Sandra Pradipta POV
Hubunganku dengan Raya sudah baik-baik saja, aku kira dia akan membenciku. Tapi sepertinya Rasti sudah berhasil membujuknya, dan dia sudah memaafkanku. Maka dari itu setelah Rasti memberitahukan bahwa dia akan pulang setelah bicara pada Raya, maka dari itu aku memutuskan untuk menemui Raya.
Aku akui, anakku semata wayang itu sudah tumbuh menjadi sosok perempuan yang cantik dan tangguh, meski terkadang sikapnya masih terlihat kekanak-kanakan, tapi dia cukup bijak untuk memutuskan segala sesuatu. Mungkin kemarin aku yang memang terlalu egois terhadapnya. Nyatanya aku memang masih belum tau banyak sisi lain dari anak kandungku sendiri sampai dia jujur padaku bahwa dia pernah menyampaikan perasaannya pada Kaia.
Menurutku masalahnya dengan Kaia hanya proses pencarian jati dirinya, sudahku katakan bahwa aku akan terus mendukungnya apapun pilihannya kelak.
Tapi sekarang yang membuatku khawatir adalah kejujurannya yang mencintai seseorang yang sudah memiliki kekasih, itu sungguh mengingatkanku pada cinta segitiga antara aku, Sakti dan Allisa. Aku benar-benar tidak menginginkan anakku satu-satunya merasakan sakit hati atas pilihannya, terlebih mengecewakan orang lain.
Aku cukup stress memikirkan itu, aku tidak bisa tidur semalaman. Apa yang harus aku lakukan? Mungkin aku akan bercerita dengan Rasti, siapa tau dia punya solusi untuk ini.
Malam ini aku mengajaknya dinner disebuah restaurant mewah di Bali, sudah lama tidak berkencan dengannya. Aku memesan makanan favorit kami, sambil aku menunggu kedatangannya.
"Hey, sudah lama menunggu?" Sapanya yang langsung mencium pipiku.
"Gak juga, maaf ya aku gak bisa jemput kamu dulu tadi."
"It's okay babe, jadi ada apa kamu ngajak aku dinner disini? Apa ini kencan?" Tanyanya tersenyum.
"Bisa dikatakan demikian, udah lama juga kan kita gak dinner berdua?"
"You're so romantic." Pujinya.
Aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman, entah kenapa aku sangat gelisah memikirkan Raya.
"What's going on babe? Kamu keliatan gelisah banget." Tanyanya cemas.
"Aku kepikiran Raya." Jawabku.
"Bukannya kalian udah baikan? Ada apa lagi?"
"Raya bercerita bahwa dia mencintai seseorang dan masalahnya dia jadi yang kedua." Jelasku.
Rasti sedikit kaget dengan ucapanku, mungkin dia juga memikirkan hal yang sama denganku. Masalaluku yang terulang.
"Seriously? Si.. Siapa?" Tanya gugup.
"Raya belum bilang siapa, cuma itu menghantuiku. Aku gak tenang, aku takut dia merasakan apa yang aku rasakan dulu."
Dia menghela nafas mungkin dia mengkhawatirkanku sekarang, karena memang tak mudah untukku menyembunyikan apa yang aku rasakan padanya.
"She will be fine. Aku yakin dia udah mikirin semua resikonya. Biarin dia melewati prosesnya sayang, kamu juga sudah mengingatkannya bukan?" Ucapnya tenang.
"Ya, dia bilang sangat mencintai orang itu. Aku tidak akan memaafkan siapapun yang menyakitinya. Aku akan meminta anak buahku untuk mengawasinya dan mencari tau siapa pacarnya." Tegasku.
"Sayang, aku tau kamu mau yang terbaik buat Raya. Aku tau kamu sangat menghawatirkannya, tapi saranku kasih dia privasi, biarkan dia menjalani hidupnya. Kamu gak bisa terus mengaturnya."
"Tapi ini menyangkut kebahagiaannya Rasti! Bahkan aku lebih memilih Raya bersama Kaia dibanding dengan orang yang sudah memiliki kekasih itu." Sanggahku sedikit emosi.
"I know, i really know what you feel. Aku tau ketakutanmu akan masalalumu, aku yakin kamu akan berpikir itu akan terulang pada Raya, tapi tidak semua berakhir menyakitkan bukan? Jika memang Raya mencintainya tulus, orang itu akan memilih untuk menjadikan Raya satu-satunya. Lagi pula ini pilihannya 'kan?"
"Lalu bagaimana jika sebaliknya? Bagaimana kalo nantinya perasaan Raya semakin dalam dan orang itu justru lebih memilih kekasihnya dibanding Raya? Apa kamu tega ngeliat raya depresi atas rasa sakitnya? Bagaimana kalo dia nekat mengakhiri hidupnya seperti Allisa dulu? Oh god, karma ini kenapa harus dirasakan oleh Raya." Ucapku frustasi.
Aku benar-benar tidak bisa membayangkan ending yang menyakitkan untuk anakku. Aku tidak sanggup.
Rasti sempat tersentak atas ucapanku tadi, lagi-lagi aku kehilangan kontrol karena emosiku berlebihan.
"Maaf sudah membentakmu hon." Sesalku.
"Jangan jadikan ini bebanmu, dan jangan berpikir ini karma atas perbuatanmu terdahulu. Aku tau kecemasanmu sayang, but please kali ini aja, kasih Raya kepercayaan ya. Sedikit-sedikit aku bakal kasih pengertian sama dia." Ucapnya tersenyum.
Sungguh beruntung aku memiliki Rasti sekarang, hanya dia satu-satunya yang mampu membuatku tenang dan selalu ada membantu menyelesaikan apa yang sulit aku selesaikan dengan kepala dingin. Aku sangat mencintainya.
"Thanks hon. I love you so much. Aku gak tau jadinya gimana kalo aku gak punya kamu disamping aku."
"I love you too babe. Dan aku selalu ada untuk kamu. Biar gimanapun Raya sudah aku anggap anakku sendiri. Aku pun sangat menyayanginya."
Aku tersenyum mendengarnya, rasa cintanya yang tulus selalu mampu membuatku merasa hidup. Dia satu-satunya yang mampu bertahan ditengah emosi dan keras kepalaku.
"Sayang.." Panggilku
"Yes babe?"
"Will you marry me?" Ucapku tiba-tiba sambil menyerahkan cincin peningalan ibuku.
Dia nampak terkejut, sepertinya dia tidak menyangka aku akan seserius ini padanya. Memang kami berkomitmen untuk selalu bersama tanpa memikirkan untuk langkah selanjutnya.
"Are you serious?"
"Yes, of course i'm serious. Mungkin ini tanpa persiapan apapun, bahkan aku gak sempet beliin kamu cincin baru. Ini cincin dari Ibuku, menurutku kamu terlalu special sama seperti cincin ini. Aku mau kamu jadi pendampingku selamanya, aku gak mau kehilangan kamu. Aku sangat mencintaimu Rasti, jadi apakah kamu mau menikah denganku?" Ucapku tulus.
Dia berkaca-kaca mendengar penuturanku, tanpa waktu lama dia mengangguk menjawab pertanyaanku.
"i do babe. Ahh aku gak bisa ngomong apa-apa, kamu bener-bener bikin aku terharu sekaligus bahagia." Ucapnya sedikit menangis.
Akupun memakaikan cincin itu jari manisnya, sepertinya aku berubah pikiran untuk menikahinya setelah Naraya lulus nanti. Aku akan segera melangsungkan pernikahan ini.
"Terimakasih sayang." Ucapnya yang masih tidak menyangka atas lamaranku.
"Aku yang berterima kasih, aku sangat beruntung punya kamu. Kamu dan Naraya sangat-sangat berarti untukku." Jujurku
Raut mukanya kembali cemas, apa dia masih ragu akan Raya yang masih belum menerima kehadirannya?
"Jangan khawatir, Naraya udah udah kasih restu buat kita. Bahkan dia yang ngeyakinin aku buat segera nikahin kamu. Aku rasa dia udah bener-bener bisa terima kamu sebagai orang tuanya juga."
"I hope so." Ucapnya ragu.
"Yaudah sekarang kita nikmatin kencan kita okay. Jangan sedih-sedihan lagi."
Kami pun menikmati malam ini berdua, walauoun pikiranku masih tertuju dengan Raya, disisi lain aku bahagia bahwa Naraya sudah bisa menerima Rasti dan Rasti akan menjandi pendampingku selamanya. Walaupun Rasti masih terlihat ragu akan Raya yang dapat menerimanya atau tidak, aku yakin nantinya Rasti percaya bahwa anakku juga akan mencintainya selayaknya Raya yang mencintaiku sebagai ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Relationshit (Completed)
Ficción GeneralAku yang salah, masalahnya ada padaku dan faktanya aku tidak bisa menahan semua itu. - Naraya Paramita Maaf, harusnya aku tidak memperumit masalah ini. Dan sekarang aku terjebak dalam perasaanku sendiri - Rasti Widyatama Kenapa harus kalian yang teg...