Dari kediaman keluarga Maira sudah ramai para sanak saudara berkumpul saling membantu persiapan menjelang siraman yang diadakan siang hari ini. Keluarga dari pihak Ayahnya, Sani yang menetap di Bandung maupun pihak Bundanya, Arinda yang berasal dari Bandung bahkan ada juga dari luar kota, ikut hadir dan telah menginap sejak semalam. Makanya rumah gadis ini begitu heboh penuh suara anak-anak balita, remaja, orang dewasa.. semuanya lebur jadi satu di pagi ini. Bayangkan betapa riuhnya seisi rumah, semua bak kapal pecah sekarang.
"Sih cantik yang besok mau nikahan udah mandi belom nih?" Kata Ayahnya, Sani menyongok dari dinding depan yang menghubungkan pintu kamar dengan kamarnya tersebut. Kebetulan pintu kamar gadis ini, terbuka lebar.
Maira yang sedang duduk di depan meja riasnya menoleh kepada sang Ayah sambil tersenyum ringan, lalu berkata. "Udah kok yah.."
Sani menghampiri anak bungsunya itu, kemudian duduk di pinggiran kasurnya yang sekarang berhadap-hadapan dengan Maira.
Ayahnya memandangi dirinya penuh dengan kasih sayang. Meraih sebelah telapak tangannya sembari menepuk-nepuknya pelan. "Maira kalau udah berkeluarga dan nanti tinggal dirumah sendiri.. tetap sering main ya ke rumah. Terus ingat, kalau udah berkeluarga itu sikapnya harus lebih dewasa lagi, ucapannya pun juga harus di ubah jangan ngomong kasar dan sembarangan, karena anak kamu kelak akan menjadi pribadi seperti ibunya" Nasihat Sani yang begitu menyayangi Maira, apalagi putri bungsunya ini masih sangat manja kepadanya dan Arinda, meski umurnya sekarang sudah menginjak 28 tahun.
Maira menaruh telapak tangan yang satunya lagi di atas tumpuan sang Ayah. "Pasti Ayah, Maira bakal sering main ke rumah dan berusaha merubah sikap buruknya Maira" Ia berganti posisi duduk, kini duduk di samping Sani. "Ayah jangan khawatir, sekuat yang Maira bisa buat jadi istri yang terbaik nantinya, yang gak akan nyusahin suaminya dan selalu nurut sama suami" Ia memeluk Ayahnya erat, seperti enggan rela untuk pergi meninggalkan kedua orang tuanya, karena harus melukakan pernikahan yang jelas-jelas dari awal bukan keinginannya. Namun, mau bagaimana lagi jika nasi sudah menjadi bubur.
"Aamiin, semoga kamu lebih bisa memaknai hidup ketika sudah berumah tangga ya, Nak" Sani dengan mengelus rambut anaknya lembut. Sementara, dirinya mengangguk dalam pelukan sang Ayah.
"Yaudah, kamu siap-siap gih.. bentar lagi kan waktunya siraman" Ucap Ayahnya, mengembangkan senyumannya.
"Siap.. laksanakan, Yah" Maira ikut tersenyum.
Selepas peninggalan sang Ayah keluar dari kamarnya, kini secepat kilat seorang wanita berambut sebahu dengan perawakan tinggi dan badan sekurus ranting pepohonan masuk ke dalam kamarnya. Berlarian kearahnya.
"Ya ampun, mba Mai.. kangen sumpah" Kata Indah sembari memeluknya sekilas.
"Sama Zheyeeng" Ia balas memeluknya.
Indah adalah adik sepupu dari keluarga bundanya yang paling dekat dengannya ini, serta sering Ia ajak jalan kemanapun kalo dirinya lagi suntuk. Tentu, dia maulah kalau Maira yang mengajak jalan, orang dikasih fee mulu dia. Indah baru sempat datang pagi ini dikarenakan kemarin dirinya harus melakukan ujian komprehensif di kampusnya, tetapi sesudah ujian semalam mereka sempat video callan. Membuat fakta mencengangkan yang baru wanita berambut sebahu itu ketahui tentang sesuatu di pernikahan Maira ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Struggle Of Love
Romance{(BUDAYAKAN MEMFOLLOW SEBELUM MEMBACA:))} (PERHATIAN : HARAP DI BACA SEMUA PART! , BAGI YANG TIDAK SUKA BOLEH MINGGAT :)) (21+) HARAP BIJAK DALAM MEMBACA! Sinopsis : Di lamar?... dengan sahabat sendiri?.. What the...??!! -_- Bagaimana jadinya kal...