Lisa merasa gagal. Pelarian yang dilakukannya selama hampir 4 tahun berakhir sia-sia ketika sore kemarin perempuan itu menerima sebuah email yang berisikan perintah tanpa bantahan. Tiket pesawat kelas bisnis untuk keberangkatan hari ini atas namanya. Saat ini Lisa sudah berada di ruang tunggu, menatap layar informasi keberangkatan dengan menghela nafasnya berat. Terlalu mendadak dan Lisa belum siap untuk pulang.
Tidak. Perempuan itu bukan tidak mampu membeli tiket sendiri, hanya saja ia memang tidak pernah berniat kembali demi ketentraman dan kedamaian hatinya. Berbagai alasan sudah ia berikan pada kedua orangtuanya saat mereka meminta Lisa untuk pulang menghadiri pernikahan kakak sepupunya. Ya. Keponakan orangtuanya.
Tapi, ternyata sekeras apapun Lisa menolak dan memberi alasan, kedua orangtuanya lebih keras lagi bahkan nekat dan itu terbukti dengan datangnya tiket pesawat secara cuma-cuma. Akhirnya Lisa tau kalau ini saatnya menghadapi bukan lagi menghindar.
Setelah boarding, Lisa langsung menyamankan diri ditempat duduknya dekat jendela pesawat. Mengganti sneakers dengan sendal pesawat, dan mencari posisi nyaman untuk tidur. Tetapi pada akhirnya sampai pesawat yang ditumpanginya mengudara lebih dari 30 menit, perempuan itu masih belum bisa memejamkan matanya. Dengan gusar Lisa menegakkan badannya dan kembali menghela nafas berat dan panjang. Perempuan itu meraih iPodnya, mencoba mendengarkan lagu untuk mengalihkan pikirannya.
"Bisakah kau tenang? Kau terlalu banyak bergerak," Suara pria di sampingnya membuat Lisa mengalihkan perhatiannya yang sedang sibuk memilih lagu di iPodnya.
"Oh, kau terganggu? Seharusnya kau memakai pesawat pribadi dibanding menggunakan pesawat komersil," Lisa membalas asal yang kemudian mendapat tatapan sinis dari pria di sampingnya, Lisa yang melihat itu tanpa sadar meringis dan menggigit bibirnya.
"Hng.. Sorry for that. " lanjutnya, entah kenapa tiba-tiba ia merasa tidak enak hati.
"Then, silent." Balas pria itu terdengar dingin.
Lisa terdiam, perasaan bersalahnya menguap begitu saja. Dengan sedikit kasar, perempuan itu kembali berkutat dengan iPodnya mengabaikan pria tampan yang sedang sibuk dengan majalah ditangannya. Belum juga 10 menit, Lisa sudah merasa bosan. Sesekali ia mencoba melirik pria disebelahnya dengan ekor mata, terlihat serius dan tidak ingin diganggu. Setelah perdebatan hatinya yang cukup panjang, akhirnya Lisa mencoba memberanikan diri mengajak pria asing disebelahnya untuk berbincang.
"Apa yang akan kau lakukan kalau tidak ingin kembali ke rumah?" Lisa bertanya dengan suara pelan berharap pria itu mendengarnya.
Awalnya tidak ada tanggapan, pria itu masih fokus dengan majalahnya dan Lisa yang masih mencuri pandang melalui ekor mata seketika itu juga meruntuki dirinya. Dia menyesal sudah sok akrab dengan pria disampingnya.
"Tidak perlu pulang kalau memang tidak ingin," pria itu bersuara ketika Lisa sedang mencari posisi nyaman untuk mencoba kembali tidur.
Lisa menarik nafasnya panjang, ia sempat melirik pria disebelahnya sebentar, "Seandainya bisa, sayangnya tidak semudah itu. Kau tau, pelarianku selama bertahun-tahun akhirnya berakhir sia-sia. Sangat menyebalkan,"
Pria mengangguk pelan, memberikan perhatian pada Lisa yang tanpa sadar mulai menceritakan kegelisahannya.
"Pelarian? Kau melakukan kesalahan?"
"Cerita klasik dan panjang," perempuan itu memandang jauh, menatap awan putih yang terlihat dari jendela.
Pria itu menutup majalah yang tadi ia pegang, mengembalikan ke tempatnya kemudian memasang atensi penuh pada Lisa.
"Sepertinya mendegarkan kisah klasikmu jauh lebih baik dibanding aku harus melihatmu terus bergerak gelisah ditempatmu."
Lisa menoleh dan mendapati pria itu memandanginya dengan tatapan jahil, harus Lisa akui dia tampan tetapi menyebalkan. Dasar. Tapi, menceritakan kisah klasikya harusnya tidak menjadi masalah, toh mereka tidak akan bertemu lagi dan mungkin saja dapat mengurangi kegelisahannya.
"Tsk.. Bilang saja kalau kau penasaran dengan ceritaku," cibir Lisa sembari merubah posisi duduknya, sedikit menyamping agar dapat menatap pria di sebelahnya.
"Mungkin kesalahanku karena jatuh cinta. Aku mencintai orang yang tidak tepat, dan nyatanya hatiku selemah itu ketika aku tau kalau pria itu memilih sepupuku. Aku menyukainya selama bertahun-tahun, bukan hanya sehari atau dua hari. Aku tidak terima, bahkan terlampau kecewa. Ketika ada kesempatan, aku kabur ke Korea dan belum pernah kembali ke Thailand sekalipun. Berharap aku akan mendengar kabar putus dari mereka, sembari aku menyembuhkan lukaku. Aku memilih menghindari rasa sakitku, tapi pada kenyataannya pada akhirnya aku akan kembali dan menghadiri pernikahan mereka. Poor me," Cerita Lisa, ia menceritakan pengalaman pahitnya ke pria asing yang bahkan belum ia tau namanya.
"Dan aku tidak tau harus bersikap seperti apa ketika bertemu mereka nanti." Tambahnya, perempuan itu mengusap pelan seluruh wajahnya. Gelisahnya makin menjadi.
Pria itu mengangguk pelan menanggapi cerita Lisa, "Jadi, ini hanya tentang kau yang ditinggal menikah kan?"
"HANYA?!" Pekik Lisa tertahan, ia terkejut dan kesal dengan tanggapan pria di sebelahnya yang terlihat tenang. Seolah permasalahan dan alasan Lisa pergi bukan sesuatu yang pantas untuk di seriusi.
"Hmm... hanya. Tadinya ku pikir kau punya alasan yang bagus, seperti ternyata kau salah satu pasien kanker. Dengan kondisi sudah stadium akhir dan hidupmu tinggal beberapa bulan lagi. Kau memilih melarikan diri karena tidak ingin menyusahkan keluargamu, seperti itu."
Lisa menatap pria berkacamata itu dengan tatapan tidak percayanya, bagaimana pria itu bisa setenang dan sesantai itu? Sedangkan dirinya merasa ingin menenggelamkan diri di sungai Han saat ini juga. Pria itu terlalu menyebalkan.
"Sepertinya aku melakukan kesalahan besar dengan menceritakan permasalahan hatiku padamu, kau sama sekali tidak membantu." Sesal Lisa, kali ini ia menatap tajam pria disampingnya. Berusaha menyalurkan kekesalannya melalui tatapan. Bukannya takut, pria itu malah terkekeh pelah, membuat Lisa merotasikan matanya dan memilih sibuk bersama iPodnya.
"Aku Ten," ucap pria itu saat Lisa akan memakai earphonenya.
Perempuan itu melirik sekilas, mendapati pria disampingnya sedang tersenyum tipis. membuat wajahnya bersinar. Tampan. Dan lagi-lagi ia memuji pria itu tanpa sadar.
"Lisa," balasnya singkat, tanpa berniat kembali bertanya atau sekedar berbasa basi untuk melanjutkan obrolan.
"Kau tidak ingin melanjutkan ceritamu? Perjalanan kita masih panjang, Nona."
"Forget it, lebih baik aku tidur." Tolak Lisa, ia mengibaskan tangannya pelan. Moodnya yang jelek semakin menjadi setelah mendapatkan tanggapan menyebalkan dari pria itu.
Ten terkekeh pelan, tapi masih bisa didengar Lisa. Sejenak Perempuan itu menikmati suara tawa Ten yang terdengar menyenangkan ditelinganya.
"Memangnya kau bisa tidur?" Ledek Ten ketika melihat Lisa menaikkan selimut sampai batas lehernya.
"Diam kau! Dasar pria tidak pengertian." Lisa mendelik tajam membalas ledekan Ten, sedangkan pria itu langsung tertawa mendengar umpatan Lisa.
Tapi siapa sangka, pertemuan tak sengaja itu adalah awal dari pertemuan-pertemuan mereka selanjutnya.
♾
SkylaR🍂

KAMU SEDANG MEMBACA
BLOOM
FanfictionBLOOM merupakan kumpulan one shot/double shot dengan karakter utama Ten dan Lisa tetapi dengan latar dan karakter yang berbeda disetiap cerita. Berisi tentang kisah cinta, entah cinta monyet, cinta sepihak, cinta mati, cinta rahasia, cinta basi dan...