BAB XX

8.4K 374 2
                                    

Hotel Arnold, Jakarta

Sabtu [21.34 WIB]

Kayana tengah duduk di ranjang kamar hotel yang telah dipersiapkan. Melepas lelah dari kemeriahan pesta pernikahan.

Perta pernikahan memang telah selesai sejak pukul 4 sore tadi, namun pembicaraan dari kedua belah pihak Keluarga menahan Ramandhanu dan Kayana untuk segera beristirahat.

Untungnya Ramandhanu dengan sigap membawa Kayana yang kelelahan untuk segera ke kamar.

Kayana tentu saja senang dengan sikap Ramandhanu tersebut ia bahkan ingin memujinya jika tidak mendengar alasan yang terlontar dari bibir Ramandhanu.

"Bukankah sudah waktunya beristirahat? Tentunya kalian tidak akan menahan pasangan baru ini dari malam pertama kami kan?"

Perkataan Ramandhanu itu disambut olokan dan godaan dari kedua Keluarga besar. Mereka sangat antusias dengan tindakan Ramandhanu tersebut.

Ramandhanu sangat dielu-elukan karena bertindak berani dan langsung. Berbeda dengan Kayana yang sangat malu untuk mengangkat wajahnya yang semerah kepiting rebus. Ia tidak berani menatap ekspresi keluarganya yang menggodanya.

Kayana menepuk pipinya, mencoba menyadarkan dirinya dari rasa malunya. Entah bagaimana ia menghadapi keluarganya besok. Kayana harus mengendalikan ekspresi dan debaran di dadanya terlebih dahulu.

Setelah agak tenang, Kayana kembali melihat cincin yang melingkar indah di jari manisnya. Berulang kali Kayana melihatnya semenjak cincin itu terpasang, memastikan bahwa pernikahan tadi bukanlah bunga tidur semata.

Cantik dan berkilau.

Kayana terpesona dengan keindahan cincin tersebut. Cincin yang mengikatnya dengan seorang pria yang saat ini tengah berada di kamar mandi.

Pria yang secara misterius datang di hidupnya. Dengan anehnya menjadi suaminya.

Kayana tertawa kecil kala teringat pertemuan pertamanya yang terkesan konyol. Dirinya yang terdesak dan dengan paksa melibatkan Ramandhanu dalam masalahnya. Sedangkan Ramandhanu dengan gilanya malah mendukung kebohongan Kayana.

Jika dipikir kembali Kayana sangat tidak mengerti alasan Ramandhanu membantu kebohongannya.

Apakah hanya karena Ramandhanu memiliki situasi yang sama dengannya?

Apakah Ramandhanu sangat putus asa dipaksa untuk segera menikah sehingga tanpa pikir panjang langsung mengajaknya menikah?

"Apa yang kau pikirkan?"

Kayana menoleh ke arah suara. Terlihat Ramandhanu tengah mengeringkan rambut basahnya dengan handuk. Pandangan Kayana turun, melihat dada bidang Ramandhanu yang terpampang meski sudah memakai bathrobe.

Kayana sontak mengalihkan pandangannya. Berusaha bersikap biasa saja.

Namun tindakan Kayana tersebut malah membuat Ramandhanu sadar. Dengan senyum liciknya Ramandhanu semakin mendekati Kayana.

"Istriku ini ternyata mesum sekali." Bisik Ramandhanu di telinga kanan Kayana.

Mendengar hal itu, Kayana langsung menutupi telinga kanannya dan menatap Ramandhanu terkejut. Kayana bahkan tidak dapat menjelaskan seberapa merahnya mukanya sekarang. Ia hanya bisa merasakan detakan di jantungnya yang berpacu cepat.

"Ap, apa?! Siapa yang mesum?!"

Seolah mengincar hal tersebut, kegagapan Kayana itu justru membuat Ramandhanu puas. Terbukti dari tatapan pria itu menatap Kayana dan smirk yang ada tersungging di bibirnya.

RAMAYANA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang