The Answer

464 97 7
                                    

Namanya Lalisa Kwon, seorang gadis biasa dari keluarga yang tidak biasa tapi memiliki keseharian biasa-biasa saja. Umurnya 17 tahun, berada ditingkat akhir sekolah menengah atas. Disaat teman-temannya sudah memiliki rencana setelah lulus nanti, hal itu tidak berlaku untuk Lisa. Setiap kali ditanya oleh guru dan orang tuanya, kata 'entahlah' akan menjadi jawaban gadis itu.

Disaat yang lain sudah memiliki mimpi ingin menjadi diplomat, pebisnis bahkan idol—Lisa tidak tahu apa yang dirinya inginkan. Jangankan mimpi, untuk mengambil jurusan perkuliahan saja ia tidak tahu harus memilih apa. Hidupnya terlalu datar dan semakin hari semakin terasa membosankan.

"Kau masih belum tahu ingin berkuliah jurusan apa?" Tanya Tuan Kwon saat mereka sedang sarapan bersama.

Lisa menggeleng pelan, mengaduk pelan supnya tanpa berniat memakannya. "Entahlah, semua terasa begitu membosankan." Lagi, jawaban yang sama didapatkan Tuan Kwon.

Pria paruh baya itu mendesah pelan. "Enam bulan lagi, Lisa. Enam bulan lagi kau akan lulus..." Ucap pria paruh baya itu menahan rasa kesalnya.

"Boleh aku bekerja?" Celetuk si gadis membuat sang ayah mendelik tajam.

"Apa maksudmu dengan bekerja? Aku membanting tulang siang dan malam untuk pendidikan kalian yang lebih baik, dan kini kau bilang ingin bekerja?" Marah Tuan Kwon.

Lisa mendecih, "Apa bedanya? Entah sekarang atau nanti, aku tetap akan bekerja kan?"

Nyonya Kwon mengusap lengan putri bungsunya. "Lisa, apa yang dikatakan ayahmu benar. Dari pada bekerja, akan lebih baik kau melanjutkan pendidikanmu terlebih dahulu. Setelah itu, kau bisa bekerja di tempat yang baik..." ucap si nyonya rumah dengan lembut, berusaha menengahi ketegangan yang terjadi di meja makan.

"Ayah hanya akan memberimu waktu sebulan. Jika sampai batas waktu itu kau belum memutuskan jurusan yang akan kau ambil, mau tidak mau kau harus menerima jurusan yang ayah pilih." Perkataan tuan Kwon bagaikan keputusan mutlak dimeja sidang. Tanpa menunggu tanggapan sang anak, pria paruh baya itu bangkit dan meraih jasnya yang tersampir di kursi sebelum pergi menuju perusahaan.

Lisa mendorong kasar mangkuk supnya, menyudahi sarapan pagi yang bahkan belum sempat masuk ke mulutnya. "Pria tua itu hanya mengkhawatirkan putri bungsunya—jangan terlalu diambil hati, Lisa." Ucap Nyonya Kwon mengusap lembut rambut panjang sang putri.

*****

"Kau masih belum memutuskan akan melanjutkan kemana?" Tanya Rose, salah satu teman sekelasnya yang sudah memantapkan hati ingin melanjutkan study di Australia.

Lisa mendengus, menoleh pada Rose yang berada disampingnya. "Belum. Dan aku mulai muak dengan topik perkuliahan ini." Kesal sang gadis sembari mematahkan ranting yang sedang ia pegang.

Saat ini mereka berdua sedang duduk berselonjor dibawah pohon rindang belakang sekolah; tempat yang selalu menjadi tujuan keduanya untuk menghabiskan waktu istirahat sembari menikmati seporsi spicy tteokbokki dan juga sekotak susu pisang.

"Kenapa tidak meminta Jiyong Oppa untuk membantumu?" Usul Rose tiba-tiba menyebut nama saudara kandung Lisa.

Lisa mengeryitkan dahinya, "Membantu apa maksudmu?"

"Bukankah kau ingin bekerja? Mungkin dia bisa membantumu mencari pekerjaan di agensinya, atau mungkin sekedar membujuk kedua orang tuamu? Ku rasa mereka akan mempertimbangkan pendapat Jiyong Oppa."

Benar juga. Kenapa hal seperti itu tak pernah terpikirkan olehnya. Lisa merangkul Rose erat, memberi kecupan di pipi gadis itu dan berseru senang. "Terima kasih, Rose! Kali ini idemu benar-benar cemerlang." Puji Lisa tulus.

BLOOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang