Chapter 7

17.2K 1.2K 49
                                        

Syifa mengamuk karena bertemu dengan dr.Aqly. Dia sudah mendengar penjelasan dari kami jika dr.Ridwan yang biasa menangani Syifa, sudah tak lagi bertugas di rumah sakit itu.

"Syifa mau kakek saja yang ngobatin Syifa!" lirihnya di sela-sela selang oksigen yang kembali harus dipasang karena Syifa mengeluarkan energi yang besar saat mengamuk tadi sehingga nafasnya menjadi sesak.

Syifa terbiasa memanggil dr.Ridwan dengan sebutan kakek. dr.Ridwan sendiri yang memintanya. Dr. Ridwan bilang Syifa seusia dengan cucunya yang tinggal di Jepang.

Aku menoleh sungkan pada dr.Aqly atas kelakuan Syifa. Dan menyadari jika dia adalah dokter yang membuat wajah Sarah bak udang rebus kemarin. Jadi dia juga yang dipuji ganteng oleh Bu Melinda waktu itu. Wahh aku wajah dokter muda ini memang sebelas dua belas lah sama oppa-oppa Korea yang dulu sangat aku gandrungi.

Tangis Syifa menghentakkanku dari keterpanaan pada dr.Aqly. Syifa memang sudah terlanjur sayang pada sosok dr.Ridwan yang humoris dan penyayang.

Hampir seluruh hidup Syifa ditangani oleh tangan emas dr.Ridwan. Berulang kali dokter yang sudah melewati usia paruh baya itu mengerahkan seluruh usahanya untuk bisa menyelamatkan nyawa Syifa. Dan usaha itu tak pernah sia-sia buktinya Syifa masih bisa merasakan nikmat bernafas dari Allah, meskipun lebih sering diiringi rasa sakit akibat jantungnya yang tak mampu memompa darah secara sempurna sehingga alur pernafasannya pun terganggu.

Aku berusaha membujuk Syifa agar tidak lagi marah pada dr.Aqly. Tapi Syifa tetap keukeuh tak peduli. Wajahnya nampak sangat kesal. Boneka teddy bear yang baru dibelikan ibunya pun sudah ditendangnya hingga terjatuh dari tempat tidur.

Akhirnya aku menyerah. Tak ingin memperburuk kondisi kesehatan Syifa, aku malah meminta dr.Aqly menunda visite-nya. Aku sampai tak enak hati takut jika dokter itu menganggap aku lancang.

"Maafkan Syifa, Dok. Dia nggak bermaksud begitu. Dia hanya kecewa karena nggak bisa bertemu dengan dr.Ridwan lagi," sesalku.

"Baiklah. Jadi ini menjadi PR besar buat saya untuk menarik perhatian Syifa agar mau jinak sama Saya," ucap dr. Aqly setengah bercanda, sesaat sebelum meninggalkan ruang anak di mana Syifa dirawat.

Syukurlah ternyata dr.Aqly tak marah. Aku bisa lega.

"Terimakasih, Dok, untuk kunjungannya," ucapku tulus pada dr.Aqly saat sudah didepan pintu, seperti kebiasaanku pada dr.Ridwan.

"Kembali kasih, Sha." Dr.Aqly menebarkan senyum merekahnya. Manis sekali. Membuatku salah tingkah.   Jangan bilang kalo aku bakal ikut-ikutan fans club yang kata Sarah baru saja dia dan teman sejawatnya dirikan beranggotakan cewek-cewek yang mengidolakan dr.Aqly.

Begitu dr.Aqly keluar aku kembali menghampiri Syifa. Syifa masih cemberut.

Aku menghela nafas. Ku rasa tak mudah untuk membujuk Syifa.

Syifa terlalu antipati terhadap orang baru yang baru saja dikenalnya. Syifa sulit beradaptasi dengan orang lain, tapi sekalinya dia akrab, dia nggak akan mudah melepaskan orang itu untuk meninggalkannya.

Baby sitter yang dulu bahkan rela beberapa kali menunda rencana pernikahan mereka, karena tak ingin Syifa bersedih.

Tak mudah untuk Syifa menerima perpisahan itu. Dia mengalami sesak nafas dan nyawanya hampir tak tertolong.

"Kenapa Syifa marah?" pancingku.

Syifa tetap memasang mode wajah jutek.

"Syifa juga marah sama Ka Sha, ya?" Aku memasang tampang sedih. Barulah Syifa menoleh ke arahku.

"Syifa nggak marah sama Kak Sha. Syifa nggak suka nggak ada kakek. Syifa mau kakek," ucapnya lirih.

Syifa meraih boneka unicorn pemberian dr.Ridwan. Memeluknya erat. Setetes air matanya jatuh.

SHA (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang