Chapter 19

36 39 520
                                    

Haii 😏

Bintangnya yuk bintangnya 🤩

☆☆☆☆☆Menghabiskan waktu bersama akan membuat hatimu perlahan mengeluarkan perasaan aneh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☆☆☆☆☆
Menghabiskan waktu bersama akan membuat hatimu perlahan mengeluarkan perasaan aneh.

~AUCTOR~
☆☆☆☆☆

“Kita mau ke mana?” tanya Salva saat dirinya dan Zacc berada di dalam mobil.

Zacc hanya tersenyum singkat kemudian kembali fokus menyetir mobil. Melihat itu, Salva mendengus kesal lalu beralih menatap jalanan yang ia lalui.

 Melihat itu, Salva mendengus kesal lalu beralih menatap jalanan yang ia lalui

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa saat kemudian, mobilnya berhenti di depan sebuah toko kue modern. Salva mengernyit bingung. Siapa yang sedang berulang tahun? Apakah kakek Luca?

Dengan ragu, Salva turun dari mobil, “Kita ngapain ke sini?”

“Bikin kue,” jawab Zacc singkat.

“Gue nggak mau. Gue nggak bakalan bisa buat kue dengan satu tangan. Gue mau pulang. Lo buat sendiri aja.”

Zacc menghela napasnya. Ia sudah bisa memperkirakan jawaban yang akan keluar dari bibir Salva. Karena itulah ia tidak ingin memberitahu perempuan itu mengenai rencananya.

Laki-laki itu beralih untuk menggandeng tangan kiri Salva membuat perempuan itu mau tidak mau mengikutinya.

Sesampainya di dalam ruangan khusus membuat kue, Salva menarik tangannya kasar, “Lo ngapain bawa gue ke sini? Gue bukan orang normal yang bisa berdiri di sini ngelakuin hal bahagia.”

“Gue cuman orang cacat,” ucap Salva penuh penekanan. Tanpa sadar, air matanya kembali turun dengan perlahan.

Mendengar itu, Zacc berjalan perlahan mendekati Salva, tangannya diangkat menghapus air mata perempuan itu dengan lembut, “Stop ngatain diri lo kayak gitu. Memangnya kenapa? Orang cacat nggak boleh ke sini? Ada tulisan kayak gitu di pintu? Nggak kan?”

“Kata siapa orang cacat nggak bisa bahagia? Justru sebaliknya. Orang jahatlah yang nggak berhak bahagia.”

Zacc kembali menghapus air mata Salva, “Udah. Ikut gue sini.”

Zacc mengambil tepung terigu kemudian menuangnya ke dalam sebuah wadah. “Nangis boleh. Justru nangis bisa bikin tambah cantik.”

Zacc mengaduk tepung terigu itu dengan pelan menggunakan tangannya, “Lebih cantik lagi kalau ….”

Laki-laki itu langsung mengoleskan tepung terigu yang ada di tangannya ke wajah Salva membuat perempuan itu membelalakkan matanya kaget.

Melihat itu, Salva mengepalkan tangannya kesal kemudian mengambil tepung terigu yang ada di wadah lalu mengoleskannya ke wajah Zacc.

“AHAHAH. Kena kan. Sini lo.”

Zacc mengambil sebungkus tepung terigu lagi kemudian menuangkan isinya ke telapak tangannya sambil berlari. Tidak lama kemudian, ia membalikkan badannya kemudian menggunakan tangan yang penuh tepung untuk menahan kepala Salva agar perempuan itu berhenti mengejarnya.

Alhasil, rambut milik Salva berubah menjadi putih akibat tepung itu. Raut wajah kaget milik Salva mampu membuat Zacc tertawa terbahak-bahak saat ini. Ia bisa bersumpah bahwa itu tertawa paling bahagia yang pernah ia lakukan setelah kematian orang tuanya dulu.

“Ish! Lo nyebelin banget. Sini lo.” Salva mengambil tepung terigu yang banyak kemudian menuangkannya ke atas kepala Zacc. Alhasil, rambut lelaki itu juga berubah menjadi putih sama dengannya.

“HAHAHA. Ngakak banget.” Salva tertawa keras sambil memegangi perutnya.

Tanpa sadar, Zacc mengembangkan senyumannya saat melihat perempuan di hadapannya itu tertawa dengan riang. Beberapa saat kemudian, ia memegangi jantungnya yang berdetak lebih kencang dari biasanya.

Sepertinya ada yang salah dengan jantung ini, batinnya.

☆☆☆☆☆

Donna, nenek Dora berjalan dengan perlahan sambil membawa sebuah buku novel yang ditulis oleh Salva dulunya.

“Dora, tulisan tanganmu sangat indah. Kakek dan nenek sangat menyukainya.”

Dora yang sedang bermain ponsel menoleh singkat kemudian kembali memainkan ponselnya lagi tanpa menghiraukan kakek dan neneknya.

“Bisakah kamu membuatkan sebuah novel untukku?” tanya neneknya dengan pelan.

Mendengar itu, Dora langsung menghembuskan napasnya kesal, “Kapan-kapan ya, Nek.”

Donna mengernyitkan dahinya saat mendengar jawaban dari cucunya itu, “Kenapa? Bukankah kamu lagi santai sekarang? Kakek dan nenekmu ini sangat menyukai tulisanmu. Kamu sangat hebat.”

“CK. Kalian nggak bisa liat ya? Dora lagi sibuk. Nggak ada ide. Gimana mau nulis cerita kalau nggak ada ide?” Dora mengambil ponselnya dengan kasar kemudian beranjak pergi dari ruang tamu menuju kamarnya.

Mendengar itu, kakek dan neneknya terdiam. Tidak biasa-biasanya Dora membentak mereka. “Dulu dia bisa menulis beberapa buku novel dan cerita pendek hanya dalam satu tahun. Tapi, semenjak ia tinggal di sini, kita sama sekali belum pernah melihatnya menulis cerita.”

Ricko mengelus pundak istrinya pelan, “Mungkin dia memang lagi sibuk.”

☆☆☆☆☆

“Tuh kakek nenek emang nyebelin banget ya. Udah tua bukannya baik-baik. Besok meninggal tau rasa lo,” umpat Dora setelah sampai di kamar.

Dora mendudukkan dirinya di atas kasur, “Gue nggak bisa kayak gini terus. Lama-lama penyamaran gue bisa ketahuan.”

“Apa gue pake jasa nulis novel aja ya?” Dora terlihat berpikir sejenak. “Ah gak bisa. Gaya tulisan tiap orang pasti beda-beda.”

Sedetik kemudian, Dora menjentikkan jarinya, “Gue suruh dia aja. Orang bego yang diancam pasti mau.”

Dora mengambil ponselnya kemudian mengetikkan sesuatu di sana. Namun, setelah mengetikkan beberapa kata, perempuan ini kembali menghapusnya, “Nggak nggak. Kalau gue nyuruh Salva, lama-lama bakalan ketahuan juga semuanya.”

“AH. Masa bodo liat tuh orang tua. Gue pake alasan sibuk aja lagi kalau dimintain buat novel. Lagian kenapa nggak beli aja sih. Novel banyak juga di toko buku. Nyusahin aja.”

Dora tersenyum sinis, “Apa gue musnahin aja ya tuh orang tua? Kayaknya seru.”

☆☆☆☆☆

To be continue

Satu kata untuk chapter ini?

Salam manis,

Sweet Chocolate

AUCTOR [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang