu penulis untuk kelancaran pengupdatean dan kemampuan dalam menulis. Tidak usah segan-segan mengoreksi kalau ada salah kata ataupun kalimat yang tidak jelas. Aku akan menerima koreksian kalian selama kalian menyampaikannya dengan sopan.

Cerita ini aku tulis berdasarkan pemikiranku sendiri yang tentunya dipengaruhi oleh imajinasi liar, sedikit kejadian nyata/ berita dan inspirasi dari cerita-cerita yang pernah kubaca. So, jangan suka nuduh cerita ini hasil plagiat. Kalian juga jangan memplagiat cerita ini, tolong hargai penulis.

Kurasa ini dulu yang dapat aku sampaikan, selamat membaca semuanya.

PS : jangan males baca setelah baca bagian ini ;)

***

FLASHBACK

Pantai Kuta, Bali

15.00 WIB

Kayana menatap malas pada sekumpulan orang yang tengah menari dan tertawa bersama. Sarat akan kebahagiaan. Kayana menatap sepupunya yang tertawa lepas dipelukan laki-laki yang beberapa jam lalu resmi menjadi suami sepupunya.

Kayana menatap malas bukan karena Kayana tidak senang pada kebahagiaan sepupunya, ia hanya merasa sedikit lelah dan iri?

Entah apa perasaannya benar merasakan perasaan iri, yang pasti Kayana merasa tidak punya tenaga untuk ikut menari dan tertawa bersama sekumpulan keluarganya. Ia baru tiba di Bali beberapa jam sebelum acara dimulai, tanpa sempat beristirahat Kayana langsung menghadiri acara.

Berkat mengikuti acara ini Kayana sampai cuti sehari dari kantornya. Cuti pertamanya ditahun ini.

"Kak, apa kakak lelah?"

Kayana mengalihkan tatapannya dan melihat adiknya yang cantik membawa minuman. "Tidak juga, hanya sedikit malas."

Rahayu tersenyum menatap kakaknya. "Lebih baik kakak istirahat dulu. Kata bibi acaranya sampai malam lho,"

"Waw, mewah sekali." Kata Kayana yang entah kenapa terdengar tidak berminat. Intonasinya sangat berbeda dengan apa yang dikatakannya. "Baiklah, kurasa tubuhku memang membutuhkan kasur saat ini."

Tak mau berlama-lama Kayana langsung pergi. Namun entah nasibnya yang sial atau apa, Kayana dihentikan oleh sekelompok bibinya.

"Lho Kayana, kamu mau kemana? Acaranya kan belum selesai," tanya salah satu bibinya.

Kayana tersenyum masam, ia hafal sekali dengan perangai bibi-bibinya itu. Seperti seorang bibi lainnya yang peduli pada keadaan keponakannya, bibinya itu sangat peduli hingga masalah pernikahannya selalu dibahas.

"Haha, Kayana hanya ingin mengambil minuman." Jawab Kayana beralibi. Bisa tambah sial dirinya bila mengatakan pergi sebelum acaranya selesai.

"Oh kirain mau pergi,"

Kayana terus memasang senyum palsu. Sungguh mukanya terasa kaku karena tidak biasa melakukannya.

"Tapi Kayana, Vivien yang lebih muda dari kamu aja udah nikah loh. Kamu kapan?"

Senyum Kayana tidak luntur meski sekarang Kayana tidak bisa memastikan senyumnya tetap wajar atau menjadi senyum sinis.

"Ih, kamu ini. Kayana itu kerja di perusahaan besar udah pasti punya pasangan yang tampan dan mapan, iya kan?" timpal bibi Kayana lainnya.

RAMAYANA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang