Talk

2K 169 10
                                    

Sore hari di bulan Maret, Ten sedang menghabiskan waktu liburnya dengan menikmati secangkir kopi dan sepotong cake. Mencoba menikmati sore hari yang jarang bisa ia lakukan, libur baginya seperti hadiah yang sangat luar biasa mengingat bagaimana sibuknya pria itu menjalani aktifitas. Ten memilih duduk dekat jendela besar yang bisa langsung melihat keluar, ia bisa dengan bebas memandangi langit cerah dan juga orang-orang yang berlalu lalang.

"Maaf, aku terlambat..."

Mendengar itu, Ten mengalihkan pandangannya dan mendapati perempuan yang ia kenal menempati kursi kosong didepannya.

Ah, bagaimana bisa ia lupa kalau memiliki janji dengan perempuan cantik ini? Perempuan cantik bagai boneka yang selalu tersenyum lebar saat bersamanya.

"Tidak, aku saja yang datangnya lebih awal..." Sanggah Ten. Ia tersenyum tipis saat melihat Lisa sedang memperbaiki topi dan maskernya.

"Kau keberatan kita duduk disini?" Tanya Ten memastikan, ia hanya ingin Lisa nyaman dan tidak merasa terganggu.

"Tidak, aku suka disini."

Setelahnya mereka mulai bertukar cerita; tentang kerjaan, tentang kehidupan, tentang kesedihan dan tentang ketakutan. Seperti sampah yang menemukan tempatnya, hubungan klasik yang diawali pertemanan berakhir dengan memiliki perasaan satu sama lain tapi memilih diam tanpa mengungkapkan dan tetap menikmati apa yang mereka jalani.

"Lisa... Lalisa..." panggil Ten lembut setelah mereka terdiam sesaat.

"Hm?" Gumam Lisa menanggapi Ten yang sedang bermain dengan cangkir kopinya.

"Kau ingin segelas lagi?" Tebak perempuan itu.

Ten menggeleng, ia berhenti memainkan bibir cangkir kopinya. Matanya menatap Lisa dengan tenang. "Di kehidupan berikutnya, bisakah aku yang menjadi takdirmu?"

Lisa yang baru saja meneguk kopinya memandang Ten bingung, kedua alisnya menyatu tergambar jelas kalau ia tidak mengerti yang dibicarakan pria dihadapannya.

Ten sempat tersenyum tipis sebelum kembali melanjutkan ucapannya. "Kau tahu, aku bukan siapa-siapa jika dibandingkan dengan pria-pria tampan dan mapan yang berada disekelilingmu, pria yang berada dilevel sama denganmu..."

Ia kembali menjeda ucapannya, berusaha menahan segala emosi yang mulai terasa. Ia harus tenang, Lisa tidak boleh melihatnya bersedih.

"...Aku bukan rendah diri tapi aku sadar diri, mau sebesar apapun perasaanku saat ini, tidak akan berguna jika ingin menjadi pendamping apalagi takdirmu. Aku masih berjuang diumurku yang sekarang sedangkan kau sudah melesat bagai roket dan menjadi bintang dunia. Aku belum bisa berada dilevelmu, Lisa..."

Lisa masih terdiam, berusaha mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Ten. Ia terlalu terkejut sampai tidak tahu harus bersikap seperti apa. Yang jelas hatinya terasa nyeri seakan sedang dicubiti secara perlahan. Ia bisa melihat bagaimana Ten berusaha tetap tersenyum setelah mengatakan semua kalimat sampah itu.

"...Maaf kalau aku selalu mengusilimu dan menjahili atau bahkan menyusahkanmu, sudah lama aku ingin mengatakan ini semua agar aku tenang dan bisa melanjutkan hidupku. Aku sangat bahagia bisa mengenalmu Lisa, terima kasih sudah menunjukkan dirimu padaku sebagai Lalisa si perempuan biasa yang bersahabat bukan seorang Lisa member girl grup dunia Blackpink."

"Sebenarnya ada apa?" Akhirnya Lisa berhasil menemukan kembali suaranya. Ia menatap Ten dengan wajah serius, ia tidak suka dengan semua kalimat yang diucapkan pria itu.

"Apa kau mendengar sesuatu?" Tebak Lisa, ia mengenal Ten bukan satu dua hari. Mendengar semua perkataan menyakitkan dari pria lembut dihadapannya tentu saja membuat Lisa yakin ada yang menganggu pikiran pria itu.

BLOOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang