Chapter 14

14K 1.2K 38
                                    

Rasa haru datang bergelombang menggulung kesadaranku. Aku hampir hilang keseimbangan tapi Bu Wida menarikku ke dalam pelukannya.

"Seumur hidup kami nggak akan bisa membalas seluruh kebaikan dr.Zain. Bukan hanya nyawa anak ibu yang beliau selamatkan, tapi mukjizat hari itu telah membawa pengaruh amat besar di kehidupannya. Lolos dari maut, anak ibu berubah seratus delapan puluh derajat. Semua kisah penyelamatan nyawanya benar-benar mengetuk pintu hatinya. Bahwa ada satu nyawa yang melayang sia-sia karena kecerobohannya. Bahwa ada satu jiwa yang terenggut demi membiarkannya tetap hidup."

Aku kembali duduk tegak untuk mendengarkan kembali cerita Bu Wida yang nampaknya masih perlu waktu cukup lama akan selesai.

"Anak ibu bertekad akan kembali hidup normal. Dia janji bakal berubah. Dia benar-benar membuktikan tekadnya dengan lulus sekolah menengah dengan nilai yang cukup membanggakan. Dia berjuang keras agar bisa lulus tes masuk fakultas kedokteran saat itu dia berkata, 'Negeri ini sudah kehilangan satu dokter karena kesalahanku di masa lalu, jadi di masa depan aku memutuskan untuk jadi dokter yang akan menyambung cita-cita dr.Zain. Dia adalah pahlawan dalam hidupku'."

Bu Wida melanjutkan ceritanya, "Dia baru tahun kemarin kembali dari luar negeri setelah menyelesaikan pendidikan spesialisnya di sana. Dan sekarang dia bekerja di salah satu rumah sakit di kota."

Bu Wida tersenyum. "Kamu pasti sudah kenal sama dia."

Aku terheran-heran. memikirkan siapa dokter yang mungkin aku kenal itu.

"Dia bilang sudah ketemu kamu waktu di Jakarta."

"Jangan-jangan yang ibu maksud dr.Aqly ya?" tebak ku ragu.

Ibu Wida mengangguk bersemangat.
"Ia benar. Dia anak ibu, Aqly Firdaus."

Aku masih diliputi kebingungan atas segala kebetulan ini. Bagaimana sebenarnya dr.Aqly bisa tau jika aku adalah Shahila, calon istri dr.Zain yang menjadi korban tabrakan sepuluh tahun silam.

Tanya yang terbersit di hatiku tak dinyana dijawab Bu Wida tanpa sempat kusuakan.

"Hari Maria menjenguk kamu saat opname di rumah sakit pasca kepergian dr.Zain, ibu dan Aqly juga turut serta tapi kami tak punya keberanian untuk bertemu dengan kamu. Kami hanya bisa mengintipmu dari balik kaca pintu. Kami berdua kembali dihantui rasa bersalah karena melihat kondisimu. Aqly bahkan sampai menangis saat itu. Dia benar-benar mengutuki dirinya sendiri. Menganggap dirinya sebagai sumber bencana."

Aku terperangah mendengar penuturan Bu Wida. Bingung harus berkata apa. Segala kata terasa tercekat di tenggorokan. Berbagai rasa bergolak di dadaku. Ada emosi yang ingin meletup dan rasa kecewa yang mencuat seketika di dasar hatiku. Hembusan nafasku pun terasa panas. Tapi saat melihat tatap sayu Bu Wida yang menyiratkan rasa sesal dan bersalah, buru-buru ku tekan emosi dan rasa kecewa itu.

Bukankah semua sudah berlalu? dr.Zain pun mungkin tak mau aku hidup dalam kebencian dan dendam.

Aku berusaha menyunggingkan senyum meski terasa kelu. Gemetar ku arahkan jemari tanganku ke wajah Bu Wida, mengusap lembut airmata dari pipinya.

"Sha yakin dr. Zain sudah memaafkan kesalahan dr. Aqly. Mungkin ini sudah jalan hidup yang harus Sha lalui. Ternyata kami tak sempat berjodoh di dunia. Allah pasti sudah menuliskan yang terbaik untuk kami berdua. Sha ikhlas dengan semua ini. Sha hanya harus menerimanya sebagai takdir dari Allah."



***


Makasih banyak yaaa buat kalian yang baca, vote dan komen 😍

Jangan lupa follow akun aku juga ya😁😁☺😇

SHA (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang