Sebuah kisah yang terbentuk dari rasa iri yang akhirnya membuat manusia menghalalkan segala cara untuk mencapai kunci kesuksesan mereka.
Berawal dari Salva, seorang penulis yatim piatu yang hidup berdampingan dengan mesin akibat tragedi kecelakaan y...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
☆☆☆☆☆ Walaupun saat ini kamu berhasil menyembunyikan kejahatanmu, percayalah suatu saat nanti pasti akan terbongkar.
~AUCTOR~ ☆☆☆☆☆
Sesampainya di rumah, Salva menahan tangan Zacc, “Makasih ya. Lo hari ini beda banget. Tumben juga lo banyak ngomong.”
Zacc hanya mengangguk menanggapi perkataan Salva kemudian berjalan menuju kamarnya. Melihat itu, Salva kembali mengernyitkan dahinya bingung.
“Perasaan tadi lo yang lebih banyak ngomong, kenapa berubahnya cepet banget ya?” gumam Salva.
“Anak itu kalau bertemu dengan seseorang yang ia sukai, pasti seperti itu sifatnya.”
“Kakek,” sapa Salva kemudian menghampiri Luca, Kakek Zacc.
Luca menghela napasnya, “Dia menyukaimu. Terlihat jelas bahwa dia ingin terus membuatmu berbicara dan tersenyum.”
“Tidak mungkin, Kek. Mungkin saja dia menganggapku teman.”
“Besok jangan lupa datang ke laboratorium. Tangan buatannya sudah selesai. Besok kamu bisa kembali mempunyai tangan.”
Salva membelalakkan matanya terkejut, “Serius? Vava bisa punya tangan lagi?”
Kakek Zacc tertawa pelan kemudian mengangguk lalu mengelus kepala Salva dengan lembut, “Kamu anak yang baik. Tuhan pasti selalu menghadirkan orang-orang yang baik juga untukmu."
☆☆☆☆☆
“Dora, apakah kamu mengetahui makam Salva?” tanya Daniel.
Dora kembali mendengus. Sudah beberapa hari ini ayahnya itu sibuk mencari tahu di mana makam Salva berada.
“Pa, Dora nggak tau di mana makam dia. Dora cuman tau kalau dia bunuh diri karena menyesal atas semua perbuatan dia.”
“Papa bahkan belum sempat bertemu dengannya,” ucap Papanya sendu.
“Lagian ya, untuk apa sih Papa masih sayang banget sama dia. Dia orang jahat, Pa. Dia yang hampir hancurin hidup Dora.”
“Papa paham kalau kamu masih kesal dengannya. Tapi, bagaimana pun juga, dia anak Papa. Papa tidak bisa membencinya.”
Dora berdiri dengan kesal, “Dora nggak minta Papa untuk benci sama dia. Tapi, Dora minta, jangan sebut-sebut nama dia lagi. Dora bisa memaafkan, tapi Dora nggak bisa melupakan semuanya, Pa.”
“Kamu nggak sibuk? Bukannya biasanya kamu nulis novel ya?” tanya Papanya mengalihkan pembicaraan. Ia heran, kenapa putrinya itu sangat sensitive saat membicarakan saudara kembarnya.
Dora berdecak, “Nggak mood. Bisa nggak sih sekali-kali bahasnya yang berbeda? Dari kemarin kalian bahas Salva dan novel terus-terusan. Dora jenuh tau nggak?”
Bisa-bisanya Papa masih nyari info tentang lo, Va. Semua usaha udah gue lakuin untuk musnahin lo. Tapi, kenapa lo masih hidup sih? batinnya.
☆☆☆☆☆
Salva menatap tangan kanannya dengan bingung. Setelah beberapa saat tidak mempunyai tangan, setelah terpasang tangan buatan, Salva merasakan beberapa hal aneh yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya.
Di pagi hari, Salva langsung menuju ke laboratorium milik Kakeknya Zacc untuk melakukan pemeriksaan otot tangan kemudian langsung melakukan pemasangan tangan buatan selama beberapa jam.
Di saat pemasangan, Salva diberikan beberapa obat agar memudahkan dirinya terlelap. Perempuan itu memang terlihat takut sebelumnya, namun, dengan bimbingan Zacc dan kakeknya, akhirnya Salva memberanikan diri untuk memasang tangan itu.
Beberapa jam berlalu, saat ini Salva kembali melakukan pemeriksaan untuk memastikan apakah tangan robot itu cocok dengannya.
“Coba digerakin,” pinta Luca.
Salva mengikuti perintah Kakek Zacc untuk menggerakkan tangannya. Benar saja. Tangan robot itu sangatlah mirip dengan tangan kirinya, hampir tidak ada bedanya.
“Woah. Keren banget.”
“Jika berat badanmu bertambah, kita akan mengganti ukuran tangan itu. Lalu, kalau nantinya ada keluhan, kamu bisa kasih tau Zacc atau kakek.”
Salva mengangguk, ia masih menatap tangan kanannya kemudian mencoba menggerakkan jari-jarinya. Perasaan bahagia kembali memenuhi hatinya. Sudah lama ia tidak merasakan perasaan bahagia seperti ini.
Salva berdiri dari tempat duduknya kemudian memeluk Zacc yang sedari tadi berdiri di sebelah ruangan kecil tempatnya tadi. “Makasih banyak, Zacc. Gue nggak tau lagi mau gimana kalau kemarin nggak ketemu lo. Gue tau kata makasih pasti nggak bakalan cukup untuk balas ini semua. Tapi, suatu saat nanti, gue akan berusaha balas semua kebaikan lo sama kakek.”
Tanpa sadar, dari jauh kakeknya melihat mereka dengan senyuman mengembang di wajahnya. “Kalian mungkin tidak menyadari rasa cinta itu, tapi kakek bisa melihat pancaran cinta dari mata kalian.”
Zacc yang awalnya terkejut dengat cepat mengubah raut wajahnya menjadi tersenyum. Entah kenapa ia sangat bahagia saat melihat senyuman perempuan itu. Kedua tangannya ia gunakan untuk membalas pelukan Salva.
Selalu tersenyum, walaupun nantinya gue nggak ada di sini, batinnya.