BAB IX

9.2K 383 1
                                    

Ramandanus Penthouse, Jakarta

Senin [11.15 WIB]

Buram.

Hanya silau lampu yang memenuhi pandangannya.

Kayana mulai memandang sekelilingnya setelah pandangannya kembali normal. Hanya ruangan putih minimalis dengan tata letak barang yang elegan. Lebih tepatnya kosong, hal ini dikarenakan sedikitnya barang yang ada di ruangan itu. Hanya ada ranjang yang ia tiduri, meja beserta laci dan satu tempat duduk.

"Ah, sudah bangun?"

Kayana menatap aneh pria yang masuk alih-alih menjawab pertanyaan retoris itu. Tatapannya seolah berkata 'sudah tau bangun kenapa tanya?'

Tidak mendapat jawaban dari Kayana tidak membuat Ramandanu menyerah. Nyatanya pria itu duduk dan menawarkan air yang disambut dengan baik oleh Kayana.

"Terima kasih." Kayana tetap bersikap sopan meski tidak terlalu menyukai pria disampingnya.

"Kau harus memperhatikan pola hidupmu. Jangan bekerja berlebihan." Ucap Ramandanu seraya meletakan gelas yang telah digunakan Kayana ke nakas.

Kayana menatap tidak terima pada Ramandanu. Tidak sadarkah pria itu bahwa ia yang membuatnya bekerja berlebihan selama seminggu ini, atas hak apa Ramandanu memberinya nasihat seperti itu.

Seolah menyadari arti dari ekspresi Kayana, Ramandanu menatap Kayana intens. "Ehem, untuk saran terakhir aku akui itu ada kesalahanku juga. Aku minta maaf."

Kayana menatap tidak percaya. Kata 'maaf' yang keluar dari bibir Ramandanu itu merupakan kalimat permintaan maaf yang tulus. Bahkan lebih tulus dari permintaan maaf anggota timnya yang berbuat salah. Padahal Ramandanu memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding anggota timnya.

"Emm, kurasa aku juga salah. Jadi tidak apa-apa." Ucap Kayana sungkan. Meski ia senang mendengar permintaan maaf itu Kayana juga merasa tidak enak mendapatkannya. Terlebih dari atasannya sendiri.

"Sepertinya kita harus menikah bulan ini."

"....."

"Bagaimana bila kita menikah hari sabtu minggu terakhir bulan ini?"

"..."

"Apa nanti malam kamu dan keluargamu luang? Aku akan ke rumahmu nanti malam untuk me-"

"Tu, tunggu! Yang benar saja. Apa sih yang kamu pikirkan? Siapa yang setuju untuk menikah?" potong Kayana kesal.

Ramandanu diam menanggapi kekesalan Kayana dan mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Mengutak-atik ponsel itu seakan mencari sesuatu. Setelah menemukannya, Ramandanu menyodorkan ponselnya pada Kayana.

Kayana yang sudah agak tenang menerima ponsel Ramandanu dan membacanya. Beberapa detik kemudian bola mata Kayana melebar.

Seakan tidak percaya dengan apa yang telah dibacanya, Kayana memandang Ramandanu seolah meminta kebenaran akan berita itu. Berharap Kayana salah membacanya. Namun Ramandanu justru mengangguk. Membenarkan berita itu.

"SIALAN! CECUNGUK KURANG AJAR ITU!!!" Kayana menjerit meluapkan kekesalannya.

Seolah melupakan sakitnya, Kayana mengacak rambutnya. Menyalurkan kefrustrasiannya. Ramandanu yang melihat tingkah absurd Kayana itu hanya diam memaklumi.

Sangat jelas tertulis pada headline artikel 'Terungkap!!! Putri Pertama Keluarga Wardani Merupakan Kekasih Putra Kedua Keluarga Widjaya, Dikabarkan Akan Segera Menikah!' atau 'Apakah Ini Pernikahan Bisnis? Pernikahan Konglomerat Abad Ini!' serta artikel lainnya yang memuat berita mengenai hubungan Kayana dan Ramandanu.

RAMAYANA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang