Admirer

1K 141 6
                                    

Bangun pagi, bahkan dini hari sudah bukan hal yang memberatkan bagi seorang Lalisa. Setelah mematikan alarm ponselnya, ia melangkah berjalan menuju dapur tempat teko eletriknya berada.

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya perempuan itu punya air panas yang cukup untuk menyeduh green tea mint citrus-nya. Rutinitas yang setiap pagi dilakukannya sebelum mengawali hari yang panjang dan sering kali berat. Dengan selembar roti yang sudah diolesi selai kacang, Lisa membuka iPad yang tadi dibawanya, hendak menghabiskan sarapan sembari mengecek kembali jadwal hariannya.

Pukul enam, Lisa sudah siap dengan segala keperluannya. Moodnya cukup bagus hari ini, ia mengenakan tanktop hitam sebagai dalaman, flannel merah sebagai luaran dan jeans hitam sebagai bawahan. Tidak lupa memakai sneakers sebagai alas kakinya untuk memudahkannya bergerak cepat.

Dengan iPad dan sebuah tas yang menyampir di bahunya, perempuan kurus berkekuatan hulk itu berjalan menuju tempat parkir meninggalkan unit apartemen sederhananya yang sudah tiga tahun ini ditempatinya.

Lisa mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang, cuaca Seoul hari ini tidak buruk dengan jalan-jalan yang belum padat dengan kendaraan seperti biasanya. Di temani lagu-lagu dari playlist yang dinamakan "kerja keras bagai kuda" perempuan itu sesekali ikut bersenandung menikmati perjalanan menuju kediaman bosnya.

Perjalan menuju apartemen bosnya ditempuh kurang lebih tiga puluh menit, dengan bergegas Lisa yang baru saja memarkirkan mobilnya di basement segera melesat memasuki gedung berlantai dua puluh itu. Tidak butuh waktu lama, karena unit apartemen bosnya terletak di lantai 5 dan hanya dirinya yang berada di lift pagi itu.

Lisa baru saja sampai dan membuka pintu apartemen ketika suara teriakan menggelegar memasuki ke indera pendengarannya, membuat perempuan itu terlonjak kaget.

"Ya! Tern Lee! Kau mau mati? Hah?!"

Lisa masih terdiam ditempatnya mencoba membaca situasi yang sedang terjadi ketika tiba-tiba seseorang dengan kecepatan kilat berlari ke arahnya.

"Unnie, unnie selamatkan aku yang cantik ini dari serangan manusia serigala di atas sana." Pinta seorang gadis remaja yang dikenalnya sebagai adik kandung dari bosnya itu.

"Astaga, hati-hati kau bisa terjatuh. Kau mau kemana?" Tanya Lisa saat melihat Tern memakai sepatunya dengan tergesa-gesa.

"Aku pergi dulu unnie, aku belum mau mati." Pamitnya, bahkan gadis remaja itu langsung berlari keluar tanpa menunggu tanggapan Lisa.

Dia sudah tidak asing, bahkan sangat terbiasa dengan kejadian seperti ini. Toh, ini bukan sekali atau dua kali. Kedua kakak beradik itu akan selalu ribut jika mereka berada di ruangan yang sama.

Lisa baru saja melepaskan sepatunya dan berjalan menuju ruang tengah begitu ekor matanya menangkap sosok bosnya yang berjalan setengah berlari menuruni anak tangga.

"Mana anak itu? Astaga, aku bisa gila dibuatnya."

"Sudah pergi, dia bilang dia belum mau mati."

Pria itu mendengus kasar kemudian meremas rambutnya kuat, kepalanya benar-benar sakit karena ulah adik semata wayangnya itu.

"Kau tahu, anak itu memakai kartu kreditnya untuk mentraktir teman-teman sekelasnya. Membeli tas, membeli baju dan sepatu. Augh, menjengkelkan." Pria itu mengeluh, jantungnya hampir berpindah tempat saat ia melihat deretan angka ditagihan kartu kredit adiknya.

Pagi hari seorang Chittaphon Leechaiyapronkul harus diawali dengan emosi yang nyaris membakar tempat tinggalnya.

Lisa terkekeh, bukan Kulisara Leechaiyapronkul namanya kalau tidak berhasil membuat kesal saudaranya dengan tindakan menghamburkan uang.

BLOOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang