Hai hai 🤩
Boleh dong absennya yang kangen auctor 🤭, kangen author juga boleh 😂
☆☆☆☆☆
Hidup mati udah di tangan Tuhan. Rencana bisa saja disusun, tapi belum tentu dapat berjalan sesuai dengan keinginan.~AUCTOR~
☆☆☆☆☆Salva menatap wajah kekasihnya yang berada di depannya. Terlihat jelas bahwa kekasihnya itu sedang menatapnya dengan pandangan kasihan. Salva tidak suka diperhatikan seperti itu. Walaupun orang itu adalah kekasihnya.
Menurut Salva, ia tidak perlu dikasihani. Ia hanya ingin orang-orang tetap menyayanginya sebagaimana biasanya.
“Kamu kalau cuman mau liatin aku dengan pandangan kasihan mendingan kamu pulang. Aku nggak butuh dikasihani.”
Ucapan tegas milik Salva membuat Bray terlonjak kaget. Selama ia berpacaran dengan Salva, ia tidak pernah mendengar kekasihnya berbicara seperti itu.
“Nggak. Aku nggak kasihan. Aku cuman mau kamu ceria kayak biasanya, Va.”
“Coba kita tukeran posisi, Bray,” lirih Salva. “Aku nggak yakin kamu bisa tersenyum kalau kamu di posisi aku.”
Bray berjalan mendekat kemudian duduk di depan Salva, “Nggak gitu maksud aku.”
Ceklek!
Pintu terbuka menampakkan wajah Dora. Perempuan itu masuk kemudian meletakkan barang bawaannya ke atas meja makan.“Va, lo makan dulu ya. Lo belum makan dari pagi.”
“Nggak. Kalian pulang aja. Gue mau istirahat.” Salva tidur dalam posisi menyamping kemudian menutup seluruh dirinya dengan selimut. Dalam kondisinya yang sekarang, ia tidak bisa bertemu dengan orang-orang. Hal itu hanya membuat dirinya sakit saat mengetahui kenyataan bahwa ia hanya bisa menyusahkan orang lain.
☆☆☆☆☆
“Kayaknya harus tunggu dia stabil dulu baru kita bicarain rencana kita selanjutnya. Kalau kayak gini terus, kita nggak bakal bisa jalanin rencana kita selanjutnya,” ucap seorang perempuan.
Seorang laki-laki yang menjadi lawan bicara perempuan itu menghela napasnya, “Tapi kapan? Gue udah nggak sanggup kayak gini. Gue mau cepet-cepet putus hubungan sama dia.”
“Lo sabar dong. Lo mau semua ini kebongkar? Terus usaha kita sebelumnya sia-sia?”
“Usaha lo sih yang sia-sia.”
Perempuan itu berdecak kesal, “Kita harus liat keadaan selanjutnya. Gue bakalan berusaha buat dia percaya sama kita terus baru kita bisa lakuin rencana selanjutnya.”
☆☆☆☆☆
Tok-Tok-Tok!
Salva menghela napasnya, “Masuk.”
Seorang laki-laki berumur masuk dengan sebuah laptop di tangannya.“Bagaimana perasaanmu?” tanya laki-laki itu.
“Baik, Dok.” Salva tersenyum tipis.
Luca, dokter yang menangani Salva itu mengembangkan senyumannya. Ia menekan sebuah tombol yang ada di sebelah ranjang. Setelah itu, Luca meletakkan laptopnya di atas meja yang sudah tersedia di ranjang Salva.
Salva menatap bingung ke arah Dokter Luca.
“Saya yakin perasaanmu akan lebih membaik setelah menonton ini,” ucap Dokter Luca.
“Kalau sudah menonton, kamu boleh tekan tombol itu. Nanti saya akan datang ke sini lagi,” ujar Dokter Luca sambil menunjuk tombol bantuan yang ada di sebelah ranjang Salva.

KAMU SEDANG MEMBACA
AUCTOR [SUDAH TERBIT]
Ficção AdolescenteSebuah kisah yang terbentuk dari rasa iri yang akhirnya membuat manusia menghalalkan segala cara untuk mencapai kunci kesuksesan mereka. Berawal dari Salva, seorang penulis yatim piatu yang hidup berdampingan dengan mesin akibat tragedi kecelakaan y...