Ten baru selesai membersihkan diri ketika jam sudah melewati tengah malam, rambutnya masih basah, handuk masih berada dikepalanya sedangkan badannya sudah berbalut piyama satin berwarna marun. Ten sedang mengeringkan rambutnya ketika suara bel terdengar, ia sempat bingung dan mengecek ponselnya kalau saja ternyata ia melupakan sebuah janji, mungkin. Tapi nyatanya tidak, ia yakin sedang tidak memiliki janji. Dengan langkah santai, ia berjalan menuju pintu utama menemui tamu yang sedang menekan bel apartemennya dengan tidak sabaran.
"Oh hai, Miss Bvlgari..." sapa Ten, pria itu terkejut ketika membuka pintu dan mendapati Lisa yang berdiri di hadapannya.
"Aku lapar..." lirih gadis itu yang langsung menerobos masuk tanpa menunggu dipersilahkan.
Ten menutup kembali pintu apartemennya, ia mengikuti langkah Lisa yang menuju ke dapur. Tidak usah heran, karena gadis itu sudah hafal dengan isi apartemennya. Ia bahkan bisa melihat Lisa yang langsung membuka kulkasnya dan mengambil kaleng bir dari sana.
"Bukannya kau lapar?" Heran pria itu saat Lisa menutup pintu kulkas dan memeluk tiga kaleng bir.
Lisa mengangguk, "Tapi untuk saat ini aku lebih membutuhkan mereka dari pada sepiring makanan."
"Kenapa tidak mengabariku kalau kau mau datang?"
"Oh, apakah sekarang aku harus mengabarimu? Atau kau sudah punya pacar? Atau kau sedang menunggu partner sex mu yang lain?" Sewot Lisa, ia mendadak kesal dengan pertanyaan Ten.
"Wow, wow... calm down. Aku hanya bertanya, ada apa dengan emosimu itu?"
Lisa mendengus, ia memilih mengabaikan Ten yang terlihat terkejut dan melangkah ke ruang tengah. Gadis itu mendudukkan dirinya di sofa panjang ruangan sembari menyalakan televisi.
"Kau seperti gadis yang kehilangan keperawanan saja, padahal saat keperawananmu hilang kau masih bisa tertawa." Ejek Ten yang kini ikut bergabung dengan Lisa di sofa.
"Kau dengan kata-kata kotormu,"
"Kau dengan kata-kata pedasmu,"
"Kau baik-baik saja?" Tambah Ten begitu Lisa kembali menegak birnya.
"Entahlah, apa aku baik-baik saja?"
Ten menoleh, menatap Lisa dari samping mencoba membaca situasi dan membaca segala gerakan yang ditunjukkan gadis itu.
"Aku menolak lamaran Taehyung..." ucap Lisa setelah mereka terdiam cukup lama.
"What? Kau apa?" Tentu saja ucapan gadis itu mengejutkan Ten, apa yang baru diucapkan Lisa benar-benar menghantam telinganya.
"Aku menolak Taehyung."
"Kau... ya! Dasar bodoh! Bagaimana kau bisa menolaknya?!" Teriak Ten, ia bahkan memukul lengan Lisa mengabaikan ringisan kesakitan akibat ulahnya.
"Aku tidak tahu, aku... aku hanya tidak ingin." Lisa menjawab dengan malas, ia bahkan tidak merasakan apapun setelah menolak kekasihnya itu.
Mendengar itu Ten semakin kesal, ia terus memarahi Lisa menyuruh gadis itu menghubungi kekasihnya dan meminta maaf. Menyuruh Lisa membatalkan keputusannya dan menerima lamaran Taehyung. Tapi, sekeras apapun Ten berusaha nyatanya Lisa lebih keras pada keputusannya. Rasanya ia sangat lelah, tubuhnya sangat lelah berbeda dengan otaknya yang entah meminta untuk bekerja ekstra malam ini.
"Ya! Lalisa! Aku tahu kau keras kepala tapi kali ini tolong dengarkan. Jangan sampai kau menyesal." Kesal Ten untuk kesekian kalinya.
"Kenapa aku harus menyesal?"
"Ini Taehyung! Kim Taehyung! Pria yang kau kejar sejak hari pertamamu menjadi idol,"
Lisa terdiam, mengabainya Ten yang terlihat sangat kesal dengan tingkahnya. Lisa sendiri tidak yakin, apa ia benar-benar menginginkan Taehyung atau itu hanya obsesinya semata. Ia menggilai Taehyung, ia bahkan seperti penguntit yang selalu mencari informasi tentang pria itu. Tapi, entah kenapa setelah menjalani hubungan dengan Taehyung dirinya merasa hambar. Merasa jenuh dan terlampau biasa. Tidak ada lagi letupan bahagia jika menghabiskan waktu berdua dengan kekasihnya, oh atau mungkin sekarang ia harus menyebutnya sebagai mantan kekasih.
"Lisa... Look, jangan sampai kau salah mengambil keputusan. Kau mencintai Taehyung kan? Jangan menolaknya..." ucap Ten yang kini berbicara dengan suara yang lebih tenang.
Lisa mendegus, "Aku sudah menolaknya. Biarkan saja..."
"Pikirkan kembali, kau hanya terlalu terkejut."
"Kenapa kau memaksaku?" Ada nada kesal yang sangat terlihat saat Lisa mengucapkan itu
"Karena aku tau kau mencintainya, Lisa..."
"Dari mana kau tau? Ini perasaanku, ini hatiku." Gadis itu menatap Ten tajam, ia kesal sekali terus dipaksa untuk menghubungi Taehyung.
Ten hanya diam, mengambil sekaleng bir kemudian meneguknya membasahi kerongkongan yang terasa kering karena ia terus berteriak tadi. Lisa pun sama, ia kembali meneguk sisa birnya dan kembali membuka kaleng baru katena ia merasa kurang.
"Siapapun yang ada dihatiku, ia berhasil menggeser nama Taehyung dari sana..." lirih Lisa, mereka kembali terdiam dengan pikiran masing-masing.
Ten yang mendengar itu mendengus kasar, menggeleng pelan kepalanya merasa bingung dengan jalan pikiran Lisa saat ini.
"Kau tidurlah..." suruh Ten setelah mereka kembali terdiam beberapa saat, pria itu meletakkan kaleng birnya dan beranjak dari sana.
"Ten..." panggilan Lisa menghentikan langkah Ten, pria itu berbalik menatap Lisa yang masih berada di sofa.
"Bagaimana kalau aku memiliki perasaan padamu?" setelah mengatakan itu, Lisa beranjak melangkahkan kakinya mendekati Ten yang terdiam di depan pintu kamarnya.
Mendengar itu Ten hanya menatap Lisa datar, ia bahkan kembali mendengus kasar.
"Lisa, jangan memiliki perasaan padaku. Dari awal aku sudah memperingatimu..."
Lisa mengangguk, jari-jari lentiknya perlahan menyusuri rahang Ten matanya mengikuti gerakan jarinya bahkan sampai menyentuh bibir pria itu.
"Kita hanya partner Lisa, partner diatas ranjang. Jangan melibatkan perasaan,"
"Aku tahu, kau tidak perlu mengingatkannya. Lagi pula aku hanya bertanya...." lirih Lisa, suaranya nyaris tak terdengar.
Ten memejamkan matanya ketika merasakan jari Lisa mulai menari disekitaran dadanya, ia bahkan berusaha mengatur nafasnya agar tidak terpancing permainan Lisa.
"Kau menolak Taehyung karenaku?" Ten berusaha mengalihkan pembicaraan ketika tangan Lisa mulai membuka satu kancing piyamanya.
Tangan cantik itu sempat terhenti sebelum ia tertawa pelan, kembali menatap mata Ten yang terlihat sangat serius saat ini.
"Kau pikir aku bodoh? Tentu saja tidak, percaya diri sekali sih."
Ten mengangguk pelan, "Aku tahu kau tidak mungkin sebodoh itu..."
Lisa kembali melakukan kegiatannya, membuka satu persatu kancing piyama satin milik Ten. Matanya masih menatap pria dihadapannya, mengagumi ciptaan Tuhan yang sangat indah untuk dipandangi.
"Hei partner, sudah satu bulan kita tidak bertukar kecup dan desahan. Kau tidak merindukanku?" bisik Lisa seductive ditelinga Ten begitu ia selesai dengan kancing terakhir pria itu.
♾
Skylar🍂

KAMU SEDANG MEMBACA
BLOOM
FanfictionBLOOM merupakan kumpulan one shot/double shot dengan karakter utama Ten dan Lisa tetapi dengan latar dan karakter yang berbeda disetiap cerita. Berisi tentang kisah cinta, entah cinta monyet, cinta sepihak, cinta mati, cinta rahasia, cinta basi dan...