Chapter 1

51.2K 2.1K 119
                                    

Aku memasuki ruangan dokter Zain. Ragu aku melongokkan kepala ke ruang periksa pasien. Dokter Zain terlihat masih sibuk dengan beberapa status pasien.

Aku diam menunggunya. Salah tingkah. ini pertama kalinya kami berada satu ruangan hanya berdua.

"Duduk!" perintahnya tak lama kemudian.

Aku menarik kursi tepat didepannya. jantungku berdebar. Perasaanku tak enak. kesalahanku kemarin memang fatal. Wajar jika dr. Zain selaku pembimbing lapangan memarahiku.

Keringat dingin mulai membasahi pelipisku. Jemariku mulai mendingin. Aku sudah sering dapat dampratan dari dosen maupun para dokter saat praktik di rumah sakit. Dari semuanya mereka mengatakan jika amukan dr. Zain yang paling menakutkan. Aku tambah gugup.

"Udah punya pacar?" tanya dr. Zain sambil masih fokus mengisi rekam medis pasien.

Malah aku yang dibuatnya gagal fokus. Apa aku tak salah dengar. dr.Zain bercanda kali.

"Be..belum.." jawabku terbata.

"Calon suami?"

Lah, pacar saja tak punya apalagi calon suami, pikirku. Aku menggeleng kuat.

"Yang ditaksir?" Lagi, pria berjas putih dengan stetoskop menggantung di lehernya itu menanyaiku.

Kayaknya dr.Zain kurang minum, sehingga terjadi gejala dehidrasi membuatnya berhalusinasi.

"Ada sih".

Kepala dr.Zain langsung mendongak. "Siapa?" tanyanya dengan suara meninggi, matanya tepat memandang ke arahku.

Aku terkejut bukan main.
"Kaget saya, Dok!" ucapku sambil mengusap dada.

"Jawab!" tegas dr.Zain.

"Itu.. bukan... bukan orang sini. Dia aktor korea, Dok. Dokter kenal Song Joong Ki?"

dr.Zain menggeleng cepat. "Dia kenal kamu?"

"Siapa saya, Dok. Sampai aktor seterkenal dia kenal sama saya?" ucapku cengengesan.

"Ohh," dr. Zain ber ooh ria. "Bagus. berarti kamu single ya kan?"

"Emangnya kenapa, Dok?" tanyaku penasaran.

"Mau saya comblangin kamu mau nggak?"

Aku kaget, tapi mau tertawa juga. Kirain mau dimarahin nyatanya malah mau dijodohkan.

Iya ya, kemarin kan doanya mau cepat-cepat ijab sah setelah terima ijazah. Ha...

"Boleh, dok. sama siapa?"

Pastilah dr. Zain tidak mungkin akan menjodohkan aku dengan sembarang orang yang nggak baik. Aku tau dr.Zain orang yang baik dan bertanggungjawab, jadi tak mungkin beliau akan menjerumuskan aku ke arah yang buruk.

"Saya!"

***

"Kenapa, Sha?" tanya Maria teman sekamarku.

"Tadi ada yang mau melamar aku, Mar."

"Hah? siapa?" Maria nampak antusias. Asuhan keperawatan yang tengah ia garap disingkirkan begitu saja. Maria duduk menghadapku dengan tak sabar.

"Aku bisa percaya sama kamu kan, Mar. Jangan bocorin hal ini sama siapapun ya. soalnya ini masih rahasia. Aku takut nggak jadi soalnya ini masih kayak mimpi tau nggak."

Maria berusaha keras meyakinkan aku. Ia memasang tampang serius.

"Jadi gini..." aku menceritakan semua hal yang dibicarakan dr.Zain padaku siang tadi. Tak ada yang ku tutupi atau ku tambahkan.

Maria melongo saat aku selesai bercerita.

"Kamu terima?" tanyanya kemudian saat berhasil mengatasi syoknya saat mendengar semua ceritaku.

"Belum aku kasih jawaban. Aku minta waktu. Nggak mungkin kan aku langsung bilang iya. Nanya sama keluarga juga belum."

"Wah, Sha sumpah bakal nyesal sih kamu kalo nolak dr.Zain. Secara dia baik, ganteng, kaya, pintar, dokter pula."

"Tapi Mar, aku takut."

"Takut apa sih, Sha?"

"Gimana kalo aku cuma dijadikan sebagai pelarian aja. Atau mau nutupin sesuatu misalnya. Apa gitu. Entar diminta nikah kontrak kah. Aku kan nggak mau, Maria, jadi janda di usia muda."

Maria menoyor kepalaku. "Kebanyakan nonton drakor kamu."

"Habisnya mendadak gini. Nggak ada angin nggak ada hujan, dia main lamar aja."

"Lah siapa tau sebenarnya dr.Zain sudah lama naksir sama kamu."

"Maria, mana ada. Orang selama praktikum aku kena semprot mulu. nilaiku sengaja banget dia kasih C. Kelulusanku terancam tau nggak."

"Ah, bisa aja itu akal-akalan dr.Zain biar bisa narik perhatian kamu kan, Sha."

Aku menelengkan kepala.
"Kayaknya sekarang yang kebanyakan nonton drakor kamu deh. Pintar bener ngarangnya. Drama sekali."

Lalu kami tertawa terbahak. Malam itu kami habiskan dengan membahas dr.zain. Lelaki yang secara mendadak mengajukan lamaran padaku siang tadi.

***

Beda umurku dengan dr.Zain hampir sepuluh tahun. Aku menginjak usia 21 tahun, hampir lulus Akademi Keperawatan. Aku tengah menyelesaikan tugas akhir magang di rumah sakit daerah. Sebelum nantinya persiapan sidang Karya Tulis Ilmiah. Lalu menunggu wisuda.

Aku sudah ancang-ancang dengan sering merapal doa setiap selesai shalat lima waktu agar segera diberikan jodoh setelah lulus dari kuliah keperawatan.

Dan hadirnya dr.Zain apakah menjadi pertanda jika doaku selama ini akan segera dihijabah oleh Allah.

Sejak pertemuan diruang praktik dr.Zain hari itu, dr.Zain mulai aktif melakukan pendekatan denganku. Kami sudah sepakat akan mengadakan masa penjajakan kurang lebih selama tiga bulan. Kelanjutan masalah hubungan ke arah yang lebih serius akan kami bahas setelah itu.

Nampaknya gerak gerik kami yang sering salah tingkah jika bertemu banyak yang memperhatikan. Kami mulai dijadikan bahan gosip. Sering sekali mereka menggodaku jika dr.Zain memasuki ruang jaga perawat.

Sejak hari itu rasanya hari-hariku mulai berubah menyenangkan. Dadaku selalu dipenuhi perasaan berbunga-bunga setiap dapat tugas shift. itu berarti aku akan dapat bertemu dengan dr. Zain. Semakin hari dr.zain juga semakin menunjukkan perhatiannya. Sangat sering dia mengajakku makan siang bersama atau menawarkan untuk mengantarku pulang jika dapat shift siang yang pulangnya jam 9 malam.

***

Waktu seakan berjalan begitu cepat. Tak terasa besok adalah hari akad nikahku bersama dr.Zain.

Aku dilanda euforia. Perasaanku tak karuan. Senang, takut, gugup, dan berjuta rasa lainnya rasanya tak bisa aku gambarkan dengan kata-kata.
Sudah beberapa hari aku tak bertemu dengan dr.zain karena dalam masa pingitan. Rasanya rindu sekali.

Nampaknya itu juga yang dirasakan olehnya. Hampir setiap ada waktu luang dimanfaatkan dr.Zain untuk menghubungi entah menelpon atau sekedar mengirim chat menanyakan perasaanku.

Bahagia. Tentu saja aku bahagia. Walaupun awalnya dr.Zain yang mengungkapkan perasaan hatinya padaku, tak bisa ku pungkiri aku juga sudah cukup lama mengagumi beliau.

Meski sering marah-marah pada kami mahasiswa magang, tapi aku tau maksudnya baik. Agar kami tetap fokus dalam bekerja. Semua bilang dr.zain tampan, itu tak bisa dipungkiri, tapi yang paling aku sukai dan kagumi darinya adalah ketelitian dan ketelatenannya dalam setiap tindakan untuk merawat pasien, bagaimanapun kasus dan kondisi pasien. Dia tetap selalu menampilkan wajahnya penuh senyumnya. Tapi juga wajah keprihatinan yang mendalam jika pasien sekedar berkeluh kesah padanya.

Menjadi wanita yang diinginkannya untuk menjadi pendamping hidupnya tentu saja merupakan anugerah tak terhingga indahnya bagiku. Mereka bilang aku membuat iri semua staf wanita di rumah sakit. Aku hanya bisa tersenyum menimpali berbagai komentar dari mereka.

***


Makasih buat kalian yang udah kasih vote dan komen ya 🥰🥰🥰

SHA (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang