BAB XV

8.4K 336 2
                                    

Kayana bernafas lega. Sudah lama sekali ia tidak merasa seringan ini. Masalah yang dulu sangat ia takuti perlahan mulai berkurang. Ia tidak pernah menyangka akan tiba hari ini. Hari dimana ia berdamai dengan sahabatnya.

Yang Kayana pikir masalah ini tidak mungkin dapat terselesaikan saat ini mulai bisa ia perbaiki. Kayana senang ia bisa keluar dari lingkaran setan itu.

Kayana menatap Ramandanu. Pria yang entah secara ajaib itu datang pada hidupnya. Memberinya air disaat ia kelelahan dipadang gurun.

Keajaiban Ramandanu itu membuat Kayana terus berpikir bahwa semua yang dilaluinya ini hanyalah mimpi manis semata. Terlalu indah untuk menjadi kenyataan. Dan Kayana takut jika semua ini ada batas waktunya. Waktu untuknya bangun dari mimpi sekaligus kehilangan Ramandanu dari hidupnya.

Kayana tidak akan bisa membayangkan dirinya jika itu terjadi. Oleh karena itu sebelum Kayana terlena Kayana harus bisa membatasi ketergantungannya akan Ramandanu.

"Kalian tampak menikmati pembicaraan kalian hingga tidak sadar aku datang."

Kayana mengerjap, bingung menanggapi bagaimana. Ia sama sekali tidak mendengar perkataan Ramandanu karena tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Tau bahwa pikiran Kayana sedang tidak pada tempatnya, Ramandanu mengulangi perkataannya.

"Ah, kami sudah lama tidak berbincang jadi ada banyak yang ingin kami bagi." Kata Kayana.

"Kuharap hubungan kalian akan terus seperti ini." Ucap Ramandanu tulus membuat Kayana terharu.

"Ini semua berkat dirimu. Terima kasih."

"Tidak, bukan diriku. Tapi kamu, kamu yang berusaha dan mau membuka hati. Aku tidak membantu apapun. Tekad kuatmu yang membawamu pada titik ini."

Kayana terdiam. Mendengar apresiasi yang tidak pernah ia dengar lagi membuat dirinya berharga.

Ia yang selalu menyalahkan dirinya selama ini. Ia yang menutup hatinya rapat agar tidak kembali terluka. Dan ia yang selalu lari dari masalah.

Relung hatinya yang kering kembali hidup. Ia tidak dapat menjabarkan perasaannya lagi.

Ini terlalu indah.

"Ngomong-ngomong temanmu tadi sepertinya sangat tidak ingin berpisah denganmu."

"Pft, kau benar."

Kayana teringat teman-temannya yang sulit sekali berpisah dengannya. Jean bahkan sampai mengumpat ketika mendapat panggilan mendadak yang membuatnya berpisah terlebih dahulu. Yah, panggilan darurat itu biasa untuk seorang dokter.

Lalu selanjutnya Nita yang juga harus segera pergi untuk mengejar penerbangan malamnya. Wanita itu bahkan membatalkan jam terbang sorenya dan mengganti jam penerbangan menjadi malam hari. Tentu ia diprotes oleh manajer dan tim produksi, tapi tekad bulat Nita mampu membuat timnya menyerah.

Hani bahkan sampai berkaca-kaca saat meninggalkannya. Mana Kayana tahu bila Hani datang kepertemuan itu dengan melupakan janjinya dengan kliennya. Dasar anak gila.

"Kau tidak sedih?" Tanya Ramandanu.

Kayana tersenyum ringan dan menggeleng, "Untuk apa? Toh mulai sekarang kita bisa bertemu lagi."

Hubungan mereka kembali seperti dulu. Tidak ada lagi kecangungan dan kekhawatiran yang menghantui. Sehingga mereka bisa saling menemui satu sama lain dengan santai.

Melihat Kayana yang bahagia, membuat Ramandanu tersenyum kecil. Tak lama kemudian senyum itu luntur saat Ramandanu menatap sebuah undangan pada tas Kayana.

Memincing curiga Ramandanu menatap Kayana. "Bukankah semua undangannya sudah kau sebar?"

Kayana menatap Ramandanu heran. "Iya. Apa ada yang kurang?"

RAMAYANA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang