Enam Belas Tahun Sebelumnya,
Gemuruh langit yang saling bersaut - sautan diiringi gerimis sore itu, seakan saling bersaing dengan tangisan seorang anak perempuan yang baru merayakan hari lahirnya yang ke 11 tahun beberapa hari lalu. Anak itu tak bisa menahan tangisnya sambil menatap kedua gundukan tanah yang baru selesai digali. Tempat bersemayam kedua orang tuanya.
"Kak Ge,--kenapa Ayah dan Ibu pergi ke surga?" tanyanya lirih sambil mengusap air mata yang terus mengalir.
Anak perempuan lain yang dipanggil kak itu tak bisa menjawab pertanyaan adiknya. Ia juga sedang bertanya pada Tuhannya tapi tak menemukan jawaban. Tanpa berkata apapun, ia hanya memeluk erat adiknya dengan sebelah tangannya sambil memegang payung hitam untuk melindungi adiknya dari hujan.
"Kita pulang ya, kakak gendong kamu." balasnya lalu tanpa bicara lagi, ia menggendong adiknya itu pulang.
Beberapa saat kemudian, keduanya telah sampai di depan pagar rumahnya. Tanpa menurunkan adiknya yang sedang memegang payung, ia berusaha membuka pintu pagar. Tepat, saat menutup pagar rumah terdengar samar - samar mendengar tangisan bayi. Dengan pelan, ia menurunkan adiknya lalu menggandengnya mencari suara itu. Dan, menemukan bayi yang menangis menatap keduanya.
"Kak Gee, itu bayi siapa?" tanya adiknya menunjuk bayi yang diletakkan begitu saja di depan pintu rumahnya.
"Entah..." jawab sang kakak tak berminat.
"Ihhh... dia nangis terus kak. Kak Ge hibur dia dong!" pinta polos menatap kakaknya yang hanya diam menatap bayi itu.
"Aku bukan pelawak dek!" ketus nya pada permintaan aneh adiknya. Menenangkan adiknya tadinya saja tak bisa, apalagi diminta menghibur bayi yang tak akan menjawab kata - katanya
"Yaudah aku aja! Adik manis jangan nangis, nanti dikira ada hantu nangis!" hibur anak perempuan berkuncir dua dengan susah payah berusaha menggendong bayi itu.
"Kita masuk aja, kasian dia kedinginan." perintahnya setelah selesai mengobrak - abrik keranjang bayi, tak menemukan barang yang bisa memberinya petunjuk siapa pemilik bayi itu.
💫💫💫
"Kita namakan siapa kak bayi ini?" tanya gadis berkuncir dua itu menatap kakaknya.
"Kakak nggak tau." balasnya pelan. Ia sedang berpikir, apa ia bisa merawat bayi di depannya itu dengan baik. Sementara untuk hidup dengan adiknya saja sudah susah.
"KAK GEE!!!"
"Apa sih!" ketus kakaknya itu karena kaget.
"Dilehernya ada liontin kak. Dan ada gambar huruf C." ucapnya sambil memperlihatkan liontin itu.
Ah iya, sepertinya bayi itu tetap meninggalkan identitas yang bisa saja digunakan untuk menemukan siapa orang tua bayi itu.
"Panggil dia Chika." Hanya nama itu yang dipikirannya.
"Bagus sekali namanya kak. Aku boleh menambahkan kak?" tanya gadis berkuncir dua itu.
"Apa?"
"Azalea dan Natio. Nama belakang kita harus sama karena kita jadi tiga bersaudara." ucapnya serius.
"Kamu bisa dapat nama Azalea dari mana dek?" heran kakaknya itu pada adiknya yang bisa sebagus itu menemukan sebuah nama.
"Nama teman sekelasku yang rangking satu namanya. Azalea, dipanggil Ale." balasnya sambil tersenyum.
"Iya dia adik kita sekarang. Namanya Chika Azalea Natio." ucapnya haru lalu memeluk adiknya.
💫💫💫
KAMU SEDANG MEMBACA
Nagai Hikari (Love, Lost, Sacrifice) - END
Fiksi PenggemarCinta bukanlah api asmara yang membara Kehangatan angin yang bagai cahaya matahari Oh, cahaya yang panjang, selama nafas berhembus Tanpa perlu ditahan, teruslah engkau bersinar Di malam ketika tak berbintang sekalipun Kau pasti merasakan sesuatu di...