Paper Hearts

1.1K 129 3
                                    

Saat itu pukul setengah dua belas malam saat Ten melangkahkan kakinya memasuki apartemen tempat ia tinggal. Dahinya sempat berkerut saat ia melihat sepasang flat shoes di rak sepatu dan samar-samar pria itu bisa mendengar suara televisi dari ruang tengah. Setelah menyimpan sepatunya, Ten berjalan memasuki apartemennya sembari melonggarkan ikatan dasi dilehernya.

"Kau datang?" Tegur Ten begitu menemukan Lisa sedang menonton dengan posisi nyamannya di sofa ruang tengah.

Lisa menoleh, menemukan sosok pria yang masih lengkap dengan jas berdiri tidak jauh dari tempatnya.

"Hanya untuk memastikan kalau suami hebatku masih hidup,"

Ten terkekeh, tidak kaget dengan kalimat kasar Lisa. Ia sudah terlampau terbiasa hingga tidak lagi tersinggung.

"Wah, mulia sekali niat istriku yang cantik ini. Kalau mati nanti pasti masuk surga," balas Ten dengan suara yang sangat menyebalkan di telinga Lisa.

Lisa mendelik tajam, menatap kesal Ten sedangkan pria itu hanya tersenyum mengejek sebelum akhirnya bergabung dengan Lisa di sofa ruang tengah.

"Ku pikir kau akan menginap di rumah pacarmu, apa kalian sudah putus makanya kau ke sini?"

Perempuan itu mendecih, "Dalam mimpimu. Kami baik-baik saja asal kau tau Mr. Chittaphon," mendengar itu Ten hanya tertawa pelan sembari mengangguk.

"Jadi, bisakah sekarang istri cantikku ini mengambil segelas air untuk suami tercintanya?" Sarkas Ten yang tentu saja mendapat dengusan dan delikan tajam dari perempuan disampingnya. Meskipun terlihat kesal, Lisa tetap bangkit dan melangkah ke dapur menuruti perintah suaminya.

Ya, Lisa sudah bersuami dan juga memiliki seorang kekasih yang berprofesi sama sepertinya. Anggota dari grup idol Korea. Ten dan Lisa menikah sejak Lisa masih menjadi trainee di agensi yang sekarang menaunginya, pernikahan rahasia tanpa seorang pun yang tau terkecuali keluarga masing-masing tentunya. Pernikahan klasik yang dikarenakan urusan bisnis kedua keluarga. Ten tidak menolak, karena dengan menikah ia bebas mengurus perusahaan tanpa campur tangan keluarganya dan Lisa bisa dengan bebas meraih mimpinya menjadi seorang penari hebat di atas panggung. Hanya dengan memikirkan kebebasan masing-masing akhirnya mereka menyetujui perjodohan itu.

Pernikahan dingin tanpa perasaan, tanpa kehangatan dan tanpa kasih sayang itu nyatanya bertahan bahkan sudah menginjak tahun kelima. Ten dan Lisa hanya hidup untuk mengurusi diri masing-masing, memiliki pekerjaan dan profesi yang berbeda membuat mereka jarang bertemu apalagi untuk tinggal bersama. Pernikahan mereka hanya di atas kertas, kehidupan yang mereka jalani bukanlah sebuah pernikahan yang sebagaimana mestinya.

Ten sudah melepas jasnya, menggulung setengah lengan bajunya. Meraih gelas berisi air dingin yang dibawakan Lisa dan menghabiskannya hanya dalam sekali tegukan.

"Kenapa kau ke sini?" Tanya Ten setelah ia meletakkan gelasnya, ia yakin Lisa tidak secara percuma datang ke apartemennya apalagi sekedar iseng.

"Kau hamil?" Goda Ten yang langsung dihadiahi Lisa dengan pukulan di belakang kepalanya, membuat pria itu mengaduh dan mengusap kasar belakang kepalanya.

"Kenapa kau semakin menyebalkan sih?!" Marah Lisa, ia benar-benar kesal dengan ucapan pria yang berstatus sebagai suaminya itu.

Kepalanya masih terasa panas tapi Ten berusaha mengabaikan dan kembali fokus melihat istrinya yang terlihat sangat kesal.

"Apa kau masih diteror direksi soal keturunan?"

Ten sempat terkejut, tidak menyangka dengan pertanyaan Lisa. Apa selama ini perempuan itu diam-diam memantau kehidupannya?

"Dari mana kau tau? Dan ya, tentu saja mereka akan terus menerorku sampai mereka memastikan kalau 'istriku' hamil."

"Apa kau baik-baik saja?" Lagi, ia dibuat terkejut. Ada apa dengan Lisa? Perempuan itu sama sekali tidak pernah perhatian padanya, bahkan untuk sekedar bertanya keadaannya.

"Ya. Seperti yang kau lihat." Jawab Ten akhirnya, suasana di ruang tengah apartemen itu mendadak hening. Bahkan suara televisi seakan tak terdengar ditelinga keduanya.

"Kau baik-baik saja?" Ten kembali bertanya karena Lisa hanya diam dan terus menerus menghela nafasnya berat.

"Aku hamil," suara Lisa terdengar lirih, ia tidak berani menatap Ten. Yang dilakukan perempuan itu hanya menunduk memandangi kuku cantiknya.

"Ah, jadi benar? Selamat untukmu dan juga pacarmu." Ucap Ten yang tidak merasa terganggu dengan berita kehamilan istrinya.

Melihat sikap Ten yang tenang membuat Lisa semakin tidak tenang, tangannya mulai terasa dingin dan berkeringat. Akhirnya dengan berani dan rasa malu yang ia buang jauh Lisa meminta Ten untuk menggantikan pacarnya bertanggung jawab. Selama Lisa bicara, Ten hanya diam memandang gelas yang berada di meja. Ia tidak berniat menyela, Ten hanya diam mendengarkan semua yang ingin Lisa katakan dan itu secara tidak langsung menciutkan keberanian perempuan disampingnya.

"Kau bisa menganggap bayi ini anakmu," ucap Lisa dengan kurang ajarnya, ia benar-benar membuang segala gengsi dan rasa malunya demi menyelesaikan masalahnya ini. Setelah mendengar semuanya, Ten menatap perempuan itu dengan wajah datarnya tanpa mengeluarkan satu kata pun.

"Kau cukup diam saja, kau tidak perlu mengurusku, aku bisa menyelesaikan semuanya sendiri. Tapi, mulai saat ini aku akan tinggal di sini." Lanjut Lisa, ia benar-benar berharap Ten akan membantunya. Bagaimana pun mereka suami istri.

"Ten... bicaralah, kau akan membantuku kan?" Desak Lisa yang mulai jengah melihat suaminya hanya diam tanpa menanggapinya.

Pria itu menghela nafasnya dalam, "Kau... tidurlah," hanya itu, hanya dua kata yang Ten keluarkan setelah Lisa menjelaskan panjang lebar keadaannya. Belum sempat Lisa bersuara, Ten sudah bangkit dari duduknya dan melangkah menuju kamarnya. Lisa kembali terdiam, pada akhirnya ia hanya memandang punggung Ten yang perlahan menghilang dibalik pintu kayu.

*****

Lisa masih tertidur pulas ketika suara bel apartemen itu berbunyi tidak sabaran, memekakkan telinga dan mengganggu tidurnya. Ia baru bisa tertidur dua jam lalu saat Ten pergi ke kantor dan tentu saja tanpa berpamitan dengannya. Dengan langkah yang terseok, Lisa menuju pintu utama dan langsung terkejut melihat orang yang sudah mengganggu tidurnya.

"Tern..." sapanya begitu mengenali gadis dengan rambut sebahu dan kharisma kuat yang menguar dari sosok di depannya.

"Halo Phi, lama tidak bertemu. Boleh aku masuk?"

Karena terkejut Lisa sampai lupa mempersilahkan tamunya untuk masuk, setelahnya mereka berdua memasuki apartemen dan Lisa mempersilahkan Tern untuk duduk di ruang tamu. Sedangkan ia dengan sigap langsung menyiapkan dua cangkir teh.

"Phi, apa kau hamil?" Spontan Tern begitu Lisa duduk didepannya dengan sebuah meja sebagai pemisahnya.

Lisa menatap Tern dengan mata yang hampir terlepas, terlalu terkejut sampai tidak bisa mengontrol ekspresinya sendiri. Lisa bingung harus menjawab apa, dan lagi apakah Ten memberitahu adiknya soal semalam? Mendadak Lisa merasa gugup.

"Phi Ten memberitahu semua orang kalau istrinya sedang hamil, bahkan saat ini direksi sedang mengadakan makan bersama merayakan kehamilanmu." Jelas Tern seketika membuat Lisa terdiam, apa ini tandanya Ten akan membantunya?

"Kau yakin Ten yang mengatakan itu?"

Tern mengangguk, "Bahkan Phi Ten mengadakan rapat dadakan tadi pagi hanya untuk memberitahukan kabar kehamilanmu, dan secara langsung menghentikan teror direksi kepadanya."

Lisa tersenyum tipis, dalam hati mengucapkan banyak terima kasih kepada suaminya yang diam-diam mau membantunya. Tadinya ia akan menyerah dan menggugurkan kandungannya kalau Ten menolak untuk membantunya. Lisa menghela nafasnya lega, tapi nyatanya itu tidak berlangsung lama ketika Tern kembali bertanya dan langsung membuat Lisa menegang seketika.

"Sekarang, bisa phi beritahu anak siapa itu? Kalian tidak bisa membohongiku, kalian bahkan tidak pernah tinggal bersama, bagaimana bisa kau mendadak hamil? Apa itu anak Jaehyun?"

SkylaR🍂

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 10, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BLOOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang