BAB IV

10.8K 436 3
                                    

Kediaman Wardani, Jakarta

Sabtu [19.38 WIB]

Setelah tiba di rumah keluarganya, Kayana dan Rahayu langsung menuju kamar ayahnya. Kayana sempat bertanya mengapa ayahnya tidak dirawat di rumah sakit. Namun ayahnya yang keras kepala itu menolak dirawat di rumah sakit hanya dikarenakan gengsi.

Ya, ayahnya itu menolak tua. Disaat teman seumurannya masih sehat, ayahnya tidak mau terlihat tua sendiri dengan sakit-sakitan.

Bisa dikatakan bahwa sakitnya kali ini dirahasiakan dari orang luar.

Perasaan panik dan cemas Kayana berganti kesal saat melihat ayahnya yang sehat bugar diranjang. Tidak tampak raut kesakitan sama sekali. Satu hal yang dapat Kayana simpulkan, ia ditipu ayahnya. Cokro Wardani.

Kayana melirik tajam Radit yang bekerja sama dengan ayahnya. Sedangkan Radit yang ditatap tajam, berpura-pura tidak tahu dengan menghindari tatapan Kayana.

"Papa bohong ya?" tanya Kayana datar. Bagi keluarganya yang sudah memahami Kayana, sikap Kayana itu biasa. Tapi jika Kayana sudah bertanya datar seperti itu pada anggota divisinya, bisa dipastikan semua orang sepakat bahwa Kayana menakutkan.

"Uhuk, uhuk, bicara apa kamu ini. Papa memang jatuh tadi pagi. Tanya saja pada mamamu jika tidak percaya." Kilah ayahnya.

Kayana menatap ibunya, Tiana, seolah meminta penjelasan.

"Iya, papamu memang jatuh karena tersandung." Tiana tersenyum tanpa beban membuat kekesalan Kayana bertambah.

"Kamu ini jika ayah tidak begini kamu tidak mau pulang kan?"

Pertanyaan ayahnya itu sukses mencubit hati Kayana. Sepertinya Kayana harus menghilangkan kekesalan hatinya. "Tapi papa tidak apa-apa kan meski terjatuh?"

"Kata dokter tidak apa-apa kok. Tapi tetap membutuhkan rehat sejenak karena kakinya cidera." Jelas Tiana.

Mendengar hal itu Kayana menyibak selimut yang menutupi setengah badan ayahnya dan melihat kaki kiri ayahnya yang bengkak kebiruan.

"Apa masih sakit?"

"Hahaha, mana mungkin sakit. Papamu ini kuat-" sesumbar Cokro terhenti kala Kayana menyentuh kaki bengkaknya. "Akh!"

Tiana, Kayana, Rahayu dan Radit tertawa bersama. Cokro yang melihat keluarganya tertawa merasa senang biarpun kakinya nyeri.

***

Setelah membersihkan diri dan makan malam Kayana kembali menemani ayahnya di kamar. Hanya mereka berdua. Seolah semua orang tahu bahwa Kayana dan Cokro memperlukan waktu satu sama lainnya.

Cokro yang membaca buku tebal tentang kesehatan dan Kayana yang kembali mengecek laporan untuk rapat senin nanti. Membiarkan keheningan mengisi waktu mereka.

"Papa," panggil Kayana yang membuat Cokro menutup buku yang dibacanya. Fokus pada perkataan Kayana. "Seberapa senang papa saat melihatku menikah?"

Kayana tidak mungkin langsung mengatakan tidak mau menikah sebelum mengetahui pandangan ayahnya pada pernikahan. Ia tidak mau setelah mengatakan 'tidak ingin menikah' ayahnya menjadi sedih.

"Hem, saat kau dan Rahayu menikah nanti tentu papa akan menjadi orang yang paling bahagia didunia karena berhasil menyelesaikan tanggung jawab papa. Tapi papa juga akan merasa sangat sedih karena papa bukan lagi tempat kalian bersandar." Cokro tersenyum lembut.

"Wah, hanya pernikahanku dan Rahayu? Radit pasti cemburu." Goda Kayana.

"Hahahaha, anak itu. Dari pada sedih papa akan merasa bangga jika dia menikah nanti. Lelaki yang berani mengambil tanggung jawab sebagai suami adalah lelaki yang hebat. Dan papa akan sangat senang bila Radit mampu melakukannya."

RAMAYANA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang